Mohon tunggu...
W. Sindu Pradana
W. Sindu Pradana Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pegawai Negeri Sipil

Selanjutnya

Tutup

Nature

Air Sungai, Riwayatmu Kini dan Nanti

6 Agustus 2014   16:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:17 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Air merupakan sumber kehidupan mahkluk hidup, tanpa air tidak akan ada kehidupan di dunia ini. Manusia sanggup bertahan selama satu minggu tanpa makan tetapi hanya mampu bertahan selama dua hari tanpa minum. Begitu pentingnya air bagi kehidupan, tetapi masih banyak dari kita yang tidak peduli dan bersikap masa bodoh terhadap ketersediaan air yang bersih terbebas dari pencemaran. Di kehidupan kita sehari-hari sering ditemukan orang-orang yang dengan santainya tanpa rasa bersalah sedikitpun membuang sampah pada aliran sungai. Kalau kita amati secara seksama prilaku membuang sampah sembarangan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat kelas bawah tapi juga terjadi pada masyarakat kelas atas.

Di daerah dimana saya tinggal saya sering menyaksikan aliran sungai yang kering karena kemarau dipenuhi dengan tumpukan sampah mulai dari sampah dedaunan sampai sampah rumah tangga. Miris melihatnya tetapi apa daya himbauan dari pemerintah yang dipasang di tepian sungai agar masyarakat tidak membuang sampah di sungai hanya jadi pemanis belaka. Seperti orang tua melarang pada anak yang masih kecil dan belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk, larangan seolah-olah berubah menjadi perintah, “Dilarang membuang sampah di sungai” seolah berubah menjadi “Buanglah sampah di sungai”.

Entah cara apa lagi yang harus ditempuh untuk menyelamatkan sungai ini dari sampah-sampah yang bisa membahayakan kualitas air dan bisa menyebabkan bahaya banjir jika terjadi hujan lebat. Nampaknya status pendidikan seseorang tidak ada korelasinya dengan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan tetap bersih. Pengalaman di keluarga saya bisa jadi bukti dimana mertua saya adalah orang yang berpendidikan tinggi sampai strata-2 tetapi masih mempercayai mitos bahwa popok pampers dari bayi dilarang dibakar dan harus dibuang di sungai karena akan menyebabkan pantat si-bayi jadi ruam. Saya berani mengatakan ini mitos karena saya melarang istri saya membuang sampah popok pampers anak saya di sungai, saya buang popok itu di tempat sampah dan sampai saat ini usia anak saya menginjak 3 tahun alhamdulillah anak saya baik-baik saja.

Bahkan dengan seolah-olah main tebak-tebakan dengan adik ipar saya di hadapan mertua tentang mitos atau fakta kalau membuang popok di tempat sampah atau di bakar akan menyebabkan ruam pada bayi agar mertua saya sadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini bisa mencemari lingkungan tetapi sampai saat ini keyakinan itu tidak pernah goyah. Popok cucu ke-duanya tetap dibuang di sungai. Bisa dibayangkan apabila masih banyak orang lain yang mempunyai pikiran dan kepercayaan seperti itu apa jadinya lingkungan kita 10 atau 20 tahun lagi.

Semoga kita bisa menjadi contoh di keluarga dalam menjaga ketersediaan air yang berkualitas sehingga generasi penerus kita masih menikmati jernihnya air sungai yang mengalir sampai jauh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun