Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Zonasi untuk Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia

13 Agustus 2018   16:42 Diperbarui: 13 Agustus 2018   16:52 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kualitas sumber daya manusia menjadi faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Beberapa negara yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah bisa menjadi negara maju karena memiliki sumber daya manusianya yang unggul. Sebaliknya banyak juga negara yang dikaruniai sumber daya alam melimpah, namun tidak bisa memanfaatkannya untuk kemajuan bangsanya karena kualitas sumber daya manusianya yang rendah.

Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan. Pendidikan mampu menciptakan generasi yang unggul. Oleh karenanya, kualitas pendidikan perlu mendapatkan perhatian serius demi peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut.

Untuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Tujuan dari Permendikbud ini untuk revitalisasi pelaksanaan penerimaan peserta didik baru agar berlangsung secara lebih objektif, akuntabel, transparan, nondiskriminatif, dan berkeadilan. Hal tersebut memungkinkan terciptanya peningkatan akses layanan pendidikan.

Permendikbud ini merupakan penyederhanaan terhadap peraturan sebelumnya, juga memperbaiki beberapa ketentuan yang mengatur tata cara pelaksanaan PPDB, mulai dari persyaratan, seleksi, sistem zonasi, termasuk pengaturan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar dan jumlah rombongan belajar dalam satu satuan pendidikan.

Kompasiana Nangkring

Dalam acara Kompasiana Nangkring di Gedung Ki Hadjar Dewantara, Komplek Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin 6 Agustus 2018 yang lalu, Kepala Biro Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Bapak Ari Santoso menjadi narasumber terkait sistem zonasi pendidikan. Beliau hadir mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Muhadjir Effendy yang berhalangan datang di acara Kompasiana Nangkring ini.

Sistem zonasi pendidikan menjadi salah satu program Nawa Cita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo untuk pemerataan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan hingga ke daerah-daerah.

Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 pada pasal 16 menyebutkan, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Penetapan radius zona terdekat oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi berdasarkan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar yang ada pada masing-masing sekolah.

Sistem zonasi ini memungkinkan minimalisasi kesenjangan dan persaingan antar institusi pendidikan, baik pendidikan negeri maupun pendidikan swasta bisa. Dengan demikian, pemerataan akses pendidikan bagi semua kalangan dapat lebih terjamin.


Selama ini telah tercipta pengelompokan antara sekolah favorit dan bukan favorit dalam dunia pendidikan kita. Murid-murid yang pandai cenderung berada di sekolah tertentu, sementara sekolah yang lain memiliki murid yang kurang pandai atau biasa-biasa saja.

Hal inilah yang menciptakan 'sistem kasta' dalam dunia pendidikan. Pola pikir tersebut perlu dihilangkan sehingga di masa mendatang tidak ada lagi istilah sekolah favorit atau bukan favorit. Semua sekolah perlu memiliki kualitas yang sama.

Sistem zonasi memungkinkan para murid yang pandai tidak lagi berkumpul di satu sekolah saja (homogen), sehingga setiap sekolah akan menerima siswa yang beragam. Hal tersebut tentunya akan menghadirkan kondisi kelas yang heterogen, sehingga mampu menumbuhkan miniatur kebhinekaan di sekolah-sekolah.

atkemdikbud-ri-1-5b6c0d97d0e3ed7dd814b4d2-5b7150ea43322f4abf090b24.jpg
atkemdikbud-ri-1-5b6c0d97d0e3ed7dd814b4d2-5b7150ea43322f4abf090b24.jpg
dok. Kemendikbud
dok. Kemendikbud
Demikian juga dengan tenaga pendidik, guru yang berkualitas tidak lagi berkumpul di satu sekolah saja tetapi harus ada di semua sekolah. Kondisi murid yang heterogen menuntut para guru untuk lebih kreatif dalam kegiatan belajar mengajar. 

Manfaat lain dari sistem zonasi adalah untuk mengevaluasi kebutuhan dan distribusi guru. Guru yang berpotensial dapat dipindahkan ke sekolah daerah yang pada akhirnya mampu mendorong pemerintah daerah dalam pemerataan kualitas pendidikan.

Penyalahgunaan SKTM

Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 juga mengamanatkan sekolah yang dikelola pemerintah daerah untuk mengalokasikan tempat (kuota) dan membebaskan biaya untuk peserta didik dari kalangan keluarga tidak mampu, sebesar minimal 20 persen kepada peserta didik dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. 

Kebijakan tersebut bisa mengurangi jumlah anak putus sekolah atau anak tidak sekolah di masyarakat dengan memberikan keleluasaan bagi mereka yang tidak mampu untuk tetap mendapatkan akses pendidikan. Siswa tidak mampu dapat mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat administratif.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan zonasi tersebut masih mengalami kendala dalam pelaksanaannya di lapangan. Kebijakan zonasi menimbulkan fenomena orang tua murid yang 'memiskinkan diri' untuk mendapatkan SKTM agar anak mereka diterima oleh pihak sekolah.

Contoh kasus penyalahgunaan SKTM tersebut bukan berarti bisa dijadikan alasan untuk meyatakan bahwa aturan SKTM tidak tepat. Hal tersebut menyangkut masalah moral dan perlu dilakukan tindakan terhadap yang melanggarnya, tidak hanya kepada orang tua murid tetapi juga pejabat yang mengeluarkan SKTM.

Meskipun ada tindakan terkait kasus SKTM tersebut, murid harus tetap mendapatkan hak pendidikan dengan tetap bisa bersekolah. Selain itu, murid tersebut harus ada pendampingan psikologis jika terjadi bullying akibat kasus penyalahgunaan SKTM.

dok. pribadi
dok. pribadi
Semoga penerapan sistem zonasi ini bisa terlaksana dengan baik. Dengan demikian pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai, untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun