Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Ada Kusut yang Tidak Selesai, Tidak Ada Keruh yang Tak Akan Jernih

13 Juni 2022   08:17 Diperbarui: 13 Juni 2022   08:36 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup bergontong royong, melahirkan semangat sosial dan rasa kepedulian yang amat tinggi. Bagi orang Minang sejati, tak ada "kusuik yang tidak selesai, tak pula ada karuah yang tidak akan jernih". 

Masakan anak Minangkabau itu terkenal enak dan disukai semua orang. Tak heran, di seluruh dunia ada rumah makan Padang. 

Orang Padang yang istilah orang luar itu, memang menjadikan merantau sebagai budaya. Tak ada padi yang besar di persemaian.

Artinya, kalau padi ingin tumbuh besar dan menghasilkan, harus dicabut dan dipindahkan dari persemaiannya. Kalau tidak, padi itubtak akan tumbuh dan berbuah.

"Karatau madang dihulu, berbuah berbunga belum. Merantaulah bujang dahulu, di kampung berguna belum". Itu pepatah yang menjadi landasan utama untuk terjadi merantau itu sebagai budaya.

Dengan adanya surau dan rumah gadang sebagai pengemblengan anak, jelas ini menanamkan nilai-nilai dan agama.

Nilai-nilai etika dan moral. Sopan santun. Diajar kata mendaki, menurun, mendatar dan melereng.

Kata mendaki, adalah ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua. Baik tua usia maupun tua ilmu dan pengalaman. Sementara, kata menurun pun ada caranya. Ini kepada yang kecil dari kita.

Sedangkan kata mendatar itu kawan sama besar. Artinya, lalu "garah". Namun tentu garah yang punya tatakrama sopan santun.

Sedangkan kata melereng adalah terhadap orang "sumando". Ke suami adik atau kakak dan suami dunsanak ada cara tersendiri, yang tak bisa sembarangan.

Dengan demikian, orang Padang atau Minang tak akan pernah ada mau menjual babi. Di tanah Minang, buru babi dengan anjing, banyak dan malah itu pun jadi ajang olahraga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun