Pesantren sejak dulu terbuka, dan membuka diri untuk semua kalangan. Tidak tertutup.
Jadi, penting kajian ulama dulu dalam kontek lokal dikembangkan dalam bentuk literasi.
Setidaknya, pesantren punya dokumen penting tentang ulama dulu di lingkungannya sendiri.
Sekarang, kayak Tuanku Shaliah di VII Koto Sungai Sariak masih hanya cerita dari mulut ke mulut.
Kalau pun ada catatan, itu hanya kecil saja di sejumlah portal. Begitu juga seorang Tuanku Sidi Tawaf, Syekh Muhammad Yatim, Syekh Mato Aie, Syekh Tuanku Sidi Talue, dan banyak lagi yang perlu diabadikan kisah perjuangannya mengembangkan kajian pesantren berbasis surau.
Tentu, para santri hari ini punya tanggung jawab moral untuk menghadirkan itu. Ini amat penting, mengingat kekayaan daerah ini dengan ulama.
Santri senior di Madrasatul 'Ulum, baik di Lubuk Pua maupun yang di Lubuk Pandan masih terpaku dengan tradisi lama.
Itu tak masalah juga sebenarnya. Namun, bagaimana tradisi lama berkembang sesuai dengan dinamika yang terjadi.
Dan buat tradisi baru sepanjang tidak bertentangan dengan pokok kajian di pesantren itu sendiri.
Madrasatul 'Ulum punya potensi untuk berkembang soal itu. Pesantren ini masih kuat dengan tradisi surau-nya.
Pesantren kuat, dan sudah keluar dari gelombang pasang yang merongrong eksistensi pesantren itu.
Tetapi, eksis itu belum dibarengi dengan pengembangan tradisi baru yang lebih baik.