Di Balik Semarak Simbol, Mengapa Genggaman Umat pada Islam Terasa Melonggar?
Di satu sisi, kita menyaksikan semaraknya simbol-simbol Islam di ruang publik. Industri fesyen muslim berkembang pesat, label halal menjadi standar, dan pengajian akbar tak pernah sepi peminat. Namun, di sisi lain, sebuah kekhawatiran senyap mulai terasa: pandangan hidup (worldview) Islam yang seharusnya menjadi kompas kehidupan, terasa semakin melemah genggamannya di hati dan pikiran sebagian besar masyarakat.
Fenomena ini adalah sebuah paradoks. Secara kuantitas dan simbol, Islam tampak "naik daun". Namun secara kualitas dan substansi, banyak nilai-nilai fundamentalnya yang tergerus oleh arus zaman. Kita melihat individu yang bersemangat membela agamanya di media sosial, namun abai pada salat lima waktu. Kita menemukan keluarga yang sangat peduli pada makanan halal, namun permisif terhadap tontonan yang jelas-jelas bertentangan dengan adab Islami.
Inilah yang disebut sebagai pendangkalan makna. Agama cenderung direduksi menjadi sebatas identitas, ritual, dan simbol, sementara fungsinya sebagai panduan etika, moral, dan cara pandang yang utuh dalam setiap aspek kehidupan mulai terkikis. Mengapa ini bisa terjadi?
Akar Masalah: Badai Sempurna di Era Digital
Melemahnya pandangan hidup Islam bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari beberapa faktor yang saling berkelindan, menciptakan sebuah "badai sempurna".
1. Tsunami Informasi dan Globalisasi Budaya
Internet dan media sosial telah merobohkan sekat-sekat geografis dan budaya. Setiap hari, individu---terutama generasi muda---dibombardir oleh ribuan ide, gaya hidup, dan nilai-nilai dari seluruh dunia. Budaya pop, yang didominasi oleh nilai-nilai sekuler-liberal seperti individualisme, materialisme, dan hedonisme, masuk tanpa filter ke dalam gawai setiap Muslim. Tanpa bekal pemahaman Islam yang kokoh, banyak yang akhirnya latah mengadopsi cara pandang ini, seringkali tanpa sadar.
2. Pendidikan Agama yang Formalistik dan Terpisah
Di banyak institusi pendidikan, agama Islam seringkali diajarkan sebagai mata pelajaran yang terpisah dari ilmu pengetahuan lainnya. Ia diajarkan sebagai hafalan rukun, syarat, dan dalil, namun gagal diejawantahkan sebagai sebuah paradigma untuk melihat dunia. Pelajaran Biologi tidak dikaitkan dengan kebesaran Allah Sang Pencipta; pelajaran Ekonomi tidak dihubungkan dengan prinsip keadilan dan larangan riba. Hasilnya, Islam hanya "menempel" di kepala sebagai pengetahuan, bukan meresap ke dalam hati sebagai panduan.
3. Pergeseran Peran Keluarga dan Komunitas
Keluarga adalah madrasah pertama. Namun, kesibukan orang tua dan pergeseran struktur sosial membuat transfer nilai-nilai keislaman di rumah menjadi tidak optimal. Dulu, lingkungan sekitar---masjid, surau, dan tetangga---turut serta membentuk karakter Islami seorang anak. Kini, peran itu banyak diambil alih oleh YouTube, TikTok, dan lingkaran pertemanan virtual yang nilainya seringkali acak dan tidak terkontrol.
4. Dakwah yang Kurang Menyentuh Substansi
Sebagian praktik dakwah mungkin terlalu fokus pada isu-isu fikih partikular atau politik praktis, dan kurang menyentuh pembangunan cara pandang yang fundamental. Dakwah yang dibutuhkan saat ini adalah dakwah yang mampu menjawab kegelisahan anak muda tentang eksistensi, tujuan hidup, kesehatan mental, dan tantangan karier dari kacamata Islam yang utuh, bukan sekadar memberikan daftar "boleh" dan "tidak boleh".
Menghidupkan Kembali Kompas Kehidupan
Melihat fenomena ini bukan untuk meratap, melainkan untuk mencari solusi. Memperkuat kembali pandangan hidup Islam di tengah masyarakat adalah sebuah pekerjaan kolektif yang harus dimulai dari sekarang.
Bagi Keluarga: Jadikan rumah sebagai benteng utama. Orang tua perlu menjadi teladan, bukan hanya penyuruh. Ciptakan dialog terbuka tentang tantangan zaman dan bahas bersama dari perspektif Islam. Batasi dan dampingi anak dalam mengonsumsi media.
Bagi Pendidik dan Dai: Lakukan revitalisasi metode pengajaran dan dakwah. Ajarilah Islam sebagai sebuah cara pandang yang koheren dan relevan. Kaitkan setiap ilmu dengan keimanan. Gunakan platform digital untuk menyebarkan konten-konten dakwah yang substantif, kreatif, dan menjawab problematika riil masyarakat.