Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepada Mereka, Maaf Ahok Tidak Berlaku

21 Maret 2015   00:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:21 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_356643" align="aligncenter" width="534" caption="(Kompas.com)"][/caption]

Atas ucapan-ucapan umpatannya yang terlalu kasar, sampai mengeluarkan “bahasa toilet”, saat diwawancarai Aiman Witjaksono, yang disiarkan secara langsung di Kompas TV, pada Selasa, 17 Maret lalu, Gubernur DKI Jakarta, Ahok, telah menyatakan permintaan maafnya. Sedikitnya ia sudah dua kali minta maaf, yaitu saat diwawancarai langsung oleh sejumlah televisi di Balaikota DKI Jakarta, Rabu, 18 Maret, dan Kamis, 19 Maret melalui cuitannya di akun Twitter-nya.

Sebelumnya Ahok sudah menjelaskan kenapa saat acara wawancara di Kompas TV itu ia sampai tak bisa mengendalikan emosinya, meskipun sudah diperingatkan beberapakali oleh Aiman.

Ahok mengaku sudah sangat luar biasa merasa gerah dan menahan amarah dengan ulah para koruptor di DKI Jakarta, baik dari kalangan DPRD DKI, maupun di kalangan anak buahnya sendiri di Pemprov DKI Jakarta. Amarahnya itu bertambah-tambah lagi setelah ada indikasi kuat telah terjadi kongkalikong antara anggota DPRD DKI dengan anak buahnya (yang paling dicurigai adalahDeputi Gubernur Bidang Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov DKI, Sylviana Murni)  untuk menjebaknya dengan memanfaatkan istrinya, Veronica Tan, agar muncul persepsi publik bahwa ternyata Ahok juga adalah pemimpin yang tidak benar.

Yaitu, mempraktekkan nepotisme dengan menyediakan ruang rapat gubernur kepada istri dan adiknya saat rapat tentang revitalisasi Kota Tua. Ahok menduga, istrinya – yang tidak paham -- sengaja diarahkan oleh anak buahnya untuk rapat di ruangan itu; sengaja dipersilakan duduk di kursi yang biasa dipakai Ahok saat memimpin rapat, setelah itu difoto, lalu fotonya disebarluaskan di dunia maya, dengan penjelasan “istri Ahok memimpin rapat ...”.

Nepotisme adalah saudara kandung dari kolusi, dan korupsi. Sehingga dari momen dan foto tersebut hendak diberi kesan ke publik bahwa Ahok juga bukan pemimpin yang bersih, karena juga menjalankan praktek KKN.

Apalagi sebelumnya panitia hak angket DPRD DKI Jakarta yang diketuai oleh politisi dari Fraksi Partai Hanura, Ongen Sangaji, sudah berancang-ancang untuk memanggil Veronica dengan alasan untuk diminta keterangannya terkait penyaluran bantuan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).

Tampaknya DPRD DKI itu berupaya menciptakan kesan bahwa ada indikasi korupsi dilakukan oleh Veronica berkolusi dengan suaminya, Ahok, terkait penyaluran dana CSR itu. Padahal hak angket itu diadakan untuk meminta pertanggungjawabkan Ahok yang dianggap menyampaikan dokumen RAPBN ke Menteri Dalam Negeri dengan menyalahi Undang-Undang. Setelah banyak yang mengecam renacana itu, panitia hak angket DPRD DKI itu membatalkan pemanggilan tersebut.

Inilah yang kemungkinan besar yang membuat Ahok benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya lagi sehingga diekspresikaan saat diwawancarai Kompas TV, dengan beberapakali melontarkan “bahasa toilet”-nya itu.

Ahok melihat para koruptor itu, baik di DPRD, maupun di Pemprov DKI Jakarta (anak buahnya) telah melakukan persengkongkolan jahat untuk menusuknya dari belakang. Mereka selalu menampilkan dirinya sebagai sosok-sosok yang santun dalam bertutur kata dan tampak religius untuk mengkamuflasekan korupsinya yang luar biasa. Lalu, untuk melawan Ahok secara diam-diam, mereka pun memperalat istrinya yang pasti sangat dikasihinya itu, sebagai “umpan” untuk menjebaknya, demi menciptakan imej buruk kepada Ahok.

Bukan tak mungkin kelak, anak-anak Ahok pun bisa saja dimanfaatkan entah dengan cara bagaimana, untuk menjerumuskan Ahok sebagai gubernur yang tak benar.

Itulah yang kemungkinan besar membuat Ahok sangat marah, istrinya yang tidak tau apa-apa, yang tidak ikut-ikut dalam perseteruannya dengan DPRD DKI – sesungguhnya juga dengan staf tertentunya di Pemprov DKI Jakarta, hendak ditarik masuk ke dalam perseteruan itu dengan menjadikannya sebagai “tumbal” untuk menjerumuskan suaminya.

“Ini jelas dirancang. Istri saya tidak pernah masuk untuk (rapat) ke sana. Istri saya pun digiring untuk ke sana. Orang kalap pengen bikin opini seolah saya tidak betul," kata Ahok dalam wawancara dengan Kompas TV itu.

Kemarahan Ahok bertambah-tambah, rasa curiganya semakin mengental, ketika meminta rekaman CCTV untuk memastikan bagaimana proses istri dan adiknya hadir dalam rapat, tetapi oleh anak buahnya itu dijawab rekaman CCTV itu sudah dihapus.

"Begitu saya mau minta rekaman CCTV buat lihat proses istri saya masuk, dibilang sudah dihapus. Kan padahal ada CCTV semua, mulai dari masuk ruangan," kata Ahok.

Ahok layak curiga, karena memang janggal, ada apa dan kenapa anak buahnya itu begitu cepat menghapus rekaman CCTV menyangkut proses datang dan masuknya Veronica Tan itu ke ruangan rapat gubernur tersebut. Adakah yang ditakuti dari rekaman tersebut sehingga cepat-cepat dihapus?

"Saya masuk ke politik karena itu, saya bisa masuk ke politik karena kemarahan. Saya sebagai pengusaha enggak mampu menolong orang miskin, makanya jujur saja, saya jadi politisi di tengah kemarahan. Kemarahan melihat oknum pejabat yang korup, tapi santun luar biasa dan rakyat begitu miskin, makanya saya marah. Itu kemuakan hati saya saja, makanya saya enggak bisa nahan (amarah) ya keluar (‘bahasa toilet’)," jelas Ahok mengenai kemarahannya sampai melontarkan kata-kata “bahasa toilet” itu. (Kompas.com).

Namun demikian, setelah semua itu berlalu, Ahok pun menyatakan permintaan maafnya kepada masyarakat Jakarta atas kata-katanya yang terlalu kasar dengan “bahasa toilet” sebagaimana saya sebutkan di awal artikel ini.

Ahok dua kali menyatakan permintaan maafnya itu, pertama di hadapan sejumlah wartawan yang meliputnya di Balaikota DKI Jakarta, dan yang kedua melalui akun Twitter-nya, yang dikirim sekitar pukul sembilan pagi, Jumat, 20 Maret kemarin.

Tetapi, di akun Twitter-nya itu Ahok menyatakan maafnya itu tidak berlaku untuk semua masyarakat Jakarta. Ada dari mereka yang dikecualikan dari permintaan maaf itu. Kepada mereka Ahok taksudi meminta maaf, meskipun umpatan “bahasa toilet” itu sudah dilontarkan.

Pertama Ahok mencuitkan permintaan maafnya itu dengan kalimat sebagai berikut: “Saya minta maaf kepada publik atas kejadian saat wawancara beberapa hari lalu. Saya sedang sangat kesal dgn kemunafikan”.

Saat artikel ini dibuat, cuitan ini sudah di-re-tweet- lebih dari 3.000 kali, dengan lebih dari 1.000 favorit

Kemudian Ahok menyusulkan dengan cuitan keduanya, yang berbunyi: Tapi sikap saya jelas, untuk para koruptor dan kemunafikan, saya tdk akan pernah minta maaf utk ketidaksantunan saya terhadap mereka”.

14268735801880577243
14268735801880577243

Saat menjelang rapat mediasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD DKI Jakarta di Gedung Kantor Kementerian Dalam Negeri, pada 4 Maret lalu, saat mendatangi gedung tersebut, rupanya Ahok tertarik dengan sebuah banner yang diletakkan di dekat tangga naik ke lantai dua, tempat rapat mediasi itu akan dilangsungkan pada saat itu. Saking tertariknya, Ahok lalu memotret dengan ponselnya, lalu diunggah di akun Twitter-nya. Banner yang mungkin bagi anggota-anggota DPRD DKI dan pejabat-pejabat Pemprov DKI Jakarta tertentu, merupakan sesuatu yang sangat tidak menarik. Bahkan mungkin pula dihindari dengan pura-pura tidak melihatnya, karena itu menyinggung mereka.

Inilah banner yang difoto oleh Ahok tersebut:

14268734742113494971
14268734742113494971
Banner antikorupsi di Gedung Kemendagri, difoto Ahok, lalu diunggah di akun Twitter-nya, 4 Maret 2015

Mereka yang tidak tertarik dengan banner itu, karena merasa tersinggung, pasti adalah termasuk di dalam pengecualiaan permintaan maaf Ahok tersebut. Mereka yang koruptor itu layak disejajarkan dengan “bahasa toilet” terebut. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun