Kampir sirih merupakan media komunikasi yang ampuh, dan sekaligus tradisi dan budaya pada saat pertunangan mempelai laki-laki dan perempuan, di Minangkabau.
Sebuah alat berbentuk dompet dalam ukuran besar, terbuat dari daun pandan. Orang Minang menyebutnya "kampia".
Di dalamnya diisi dengan sirih selengkapnya, pakai gambir, kapur, sadah dan kelengkapan lainnya.
Di rantau Piaman, kampir sirih itu dibawa pihak perempuan ke rumah calon pengantin laki-laki. Yang membawa kampir sirih itu disebut dengan "kapalo mudo".
Bajalan ba nan tuo, mangecek ba nan pandai. Seorang kapalo mudo punya keahlian di situ. Pandai berpetatah-petitih, mendatangkan rundingan sekaligus menerima rundingan dari alek yang datang.
Sebab, kampir sirih itu dinanti oleh kapalo mudo dan dinanti oleh kapalo mudo pula. Itulah seninya dunia adat Minang dalam segi perkawinan.
Sebagai pembuka kata oleh yang datang terhadap yang menanti, itulah kampir sirih.
Di awali oleh yang datang terhadap yang menanti, sirih minta dimakan sekapur seorang. Lebih dari sekapur elok benar.
Oleh kapalo mudo yang menanti, tak langsung dimakan itu sirih. Mereka beriya-iya pula dulu dengan seluruh pihak yang menanti.
Sebab, dalam menanti kapalo mudo tak sendirian. Lengkap. Ada niniak mamak, urang semenda, keluarga bako, dan anak muda dalam kampung dan nagari.