Mohon tunggu...
Damar Iradat
Damar Iradat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jurnalistik Unpad 09| AC Milan| Oasis| Regenboog| British accent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghargai Mimpi

24 Oktober 2011   18:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:33 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masih ingatkah kita seorang sastrawan asal Indonesia yang diusulkan menjadi calon peraih penghargaan Nobel pada tahun 2009? Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatinlah orangnya atau yang lebih dikenal dengan NH Dini ini pada tahun 2009 diajukan oleh PEN Club Indonesia untuk menjadi calon penerima penghargaan Nobel di bidang Sastra. Memang semua itu akhirnya tidak terwujud, NH Dini hanya diajukan untuk menjadi calon. Jadi kapan orang Indonesia meraih penghargaan prestisius yang diambil dari nama Alfred Nobel? Apakah semua hanya impian?

Yohannes Surya, seorang fisikawan asal Indonesia yang namanya cukup terkenal di kalangan akademisi ini mempunyai cita-cita, mencetak peraih Nobel dari Indonesia. Dengan strateginya yang mencetak banyak-banyak orang-orang Indonesia yang berkualitas sebagai pemenang Olimpiade Fisika Indonesia dan memberikan mereka peluang untuk berkuliah di luar negeri.

Sebenarnya apa saja kriteria yang masuk jika ingin mendapatkan penghargaan Nobel? Apakah hanya kepintaran saja yang dibutuhkan? Menjadi seorang "jenius" tidak menjamin penghargaan Nobel. Banyak yang memiliki kejeniusan, seperti Dmitri Mendeleev untuk Kimia atau Robert Oppenheimer untuk Fisika tidak pernah mendapat hadiah Nobel. Sebaliknya banyak yang tidak jenius yang menang. Kadang-kadang terlalu jenius juga susah. Lars Onsager tertunda 40 tahun sebelum akhirnya mendapat Nobel Kimia karena matematika yang dia pakai kelewat sulit untuk dimengerti para anggota Komite Nobel. Setidaknya itu yang dikatakan oleh Burton Feldman dalam bukunya The Nobel Prize: A History of Genius, Controversy and Prestigeyang saya lihat di sebuah blog yang juga membahas tentang mengapa tidak ada orang Indonesia yang pernah mendapat penghargaan Nobel.

Orang pintar dan jenius di Indonesia itu banyak, sebut saja mantan Presiden kita, B.J Habibie. Siapa yang tidak mengenal beliau, orang yang mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang. Buku-bukunya pun banyak, memang yang saya lihat di situs Wikipedia buku-buku karya Habibie lebih banyak menggunakan bahasa Jerman, tapi bukankah itu lebih meningkatkan citra Habibie?

Namun apa yang terjadi? Apakah dengan segudang prestasi dan sumbangsihnya terhadap negara itu bisa jadi kriteria penilaian para Komite Nobel? Jika boleh jujur, saya salut dengan Habibie, dia orang pintar, rendah hati dan layak mendapatkan penghargaan Nobel. Tak perlu diragukan lagi kejeniusan Habibie dalam membuat desain pesawat.

Masih adakah orang-orang di Indonesia yang jenius? Masih! Masih adakah orang-orang di Indonesia yang peduli terhadap pendidikan? Masih! Masih adakah orang-orang Indonesia yang menghargai para jenius-jenius itu? Ini pertanyaan yang sulit, saya banyak mendengar cerita bahwa orang-orang Indonesia yang jenius jarang sekali dihargai oleh masyarakatnya sendiri. Jika masyarakat dan pemerintah sendiri tidak menghargai dan mendukung para jenius itu, lalu sampai kapan mimpi-mimpi Yohannes Surya melihat orang Indonesia mendapatkan penghargaan Nobel akan terwujud. Intinya, jika ingin melihat salah satu orang Indonesia mendapatkan penghargaan itu, hargailah mereka yang jenius.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun