Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rendahnya Daya Beli Mengusik Solidaritas di Tengah Pandemi

15 April 2020   21:04 Diperbarui: 15 April 2020   21:02 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Target dadakan yang terlihat di Jalanan--dokpri

"A collection of peace where we could live. A collection of hope for us to give. A collection of words that mean we care. A collection of love for us to share. Recognize all equality. Vocalize solidarity. Exercise your tranquillity. Glamourize all of love's needs"

(Collection of Goods-Collective Soul)

Warga waspada--dokpri
Warga waspada--dokpri

Ayam 

Harga ayam potong jenis broiler sempat menyentuh angka terendah di berbagai daerah di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir, dengan nilai nominal yang cukup variatif di kisaran belasan ribu rupiah, bahkan di level peternak harganya hingga jauh dibawah sepuluh ribu rupiah akibat merebaknya wabah Covid-19.

Menurut Ujang Fakih, mantan pelaku usaha ternak, modal untuk menjadi 1kg  daging ayam dibutuhkan setidaknya 17-19ribu rupiah. 

Bisa dibayangkan berapa kerugian yang harus ditanggung oleh para peternak? Sementara dua minggu yang lalu di tingkat peternak di wilayah Kabupaten Tasikmalaya 1kg ayam dihargai antara 4-7ribu rupiah.

Target dadakan, pedagang keliling--dokpri
Target dadakan, pedagang keliling--dokpri
"Harga DOC saja sekitar enam atau tujuh ribuan jika tidak salah, belum pakan, vitamin, biaya pemeliharaan dan ongkos-ongkos" Ujang menjelaskan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya (15/4).

Anjloknya harga ayam menjadi perhatian warga di kampung, selain karena banyaknya peternak ayam yang mengeluhkan hal ini, ada pula yang merasakan kekhawatiran, rasa yang lahir dari kepekaan dan analisa.

"Saya khawatir, jika peternak merugi, mereka tak punya passion lagi untuk melanjutkan usahanya," ungkap Agus (30), warga Kudang, Sukaratu yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual mie ayam di sekolah-sekolah (14/4).

Kekhawatiran tersebut tentu beralasan, sebab bila peternak atau petani berhenti produksi karena tak lagi punya modal akibat menderita kerugian, lantas siapa lagikah yang menjadi garda terdepan dalam ketahanan pangan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun