Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Lebih dihargai PAN dan Demokrat

13 Mei 2015   08:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak seperti partai politiknya sendiri, PDIP, Jokowi betul-betul lebih dihargai oleh parpol lain, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Tentu saja ia dihargai sebagai seorang Presiden Republik Indonesia yang sah, bukan sebagai petugas partainya.

PAN mewujudkan apresiasi mereka terhadap Jokowi sebagai Presiden RI saat ia diundang menghadiri pelantikan DPP PAN dan Rapat Kerja Nasional I DPP PAN, yang diselenggarakan pada Rabu, 6 Mei 2015, di gedung Balai Sudirman, Jalan Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan. Sebagaimana lazimnya jika Presiden diundang dalam acara seakbar Rakernas atau kongres sebuah parpol, ia pasti diberi kesempatan untuk berpidato. Demikian juga saat Jokowi diundang di Rakernas DPP I PAN tersebut, ia diberi kesempatan untuk berpidato sebagai seorang Presiden.

[caption id="attachment_365664" align="aligncenter" width="673" caption="Presiden Jokowi saat menyampaikan pidatonya di acara pelantikan DPP PAN dan Rakernas PAN, di Jakarta, Rabu, 6 Mei 2015 (liputan6.com)"][/caption]

Saat benyampaikan pidatonya itu, Jokowi sempat membuat kejutan kecil dan membuat hadirin tertawa, dengan menyerukan yel-yel PAN, dengan berseru: “Kader!”, yang langsung disambut oleh ribuan hadirin dengan: “Siapp!” kemudian tertawa.

Ketua PAN Zulkifli Hasan yang duduk di samping Megawati, Ketua Umum PDIP yang ikut hadir di acara tersebut pun, ikut tertawa dan bertepuk tangan, sedangkan reaksi Mega justru memasang ekspresi wajah kecut.

[caption id="attachment_365666" align="aligncenter" width="639" caption="Ekspresi wajah kecut Megawati saat pidato Presiden Jokowi di Rakernas PAN (YouTube)"]

14314793631463274358
14314793631463274358
[/caption]

Demikian juga dengan Partai Demokrat. Saat Jokowi akhirnya hadir di Kongres IV Partai tersebut pada Selasa malam kemarin (12/05/2015), di Hotel Shangri-La, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Jokowi  begitu dihargai sebagai seorang Presiden RI dengan diberi kesempatan untuk membuka kongres tersebut, yang ditandai dengan pemukulan gong sebanyak lima kali olehnya, sebelum juga diberi kesempatan untuk berpidato. Saat pemukulan gong itu, Jokowi didampingi oleh Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, EE Mangindaan, Syarief Hasan, Edhie Baskoro Yudhoyono, dan mantan Wakil Presiden Boediono.

"Saya berusaha keras hadir di tiap kongres, munas, atau muktamar partai politik karena bukan hanya dalam rangka proses konsolidasi demokrasi, tapi juga dalam rangka bernegara sesuai konstitusi," demikian antara lain yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya itu. Di bagian ini Jokowi hendak mengingatkan kepada semua orang bahwa sebagai presiden berdasarkan konstitusi negara ia harus berada di antara semua golongan apapun aliran politiknya dalam kerangka menjalankan kehidupan demokrasi dan bernegara yang baik dan benar.

Presiden Jokowi baru memutuskan hadir di acara Kongres IV Partai Demokrat itu hanya beberapa jam sebelum kongres tersebut dimulai. Keputusan bertolak ke Surabaya diambil secara mendadak setelah acara pelepasan di Bandara Jackson Port Moresby, Papua Niugini, Selasa pagi waktu setempat. Akibatnya, kedatangan Jokowi di Pangkalan TNI AL Juanda, Surabaya, pun tanpa penyambutan. Pesawat kepresidenan itu mendarat sekitar pukul 14.30 WIB. Mungkin ini kejadian pertama dalam sejarah seorang Presiden datang ke sebuah daerah tanpa mendapat sambutan yang semestinya.

Tak adanya penyambutan ini disebabkan protokoler dan biro pers hanya mempersiapkan kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan akan ke Surabaya jika Presiden berhalangan (Kompas.com).

SBY pun merasa sangat senang dan tersanjung dengan kedatangan Jokowi tersebut, dengan memberi meminta kepada Jokowi yang membuka kongres partainya itu. "Atas nama keluarga besar Partai Demokrat, saya ucapkan terima kasih kepada Pak Presiden yang hadir, memberikan sambutan, dan akan membuka kongres ini," ucap SBY saat berpidato dalam acara tersebut.

[caption id="attachment_365667" align="aligncenter" width="700" caption="Presiden Jokowi saat berpidati di pembukaan Kongres Partai Demokrat, di Surabaya, Selasa, 12 Mei 2015 (Kompas.com)"]

14314794412048073622
14314794412048073622
[/caption]

SBY mengatakan, dirinya memahami kesibukan Jokowi dalam menjalankan tugas sebagai kepala negara. Karena itulah, ia merasa sangat tersanjung karena Jokowi tetap menyempatkan diri membuka kongres di sela-sela padatnya agenda kerja seorang presiden.

Kehadiran Jokowi di Kongres IV DPP Partai Demokrat ini bisa jadi juga menunjukkan bahwa ia sesungguhnya tidak menghayati sebutan yang pernah ditegaskan oleh Ketua Umum partainya sendiri, PDIP, Megawati Soekarnoputri, yaitu bahwa meskipun ia adalah Presiden RI, ia tak lebih daripada seorang petugas partai di mata Sang Ketua Umum dan PDIP.

