Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bebalnya Amien Rais, dkk

10 Maret 2021   22:00 Diperbarui: 10 Maret 2021   22:03 4428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Amien Rais dkk dengan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Selasa, 9/3/2021 (Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden)

Belum puas mereka berencana hendak ke DPR untuk mengadu hal serupa. Setelah sebelumnya bahkan mau melaporkankan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional.

Kenapa mereka begitu bersikap bebal?

Ya, sikap TP3 itu lebih tepat disebut sebagai sikap bebal, dari sikap dari suatu keyakinan.

Jelas-jelas Undang-Undang Pengadilan HAM telah mensyaratkan bagaimana suatu kejahatan pembunuhan dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan HAM berat, yaitu harus memenuhi unsur-unsur struktural, sistematis dan masif (Pasal 9 UU Pengadilan HAM).

Sedangkan kasus pembunuhan terhadap empat laskar FPI oleh polisi itu berdasarkan temuan Komnas HAM tidak memenuhi ketiga unsur tersebut, sehingga tergolong kejahatan pelanggaran HAM biasa, atau tindak pidana pembunuhan biasa, tetapi tetap saja mereka ngeyel harus digolongkan sebagai kejahatan HAM berat.

Kemungkinan sikap TP3 itu berangkat dari keinginan untuk memperburuk citra pemerintahan Presiden Jokowi yang memang begitu mereka benci sekaligus untuk membalas dendam kepada tiga polisi yang menembak mati enam laskar FPI itu.

Suatu pemerintahan jelas akan sangat tidak baik citranya di mata dunia jika terbukti telah melakukan pelanggaran HAM berat. Suatu hal yang sudah lama sangat diharapkan oleh Amien Rais, dkk.

Ancaman hukuman terhadap pelanggaran HAM berat berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, hukuman penjara paling singkat 10 tahun, dan paling lama 25 tahun.

Sedangkan sesuai rekomendasi Komnas HAM, kasus pembunuhan terhadap empat orang laskar FPI itu bukan tindak pidana pelanggaran HAM berat, melainkan tindak pidana biasa yang diatur di KUHP. Pasal 338 KUHP tentang ancaman hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan biasa adalah hukuman maksimal 15 tahun penjara, sedangkan hukuman minimalnya tidak diatur. Sehingga hakim bisa saja memvonis ringan pelaku pembunuhan biasa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM hanya akan dibentuk jika ada tindak pidana pelanggaran HAM berat. Jadi, pengadilan HAM hanya khusus untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 4). Bukan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM ringan diatur di KUHP sebagai tindak pidana biasa, dan diadili di pengadilan negeri.

TP3 tentu tak sudi terima jika citra pemerintahan Presiden Jokowi tak  terpengaruh atas kasus tewasnya enam laskar FPI itu. Padahal mereka sudah berharap banyak dan optimis, momentum peristiwa itu akan menghancurkan reputasi dan citra Presiden Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun