Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Mimpi dan Asa Film Animasi Layar Lebar Karya Anak Bangsa

12 Agustus 2019   15:25 Diperbarui: 12 Agustus 2019   15:33 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: goodnewsfromindonesia.id

Berbicara mengenai film, khususnya animasi, saya teringat masa tahun 1980-an dahulu ketika saya masih berada di bangku SD. Saat itu ada beberapa cara yang dilakukan oleh para murid untuk mengisi waktu sambil menunggu kedatangan guru pengajar. Salah seorang teman yang memiliki kemampuan menggambar yang baik. Ia menggambar, pada pojok kanan bawah halaman buku tulis, seorang laki-laki yang tengah berdiri dengan kedua tangan merapat pada dada. Di lembar berikutnya, juga pada bagian pojok kanan, digambarnya laki-laki yang sama namun dengan salah satu tangan sedang digerakkan lurus ke depan.

Setelah kedua gambar tersebut selesai, ia memegang ujung kanan bawah lembar pertama. Dengan gerakan sedemikan rupa, dibaliknya lembar pertama tersebut lalu sehingga terlihat lembar kedua. Dari lembar kedua, ia kembali lagi memperlihatkan lembar pertama, ke lembar kedua lagi, begitu seterusnya. Gerakan berulang dalam frekuensi lumayan cepat tersebut akhirnya membuat figur laki-laki yang ada di gambar seolah-olah bergerak melakukan tinju atau pukulan ke depan berulang. Mirip gerakan Elly Pical, atlet tinju nasional yang sangat terkenal pada masa itu.

Apa yang dilakukan oleh teman saya tersebut adalah dasar dari sebuah film animasi, film yang berasal dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada saat perkembangan awal, film animasi banyak menggunakan teknik stop motion. Teknik ini menggunakan serangkaian gambar diam atau frame yang dirangkai dan menimbulkan kesan seolah-olah gambar tersebut bergerak.

Teknik ini sangat sulit dan butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Untuk membuat animasi selama satu detik, dibutuhkan sebanyak 12-24 frame gambar diam. Perkembangan teknologi ikut memengaruhi pembuatan film animasi dari yang semula memakai teknik stop motion. Perkembangan teknologi komputer memunculkan animasi yang bermacam-macam jenisnya, ada 2 dimensi (2D) dan 3 dimensi (3D).

Penemuan teknologi digital turut mempengaruhi perkembangan animasi. Teknologi digital mampu menghadirkan visual yang realistis. Penanda besar era ini adalah kehadiran film Toy Story, animasi 3D panjang pertama produksi studio Pixar pada tahun 1995. Sejak itulah teknologi digital terus menghasilkan karya animasi yang semakin berkualitas.

Saya cukup menyukai tayangan animasi, atau yang disebut juga dengan film kartun. Beberapa serial kartun di televisi seperti Tom and Jerry atau Mickey Mouse menjadi kesukaan saya sewaktu kecil. Di masa sekarang, beberapa film animasi layar lebar juga sempat saya saksikan, seperti Transformers yang sudah dirilis dalam beberapa seri. Semua animasi tersebut produksi Amerika. Bagaimana dengan animasi produksi tanah air?

Tahun 2011 lalu saya sempat dibuat kagum oleh sebuah animasi pendek berjudul "Pada Suatu Ketika" yang saya tonton di Youtube. Film berdurasi 4 menit karya Lakon Studio ini  bisa dibilang sebagai "Transformers" rasa Indonesia. Adegan di film singkat tersebut menunjukkan bagaimana bajaj, sepeda motor, hingga bus metromini berubah menjadi robot, meniru film Transformers produksi Amerika.


Pada kanal Lakon Studio di Youtube,  kita bisa melihat beberapa video animasi singkat. Selain Pada Suatu Ketika, ada pula Mars Goes Green, Keong Mas, Patung Jenderal Sudirman, hingga yang terakhir yaitu MRT Coaster. Kualitas animasinya pun cukup bagus.

Banyak asa yang sempat tercipta, agar Lakon Studio bisa melanjutkan karyanya dengan membuat animasi layar lebar. Setidaknya untuk memberi warna baru perfilman Indonesia yang masih belum beranjak dari tema yang itu-itu saja seperti drama, keluarga, sejarah, hingga horor. Namun, Lakon Studio sendiri bukanlah sebuah rumah produksi atau studio produksi, melainkan sebuah lembaga pelatihan. Kapasitasnya untuk mencetak SDM di dunia animasi.

Animasi di Indonesia

Film animasi Indonesia hingga saat ini memang masih bermain di media elektronik seperti televisi dan internet. Hanya 1 film yang saya ingat, yakni Battle of Surabaya yang sempat sukses di layar lebar beberapa tahun lalu, sementara animasi di Indonesia sendiri sudah memiliki sejarah yang lumayan panjang.

