Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Arus Sungai Batang Anai Tak Lagi Deras

20 Agustus 2021   08:25 Diperbarui: 20 Agustus 2021   10:22 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai Batang Anai adalah satu dari sekian banyak sungai besar di Kabupaten Padang Pariaman. Sungai tua yang menjadi nama sebuah kecamatan di daerah itu, melintasi banyak kampung dari hulu hingga muaranya di Nagari Katapiang, Kecamatan Batang Anai.

Kondisi sungai itu banyak berubah. Airnya yang deras, kini sudah tenang. Batu besar-besar yang banyak sudah di temui dulunya, sekarang nyaris hilang, sehingga derasnya pun menjadi jauh berkurang.

Dulu, saking deras dan dalamnya sungai yang menjadi sumber kehidupan sebagian masyarakat itu menyeberanginya pakai sampan. Kini, tentu tak lagi ada untuk menyeberangkan orang karena sudah banyak dibangun jembatan.

Seperti Jembatan Kayu Gadang yang menghubungkan Nagari Balah Hilia dan Lubuk Alung. Jembatan ini baru saja diresmikan oleh BNPB sehabis dibangun kembali akibat ambruk 2019 lalu.

Jembatan Bukik Lubuk Alung melintasi Korong Koto Buruak. Jembatannya panjang, dan rancak. Menjadi destinasi wisata tersendiri oleh masyarakat.

Yang paling penomenal di sepanjang aliran Sungai Batang Anai ini adalah usaha tambang berupa galian C. Baik tambang perusahaan besar maupun tambang rakyat yang dikerjakan secara manual.

Tambang menjadi sumber kegaduhan di tengah masyarakat setempat. Berkali-kali masyarakat melakukan demo ke tambang itu, tapi menyulutkan pelaku tambang untuk menghentikan aktivitas tambangnya.

Ya, ada tambang yang mempunyai izin, dan tak sedikit pula yang izin operasionalnya habis tapi masih tetap menambang. Pasalnya, aliran sungai itu benar yang jadi sumber periuk berasnya.

Risikonya tak kecil. Betapa sering terjadi air bah, menghantam pemukiman, menghanyutkan sawah dan ladang masyarakat di sepanjang aliran sungai bersejarah ini.

Menurut hitungan orang pintar atau tokoh masyarakat, Sungai Batang Anai ini siklus musiman. Ada besarnya setahun sekali yang seolah-olah wajib membawa petaka, seperti adanya korban meninggal setiap musimannya tiba tersebut.

Memang hitungan demikian tak boleh kita percayai, karena akan merusak keimanan kita kepada Tuhan. Namun, faktanya setiap musiman tiba tak bisa dielakkan. Ada saja kejadian yang luar  biasa, mengundang banyak pertanyaan.

Sejak beberapa tahun belakangan, sungai itu bukan lagi sebagai pusat aktivitas mandi dan mencuci oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Dulu, kalau sedang berjalan saat melintasi pinngir sungai atau sedang melewati jembatan, banyak kita temukan orang mandi dan mencuci, terutama ibu-ibu.

Dan memang, zaman dulu itu orang belum punya sumur di rumahnya. Tak pula ada PDAM yang masuk ke kampung. Kini, nyaris setiap rumah werga punya sumur dan tempat mandi yang representatif, sudah banyak pula masyarakat yang menikmati aliran air dari perusahaan daerah, PDAM, sehingga sungai tak lagi jadi pusat tempat mandi dan buang air besar sekalipun.

Di bagian atas, terutama yang melintasi Nagari Pasie Laweh, Kayu Tanam, Anduriang ada kegiatan arum jeram dilakukan di aliran Sungai Batang Anai. Aliran masih teras deras, dan banyak batu besar, sehingga pecandu arum jeram punya tantangan di lokasi demikian.

Sementara, di bagian bawah, sejak dari Lubuk Alung secara luas hingga ke pantai muaranya di Katapiang, Kecamatan Batang Anai, hanya truk-truk pengangkut galian yang banyak bersileweran. Galian C Lubuk Alung memang terkenal rancak, jadi incaran banyak perusahan yang membutuhkan itu.

Bagi tambang rakyat yang melakukan aktivitas tambang, memang tak begitu banyak kerusakan alam yang ditimbulkan. Tapi galian yang memakai alat berat, tak sedikit kerusakan lingkungan yang mesti dikaji ulang secara bersama oleh pihak-pihak pengambil kebijakan di tengah masyarakat.

Sudah saatnya Sungai Batang Anai sebagai anugrah Yang Maha Kuasa terhadap anak nagari di Kabupaten Padang Pariaman kembali dilestarikan. Para penambang di awasi, jangan sampai mereka melakukan penambangan di areal terlarang, seperti dalam sungai. Kalau di luar sungai dengan jarak sekian meter dari bibir sungai, itu memang boleh asal jelas pula ketentuannya.

Kita hidupkan kembali ikan larangan, yang dibuka sekali semusim, sebagai hiburan dan penambah masukan buat nagari. Kalau kita pelihara bersama sungai ini, kita yakin akan mampu menjadi rahmat bagi seluruh anak nagari. Tentu hal demikian terpulang kepada nagari bersangkutan, terutama yang nagarinya di lewati aliran sungai besar tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun