Patung itu seolah menjadi pengingat bahwa Pasar Ngasem bukan hanya tentang burung atau makanan tradisional saja, tapi juga tentang sejarah panjang sebagai pusat perdagangan jamu tradisional di Yogyakarta.
Patung itu dipersembahkan oleh Universitas Gajah Mada sebagai bentuk apresiasi UGM kepada para peracik jamu yang masih meneruskan warisan leluhur berupa minuman jamu.
“Para peracik jamu inilah yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran masyarakat nusantara sejak ratusan tahun silam dan sampai saat ini masih melestarikan budaya minum jamu secara tradisional,” patung itu diberi nama patung Craki.
Dulu, selain menjadi pasar burung tertua di Yogyakarta, pasar ini memang terkenal sebagai tempat para peracik jamu dan para penjual jamu menjajakan dan menjual hasil racikannya, namun, seiring waktu dan perubahan kebijakan tata kota, Pasar Ngasem saat ini menjadi pusat kuliner tradisional yang kini menjadi daya tarik baru bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Kehadiran berbagai kuliner autentik ini membuat Pasar Ngasem menjadi destinasi favorit baru, apalagi lokasinya sangat strategis, dekat dengan Keraton Yogyakarta dan Taman Sari. Pas banget untuk dikunjungi dalam satu rangkaian wisata budaya.
Hari itu kami pulang membawa beberapa bungkus jenang, gudeg, dan jajanan pasar lainnya. Tapi lebih dari itu, kami membawa pulang kenangan manis tentang bagaimana sebuah pasar tradisional bisa tetap relevan, hidup, dan menginspirasi, di tengah perubahan zaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI