Mengaji pusaro. Itu namanya yang populer di tengah masyarakat Kabupaten Padang Pariaman.
Artinya, mengaji jelang puasa masuk di pusara. Ada banyak anggota yang ikut. Apalagi pusara yang pandam pekuburan kaum suku besar atau milik korong dan nagari.
Umumnya, mengaji pusaro itu dilakukan dua kali dalam setahun. Pertama jelang puasa masuk, dan yang kudua sesudah lebaran.
Pusara itu ada yang milik kaum, dan ada yang milik korong atau dusun.
Siang menjelang sore pada saat momen mengaji pusaro, biasanya masyarakat sudah ramai di pandam pekuburan.
Mereka membersihkan kuburan keluarganya dari rerumputan yang tumbuh meninggi. Sementara, yang perempuan membawa jamba, rantang yang berisi nasi dan makanan lengkap buat dimakan sehabis mengaji pusaro.
Tak heran, setiap pandam pekuburan sengaja dibangun sebuah balai-balai atau los tempat mengaji. Supaya pada saat hujan, para orang Siak yang mengaji dan masyarakat tak kehujanan, dan pada saat kemarau tak kepanasan.
"Intinya, orang sudah lama meninggal ini kita bacakan doa dan kaji, agar mereka diberi keringanan kalau seandainya merasa berat beban di alam akhirat," cerita seorang orang Siak.
Kenapa begitu penting mengaji pusaro. Menurutnya, para leluhur yang meninggal dunia ini umumnya meninggalkan harta pusaka dan banyak jasa yang ditinggalkannya untuk anak kemenakan. Nah, hutang bagi kita yang hidup untuk mengajikannya pada saat momen seperti ini," ujarnya.
Dan lagi, katanya, jelang puasa masuk kita diajurkan saling memaafkan. "Ya, dengan orang yang masih hidup minta maaf itu masih bisa kita saling berjabatan tangan. Namun, dengan yang sudah meninggal dunia, sedangkan kita masih hidup, ya dengan melakukan mengaji pusaro ini," sebutnya.
Dengan mengaji pusaro, terjalin komunikasi yang intensif di antara masyarakat dalam satu kampung atau satu kaum. Terbangun silaturrahmi dengan baik.