Sebab jika Jokowi benar-benar menghayati posisinya sebagai petugas partainya itu, kemungkinan besar ia juga tidak akan hadir di Kongres Demokrat itu, memenuhi undangan SBY, apalagi sampai membuka Kongres itu, dan menyampaikan pidatonya. Seturut dengan keputusan Ibu Ketua Umum yang lagi-lagi menolak uluran tangan perdamaian SBY, “sang musuh bebuyutannya”  yang secara khusus telah mengundangnya untuk menghadiri Kongres tersebut.

Alasan resminya jelas alasan klise, yaitu super sibuk, sehingga tidak bisa menghadiri acara itu. Tetapi, orang lebih percaya kalau itu hanyalah alasan yang dibuat-buat untuk tidak sudi hadir memenuhi undangan SBY itu. Kalau mau, pastilah bisa mengatur waktu untuk bisa memenuhi undangan SBY tersebut. Semoga saja kedatangan Jokowi di Kongres Partai Demokrat itu tidak malah membuat Mega semakin tak suka dengannya.

Padahal publik menanti-nanti, pada akhirnya Megawati bisa melunak hatinya, melupakan dendam terpendamnya kepada SBY yang tertanam sejak 2004 itu, hadir di Kongres itu, sekaligus menjadi langkah awal rekonsiliasi nasional di antara keduanya, sebagai dua pimpinan dua partai besar, yang masing-masing juga sebagai mantan presiden. Memberi contoh kepada rakyat, bagaimana mengakhiri suatu perseteruan. Masa dendam dan perseteruan itu mau di bawah sampai mati? (baca artikel: SBY dan Megawati, Dendam Kalian Mau Dibawa Sampai Mati?)

Penghargaan PAN dan Demokrat terhadap Jokowi sebagai Presiden RI sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar dan seharusnya demikian, yaitu di acara seakbar Rakernas dan kongres seperti itu sepatutnya Presiden diundang, dan diberi kesempatan untuk berpidato.

Hal yang lazim itu, justru tidak dilakukan PDIP sendiri sebagai partainya Jokowi, yang tentu saja sekaligus sebagai pendukung utamanya. Maka suatu ironisme pun terjadilah.

Saat Kongres IV PDIP yang berlangsung di Bali (9 April – 12 April 2015), Jokowi diperlakukan sedemikian rupa sehingga seolah-olah nyaris tak tersisa lagi statusnya sebagai seorang Presiden RI yang sah. Di Kongres PDIP itu posisi Jokowi justru direndahkan menjadi lebih rendah dari para petinggi PDIP, terutama Megawati sebagai Ketua Umum.

Padahal meskipun benar itu sebuah acara partai politik (PDIP) dan Jokowi adalah kadernya yang tidak punya posisi di partainya itu, tetap saja kehadiran Jokowi di sana tidak bisa dilepaskan sama sekali dari jabatannya sebagai seorang Presiden RI. Jokowi harus tetap dihargai dan dihormati selayaknya seorang Presiden.

Saat rombongan memasuki ruangan kongres saja, Jokowi dibiarkan berjalan di belakang Megawati. Sesuatu yang tidak lazim dalam protokoler kenegaraan.

Demikian juga acara yang sebelum direncanakan diisi dengan pidato Presiden (sesuatu yang lazim jika Presiden hadir), mendadak ditiadakan. Padahal berdasarkan susunan acara yang tercantum di undangan, Jokowi bersama stafnya sudah mempersiapkan pidatonya untuk dibacakan di acara Kongres itu

Menurut laporan Majalah Tempo edisi 13-19 April 2015,  untuk menyusun draf pidato itu, Jokowi mengajak Sekretaris Kabinet Pratikno, yang didampingi dua anggota stafnya, untuk berdiskusi. Disepakati tema yang dimasukkan di dalam pidato Jokowi itu adalah tekad pemerintah memberantas korupsi. Salah satu bagian draf teks pidato yang sedianya akan dibacakan Jokowi itu adalah: “Sebagai panglima tertinggi, saya ingin Polri bersih”.

Seorang saksi pertemuan itu mengatakan, Jokowi tak keberatan dengan kalimat itu. Bahkan dia berkata, “Tak ada kalimat yang lebih keras lagi, ya?” Namun naskah pidato itu kemudian menjadi pidato presiden yang tidak pernah dibacakan.

Ketika dikonfirmasikan langsung ke Jokowi, kenapa saat kongres itu tidak jadi berpidato padahal naskahnya sudah disiapkan, Jokowi  menjawab: “Ya, ditanyakan ke panitia. Kok, tanya ke saya? Hahaha … “.

Mungkin saja, sebelum berpidato, naskah pidato tersebut disensor terlebih dulu oleh sang Ketua Umum, dan ternyata tak lolos sensor, karena, meskipun tak langsung,  menyinggung-nyinggung soal Budi Gunawan dikaitkan dengan Polri yang bersih,  maka itu sesi pidato Presiden itu pun mendadak dibatalkan begitu saja. Teks pidato yang tak jadi dibacakan itu, yang menyatakan “Sebagai panglima tertinggi …” itu seolah dikoreksi oleh Ibu ketua Umum, dengan penegasan bahwa semua kader PDIP yang sekaligus pejabat negara (termasuk Presiden) adalah petugas partai! “Jika tidak mau disebut petugas partai, silakan keluar!”.

Meskipun diperlakuan sampai sedemikian rupa Jokowi tetap sabar dan merendah, ia tanpa sungkan menuangkan teh ke sebuah cangkir di hadapan Megawati, dan Mega pun menikmati pelayanan petugas partainya itu. *****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun