Kondisi ini mencerminkan bahwa praktik korupsi, baik di sektor birokrasi maupun politik, masih menjadi masalah serius. Skandal korupsi kerap melibatkan pejabat tinggi, partai politik masih dibayangi praktik transaksional, dan pelayanan publik sering terhambat oleh pungutan liar. Ketidakpuasan masyarakat terhadap ketidakadilan dan kesenjangan sosial pun semakin memperlebar jurang kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Bisakah Indonesia belajar dari Denmark? Setidaknya ada beberapa gagasan strategis yang dapat diupayakan Indonesia untuk meningkatkan peringkat Indeks Persepsi Korupsi dari tahun ke tahun:
Reformasi Birokrasi yang Konsisten
Penempatan posisi pejabat publik mestilah berdasarkan merit dan kompetensi, bukan kedekatan politik apalagi nepotisme. Perlu dibangun sistem meritokrasi yang kuat sehingga pucuk-pucuk pimpinan pejabat publik terpilih melalui jenjang karir yang terukur dan berintegritas. Selanjutnya diberlakukan penguatan sistem digitalisasi pelayanan publik untuk mengurangi kontak langsung yang rawan pungli.
Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
KPK, kejaksaan, dan peradilan harus independen dan terbebas dari intervensi politik. Sebagai pilar ketiga dalam negara demokrasi, lembaga yudikatif benar-benar terpisah dari dua pilar lainnya, eksekutif dan legislatif. Sehingga penegakan hukum yang dijalankannya benar-benar objektif tanpa khawatir dicampuri oleh pihak mana pun. Kemudian perlu diterapkan hukuman yang berat bagi pelaku korupsi, termasuk penyitaan aset hasil kejahatannya.
Transparansi dan Akses Informasi Publik
Semua dokumen anggaran harus terbuka dan dapat diakses oleh publik, baik itu pers, akademisi kampus, LSM dan masyarakat luas. Sehingga semua proyek pemerintah dapat diawasi dengan terang-benderang oleh publik. Dengan demikian partisipasi media dan masyarakat sipil perlu terus didorong dan difasilitasi dalam pengawasan.
Pendidikan Antikorupsi Sejak Dini
Untuk menumbuhkan kepedulian dan rasa sensitif publik akan literasi korupsi perlu upaya menanamkan nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam kurikulum sekolah, bahkan sejak usia dini. Hal ini akan membiasakan generasi muda untuk kritis terhadap penyalahgunaan wewenang.
Mengurangi Kesenjangan Sosial