Ada amalan yang jadi pembeda antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, yaitu "niat". Menurut Imam Syafi'i yang dimaksud niat adalah menyengaja untuk melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya. Niat bukan hanya ucapan semata tanpa makna, tetapi harus diteguhkan dalam hati untuk melaksanakan suatu ibadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Oleh sebab itu, niat menjadi dasar sahnya satu ibadah.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dikatakan, Innamal a'malu binniyat yang artinya "sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya". Kalimat tersebut berpasangan dengan kalimat berikutnya, yaitu wa innama likullimri'in maa nawaa, yang artinya "dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya".
Dua kalimat dalam hadis tersebut mempertegas pentingnya niat dalam setiap perbuatan. Tanpa adanya niat, perbuatan sepenting apa pun menjadi tidak berarti apa-apa bahkan menjadi sia-sia.
Demikian juga dalam ibadah puasa, niat disebut dengan tabyit yaitu bertekad (azzam) dalam hati untuk melaksanakan puasa di esok hari. Namun cara mengamalkannya berbeda dengan niat untuk ibadah lainnya seperti misalnya shalat.
Pada pelaksanaan ibadah shalat niat dilakukan persis atau hampir bersamaan waktunya dengan ketika memulai shalat. Sedangkan untuk ibadah puasa, niat dilakukan pada malam hari sebelum puasa dilaksanakan pada hari esoknya.
Dalam hadis riwayat Ad-Daruqutni dikatakan, "Tidak sah puasa bagi siapa yang tidak meniatkan puasa (pada sebagian malam)". Juga dalam hadis riwayat An-Nasai, "Barangsiapa yang tidak 'tabyit' (menjatuhkan niat pada malam hari) sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya."
Dari penjelasan tersebut sebenarnya tabyit merupakan amalan yang sangat penting, meskipun keberadaannya di bulan ramadan tidak sepopuler buka puasa atau sahur dengan berbagai variasi serta aneka macam menunya. Sehingga tabyit sering tidak diperhatikan hingga terlupakan begitu saja. Padahal ia menjadi kunci utama dalam melaksanakan ibadah puasa.
Ibadah puasa dalam Islam ada yang hukumnya wajib dan yang sunnah. Berkenaan dengan tabyit terdapat perbedaan yang sangat mendasar terkait waktu mengamalkannya.
Untuk puasa wajib seperti puasa ramadan, puasa qadha, atau puasa nadzar, sahnya puasa apabila tabyit diamalkan pada malam hari sesuai dengan sabda Nabi SAW. Para jumhur ulama sepakat dengan hal itu disebabkan karena kesulitan dalam menentukan masuknya terbit fajar secara tepat.
Bagi yang menunaikan shalat tarawih berjamaah di masjid, biasanya tabyit puasa ramadan ini diucapkan bersama-sama ketika selesai menjalankan shalat witir setelah menuntaskan lebih dahulu shalat tarawih dan dipimpin langsung oleh imam shalat.
Untuk puasa sunnah, tabyit tidak wajib diamalkan pada malam hari. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi SAW dalam hadis riwayat Muslim, ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Aisyah RA, "Apakah ada makanan?". Aisyah menjawab, "Tidak ada."Â Lantas Rasulullah SAW berkata, "Kalau begitu, aku berpuasa."
Hadis itu menunjukkan bahwa puasa sunnah tetap dianggap sah sekalipun tabyit diamalkan setelah terbit fajar, dengan catatan yang bersangkutan belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Lantas bagaimana dengan tabyit puasa ramadan untuk sebulan penuh ?
Imam Malik dan ulama Malikiyah berpendapat bahwa tabyit puasa Ramadan tidak wajib dilakukan setiap hari selama bulan Ramadan, karena semua hari di bulan ramadan adalah sama seperti satu hari. Maka tabyit berpuasa ramadan cukup dilakukan satu kali di malam pertama saja untuk puasa selama satu bulan penuh. Begitu pula tabyit tidak perlu diperbarui setiap malam.
Sedangkan menurut Imam Syafi'i termasuk semua ulama Syafi'iyah sepakat tentang wajibnya tabyit puasa Ramadan dilakukan setiap malam selama bulan puasa. Dimulai sejak waktu Maghrib tiba hingga waktu sebelum subuh, karena setiap satu hari di Bulan Ramadan merupakan ibadah mustaqillah (berdiri sendiri) sehingga tidak dapat dikaitkan dengan hari sebelumnya atau sesudahnya. Karena itu mengucapkan tabyit puasa ramadan hanya pada awal hari pertama bulan ramadan untuk seluruh hari bulan ramadan dinilai tidak cukup.
Lebih tegas lagi menurut Imam al-Zayyadi tabyit puasa ramadan selama satu bulan (jami'a syahri ramadhan) yang diamalkan pada malam ke satu bulan Ramadan, maka tabyitnya dianggap tidak cukup. Namun untuk antisipasi jika seseorang lupa mengucapkan tabyit di malam hari, ada baiknya ia berniat puasa untuk seluruh hari selama bulan Ramadhan. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI