Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahasa "Tarzan" Lebih Efektif untuk Komunikasi?

10 Desember 2017   07:00 Diperbarui: 10 Desember 2017   07:04 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(source:hitono-wa.jp)

Diantara makhluk primata, manusia-lah yang paling kelihatan bagian putih dari matanya. Makhluk primata yang lain seperti kera, orang utan, gorila,  tidak kentara bagian putih dari matanya karena di alam liar, bila bagian putih dari mata kelihatan maka akan sangat rugi atau tidak menguntungkan.

Kenapa bisa rugi ?

Penjelasannya begini. Bila dia sedang mengincar lawannya, maka jika putih matanya terlihat jelas, akan berakibat gerakan matanya menjadi sangat kentara (gampang ketahuan). Akibatnya, lawannya itu kemudian bisa tahu/sadar bahwa dia sedang diincar sehingga dia pun lalu menghindar atau menjauh.

Lalu, kenapa kalau ada resiko seperti itu manusia justru sangat kelihatan bagian putih dari matanya ? Jawabannya hanya satu, karena manusia itu makhluk yang paling getol berkomunikasi, terutama komunikasi untuk untuk mempertahankan hidup. Karena itu, manusia berani untuk blakblakan dan tidak takut ketahuan bahwa dia melihat ("mengincar") lawan bicaranya. Dengan berani blakblakan itu, manusia pada dasarnya ingin menjalin hubungan sosial, karena kodrat manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia memberi isyarat kepada lawan (bicara)-nya bahwa dia ingin berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial.

Benarkah komunikasi nonverbal paling penting ?

Albert Mehrabian (Prof. Emeritus UCLA) seorang psikolog Amerika, pada tahun 1971 menulis laporan dalam jurnal ilmiah tentang komunikasi. Dia mengatakan jika komunikasi antara 2 pihak dilakukan secara (berhadapan) langsung maka menurut penelitian ilmiah yang dia lakukan, persentase unsur yang menentukan adalah 7% nya verbal (konteks atau isi dari pembicaraan), 38% vocal (cara berbicara, intonasi) dan 55% informasi visual (body language). Ini biasanya disebut dengan Hukum 7-38-55 (Verbal-Vocal-Visual) atau disebut Hukum 3V.

Hasil dari penelitian ini banyak dikutip dan disajikan dalam berbagai macam seminar maupun dalam bentuk tulisan di artikel. Di Jepang sendiri bahkan ada buku yang diterbitkan untuk mengulas hal ini, yang judul bahasa Jepangnya berbunyi "Hito wa mita me ga kyuu wari" atau terjemahan bebasnya adalah "penampilan orang itu 90% menentukan siapa dia". Catatan, 90% itu didapat dari jumlah persentase Vocal+Visual (38+55) dari Hukum 3V yang disebutkan di paragraf sebelumnya.

Namun sebenarnya hasil penelitian Mehrabian tersebut dilakukan dalam konteks yang tertentu. Pertama, penelitian dilakukan untuk melihat apa dan bagaimana perasaan seseorang (rasa suka, rasa benci) itu dapat ditularkan kepada lawan bicara waktu berkomunikasi. Kedua, dari konteks pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara, sebenarnya lawan bicaranya bisa mengambil kesimpulan bermacam-macam. Artinya bukan informasi yang disampaikan oleh pembicara yang penting, namun perasaan atau sikap dalam penyampaian informasi itu yang menjadi fokus dari penelitian Mehrabian.

Jadi kesimpulan dari penelitian tersebut (Hukum 3V), tidak bisa begitu saja diterapkan langsung dalam praktik kehidupan (komunikasi) sehari-hari. Namun yang pasti, inti dari penelitian tersebut dapat kita ambil dan aplikasikan. Yaitu, dalam komunikasi, komponen Verbal, Vocal dan Visual akan saling bergantungan dan melengkapi. Tidak ada satu komponen pun yang lebih penting (utama) dari komponen yang lain.

Bahasa Jepang sebagai alat komunikasi

Seperti yang saya tulis di bagian awal, untuk mempertahankan hidup (bisa dibaca juga : supaya dapur tetap "ngebul") sebagai makhluk yang bernama manusia , karena saya hidup di Jepang maka saya mau nggak mau harus berurusan dengan bahasa Jepang. Selama pengembaraan, saya menemukan bahwa bahasa Jepang sebagai alat komunikasi memang unik sekaligus juga sulit untuk dipahami (bagi saya lho). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun