Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Masihkah MKD DPR Sahabat Setya Novanto?

18 Maret 2017   12:54 Diperbarui: 19 Maret 2017   18:01 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara MAKI mempunyai bukti sebaliknya yang menunjukkan Setya Novanto pernah bertemu dengan mereka. Bukti pertemuan itu juga didukung dengan foto resmi, serta catatan adanya pertemuan pagi hari di Hotel Gran Melia di acara resmi Kemendagri pada sekitar akhir 2010 dan awal 2011.

Tujuan pelaporan ini jelas, yaitu agar MKD memprosesnya dan menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto. MAKI mempunyai keinginan agar Setya Novanto dicopot dari jabatannya sebagai ketua DPR (padahal jabatan itu baru saja direbutnya kembali dari Ade Komaruddin). Inilah yang saya sebut jangan berharap terlampau banyak di awal tulisan ini.

Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad sendiri menyatakan secara fakta Setya Novanto bersih dari sanksi MKD. Kunjungan ke AS dan hadir di acara konpers kampanye Donald Trump saat itu bersama Fadli Zon, juga tidak berbuah sanksi melainkan peringatan dari MKD. Sementara kasus "Papa Minta Saham" namanya telah direhabilitasi paska keputusan MK.

Dia juga menganggap laporan atas Setya Novanyo oleh MAKI itu sebagai hal biasa. MKD akan memprosesnya sesuai tata beracara di MKD. Sebelum pelaporan MAKI ini, ketua MKD menyebut Settya Novanto sudah dua kali dilaporkan yaitu pada bulan Februari dan awal Maret, tetapi tidak disebut siapa pelapornya.

"Jadi laporan ini akan kami tindak lanjuti seperti biasa saja, ada proses verifikasi yang harus dijalani dan saya enggak boleh berkomentar tentang sanksi karena nanti seolah arahnya sudah akan memberi sanksi." (kompas.com, 17/3/207)

Namun, suara berbeda datang dari Wakil Ketua MKD Syarifuddin Suddin yang mengindikasikan pihaknya tidak akan menindaklanjuti laporan terkait Setya Novanto. Sebabnya, laporan tersebut sudah masuk dalam ranah hukum di persidangan. "MKD akan memberi ruang penegak hukum menyelesaikan kasus itu dan MKD tidak akan menindaklanjuti kasus seperti itu." (tempo.o, 17/3/2017)

Jadi, memang belum jelas benar bagaimana perjalanan kasus pelaporan MAKI ke MKD terkait Setya Novanto ini, termasuk dua kasus sebelumnya seperti yang disebut ketua MKD itu. Pastilah kembali terjadi tarik ulur dan walaupun akhirnya MKD memutuskan menggelar sidang, sulit terlaksana dalam waku dekat. 

Tidak salah juga kalau ada yang menyebut MKD ini sudah tak punya taji kalau berhadapan dengan Setya Novanto. Misalkan saja alasan yang disebut wakil ketua MKD Syarifuddin Sudding soal laporan MAKI itu sudah masuk ranah hukum di persidangan. Kasus Ivan Haz putra mantan wapres Hamzah itu menunjukkan MKD tetap memproses kasus etiknya, sementara kasus hukumnya sedang berjalan di pengadilan.

Pernyataan Sudding itu menunjukkan tidak ada standar jelas dalam penanganan perkara di MKD. Seharusnya, siapa pun yang duduk di MKD sadar bahwa lembaga itu adalah lembaga penegak etika anggora dewan. Dasar kerjanya adalah etika atau norma kepatutan. MKD jangan menyamakan diri dengan lembaga peradilan umum yang dasarnya adalah KUHP atau KUHAP.

Karena itu sangatlah aneh, ketika MKD memutuskan merehabilitasi nama baik Setya Novanto setelah rekaman "Papa Minta Saham" dinyatakan MK tidak sah sebagai alat bukti karena diperoleh tidak atas permintaan penegak hukum. Secara etika, isi pembicaraan dalam rekaman itu jelas pelanggaran berat.

Soal sah atau tidak sebagai alat bukti, yang terdampak adalah Kejaksaan Agung yang sedang menangani perkara itu dari sisi hukum pidana. Tentu saja Kejaksaan Agung tetap bisa menyiasatinya dengan memperlakukan bukti rekaman itu sebagai informasi awal, atau alat untuk mencari bukti lain yang sah, termasuk keterangn Reza Chalid yang kini hilang entah ke mana itu. Tetapi itu domainnya Kejaksaan Agung, bukan MKD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun