Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Peringatan Kemerdekaan dan Transfigurasi Indonesia

1 Agustus 2019   05:00 Diperbarui: 1 Agustus 2019   05:09 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak memberi penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih. Sumber foto : blogspot.com/Hideto hada

Lemahnya etos dengan sendirinya akan menggerogoti dunia fisik, tubuh dan sekaligus membuka peluang dan menyuburkan penyakit-penyakit sosial termasuk kejahatan-kejahatan seperti korupsi, pelanggaran HAM, ketidakpedulian pada lingkungan hidup, radikalisme, dan hedonisme. Obatnya bukan terutama pembangunan fisik yang kelihatan, tetapi terlebih dulu pembangunan jiwanya, kesadarannya, semangatnya.

Untuk ini pun kita sebenarnya sudah memilikinya, yaitu : syair lagu Indonesia Raya yang setiap upacara dinyanyikan di mana-mana. "...Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya..." seperti sering diserukan dan direnungkan sosok Daoed Joesoef dalam berbagai kesempatan dan tulisan. Membangun jiwanya terlebih dulu, baru kemudian badannya. Bukan sebaliknya.  Kuatnya etos dengan sendirinya membawa dampak pada dunia fisik. Jiwalah yang memimpin badan dan bukan badan mengarahkan atau menjerumuskan jiwa.

Kesadaran, etos, jiwa, semangat, inilah yang bisa membawa kita melihat cakrawala baru, segi-segi positif dan dengan demikian dimungkinkan suatu transendensi. Ini yang diyakini oleh banyak pemikir sejak sekolah Stoa dalam peradaban Yunani Kuno sampai saat kini termasuk St. Agustinus dari Hippo atau Ibnu Khaldun atau para pendiri bangsa Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta, termasuk Wage Rudolf Supratman atau N. Drijarkara.

"Mesu Budi" adalah salah satu cara agar etos itu mengarahkan dirinya dan tubuhnya keluar dari dirinya dan mencegah berputar-putar pada dirinya sendiri dan melakukan transendensi diri. Ia membutuhkan suatu transfigurasi.

Transfigurasi

Adalah filsuf sejarah Arnold Toynbee yang mematahkan pesimisme Oswald Spengler yang hanya melihat kemuraman peradaban Barat akibat Perang Dunia Pertama dan memprediksi keruntuhannya. Ada empat cara suatu peradaban melepaskan diri dari krisis : arkaisme, futurism, detachment, dan transfigurasi. Ketiga dari yang pertama tidak dianjurkan karena suatu cara bagaimana peradaban bunuh diri dan menyangkal masa kini.

Arkaisme membawa kita kembali ke masa lalu di mana harmoni diperoleh. Kita hidup di masa lalu dengan segala kenangannya yang indah. Futurisme mengantar kita untuk melompati masa kini menuju masa depan. Kita hidup dan dipengaruhi oleh masa depan. Sedangkan detachment kita menyingkiri masa kini dan memutuskan perhubungan dengan peradaban.

Hanya transfigurasilah yang dilihat Toynbee sebagai jalan keluar suatu peradaban keluar dari krisis dan tidak berputar-putar pada dirinya sendiri : lahir -- berkembang -- mati. Transfigurasi adalah aktivitas yang dilakukan jiwa untuk menemukan dunia kepada Ketuhanan.

Jalan ini merupakan suatu proses peralihan tujuan dan nilai-nilai dari hal-hal jasmaniah yang sifatnya mudah patah, rapuh dan fana menuju ke "rupa" rohaniah, keilahian, kesempurnaan, totalitas, kemuliaan, dan keabadian yang tidak bisa sepenuhnya digenggam oleh panca indera dan pikiran. Hanya sedikit saja yang bisa dicecap dari ketakterbatasan, kesempurnaan, kebesaran, kemuliaan, dan keharmonian itu.

Sesuatu yang lain dari pada hal-hal jasmani dan material, tetapi justru yang menggerakkan seluruh jiwa untuk menggapainya dengan segenap tenaga dan upaya. Hal-hal jasmani tidak bisa menyamainya. Suatu proses peralihan tujuan dan nilai -- meminjam istilah St. Agustinus -- dari Civitas Terrana (Kota Dunia) ke Civitas Dei (Kota Tuhan).

Dari pemahaman Kristen terhadap transfigurasi misalnya dalam Markus 9 : 2 -- 9; Luk 9:28-36; atau Mat. 17:1-13, menjadi jelas apa yang dimaksud transfigurasi itu. Petrus, Yakobus, dan Yohanes diajak bersama Yesus naik ke gunung dan di situlah Yesus berubah rupa dan berbicara dengan Musa dan Elia. Peristiwa itu dikukuhkan dengan suara yang keluar dari awan yang menaungi mereka. Dan, setelah itu mereka kembali turun gunung.

Peristiwa itu hanya beberapa saat, tetapi sangat mempengaruhi hidup Petrus dan murid-murid Yesus selanjutnya. Bahkan menerangi peristiwa salib : kematian, Ecce Homo : Inilah manusia, sehingga para murid dan Yesus sendiri menjalani semua itu karena ada kemuliaan di jalan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun