lalu aku menghitung satu persatu runtuhan luka yang lalu
tertawa menggemaskan menyentuh jiwa yang diselimuti rindu
teringat tentang dia yang pernah menyerahkan raganya padaku
sebagai sandaran bagi jiwa rapuh dengan perih membeku
kini aku bukanlah dia yang mengeluh tentang takdir semesta
mencari salah pada mereka atas mampuku terbatas dalam segala
aku bukan pula dia yang merintih menyerah pada hilangnya asa
tetap melangkah meski terkadang tergelincir jua
biarkan saja mereka tertawakan masa lalu dan menambahnya dengan cuka
tiada lagi keluh yang akan diperdengarkan pada hausnya telinga
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!