Pada tahun 1950-an nama Walt Disney mendunia dengan karya animasinya. Presiden RI pertama Ir. Soekarno tertarik untuk mempelajarinya. Beliau mengirim Dukut Hendronoto (Pak Ooq) ke Disney untuk belajar animasi. Pak Ooq kemudian kembali ke Indonesia dan mulai membuat iklan animasi untuk pemilihan umum yang berjudul "Si Doel Memilih". Tahun 1963 Pak Ooq bergabung dengan TVRI dan mengembangkan program animasi. Karena dinilai menghabiskan anggaran, program ini akhirnya tidak berlanjut.

Hingga tahun 1970-an, animasi di tanah air hanya sebatas iklan saja. Kemudian pada 1974 Dewan Kesenian Jakarta memprakarsai Festival Mini untuk merangsang tumbuhnya film-film animasi pendek. Film "Kayak Beruang" karya Dwi Koendoro dan Pramono menjadi juara satu di festival ini. Mulai akhir 1970-an, muncullah film animasi dalam negeri. Seperti misalnya "Timun Mas" karya Drs. Suyadi (1979), "Rimba Si Anak Angkasa" karya Wagiono Sunarto (1980), dan "Si Huma" karya Partono Soenyoto (1980) yang semuanya ditayangkan di TVRI.

Masuknya stasiun-stasiun televisi swasta sejak tahun 1989 juga ikut memberi andil terhadap film animasi Indonesia. Dalam perkembangannya, film-film animasi Indonesia memiliki kualitas yang semakin baik dan diterima dengan baik oleh masyarakat seperti film "Battle of Surabaya" yang sempat masuk layar bioskop.

Budget yang Besar

Salah satu pertimbangan dalam membuat film layar lebar adalah mengenai budget. Seorang produser akan berpikir berulang kali, apakah budget yang dikeluarkan akan sebanding dengan pendapatan yang akan diperolehnya. Film animasi sendiri merupakan salah satu genre yang memerlukan budget tidak sedikit. Dikutip dari sumber ini, film adventure, sci-fi, fantasi, dan animasi adalah film-film yang membutuhkan budget besar jika dibandingkan dengan film yang lain. Median budget dari masing-masing film tersebut bisa pada tabel di bawah.

Sumber: StephenFollows.com
Sumber: StephenFollows.com

Untuk film-film kelas internasional yang sukses, tentunya budget yang dikeluarkan jauh lebih besar. Film Avatar yang sukses 10 tahun lalu, mempunyai budget produksi sebesar USD 425 juta dan tercatat sebagai film berporduksi paling mahal. Film-film mahal lainnya misalnya Pirates of Carribean: On Stranger Tides (2011) berbudget USD 410,6 juta dan Avengers: Endgame (2019) dengan budget USD 400 juta. Daftar film-film berbudget tinggi bisa dilihat di sini, yang sebagian besar memang bergenre adventure, sci-fi, fantasi, dan animasi.

Untuk film dalam negeri, rekor film dengan biaya jor-joran dipegang oleh Fotrot Six dengan biaya Rp 70 miliar (USD 5 juta). Film ini sempat masuk box office pada bulan Februari 2019 lalu. Namun tidak semua film berbiaya produksi mahal akan sukses di pasar. Tercatat beberapa film sepi penonton dan tidak sebanding dengan biaya pembuatannya yang mahal, seperti Gunung Emas Almayer (2014) - Rp 60 milyar, Trilogi Merdeka (2009-2011) -- Rp 64 miliar, atau Pendekar Tingkat Emas (201) -- Rp 25 miliar.

Sumber: medcom.id
Sumber: medcom.id

Tidak heran budget produksi ini menjadi pertimbangan bagi produser untuk membuat film. Jika film tanah air yang bertema drama atau horor saja sudah bisa menarik minat penonton untuk datang ke biskop, untuk apa membuat film berbiaya tinggi seperti animasi yang belum tentu disukai masyarakat? Idealisme perlu ditinjau ulang dengan kalkulasi bisnis.

Tidaklah heran, keinginan untuk melihat film animasi karya anak bangsa bisa hilir-mudik di layar lebar masih menjadi mimpi sampai saat ini. Namun demikian, asa terhadap film animasi tersebut di masa mendatang tetaplah ada. Perkembangan teknologi digital, kemampuan sumber daya manusia, perubahan selera penonton, serta pertumbuhan ekonomi semoga bisa mewujudnyatakan mimpi dan asa terhadap film animasi tanah air di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun