Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan Menyusuri Sungai Kapuas di Indonesia

25 Juni 2023   19:05 Diperbarui: 28 Juni 2023   18:17 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Bing Image Creator)

Bima menjelaskan bahwa mereka disembuhkan oleh dua roh, penjaga leluhur yang akan memberikan kemakmuran bagi keluarga itu di masa depan. Rian, sebagai pemilik rumah panjang, membawa dua anaknya untuk "berterima kasih" kepada roh-roh tersebut, dan Bima memanjatkan doa untuk kebahagiaan mereka. Upacara diakhiri dengan permohonan kepada Siwa.

Bima pergi ke belakang pilar untuk berganti pakaian dan muncul kembali dengan kemeja putih, rambut pendeknya disisir ke belakang, dan mulai mengemasi barang-barangnya. Kerumunan orang bertepuk tangan dengan penuh hormat, tetapi Bima terlihat rendah hati. Saya ingin tahu siapa yang mengagumi siapa. Keesokan harinya ia dan para penarinya akan meninggalkan Nanga Pinoh, dengan pendapatan yang tidak seberapa di kantong mereka. Sementara itu, orang-orang di desa ini akan kembali mencari cara untuk hidup di sepanjang sungai.

Seorang wanita berpakaian rapi dengan jilbab tersenyum kepada saya. Saya berada di dermaga kota besar terakhir di Kapuas, di wilayah lahan basah di mana hutan bakau telah menggantikan kehijauan hutan hujan di zona basah. Tepian sungai dipenuhi dengan perahu-perahu kayu yang dicat dengan warna-warna yang meniru lanskap tropis. Namun, ada satu masalah. Seseorang lupa mencantumkan Sintang dalam izin khusus saya. Jadi saya berada di sini secara ilegal. Sebagian besar lahan basah terlarang bagi wisatawan. Apakah saya telah menempuh perjalanan hampir 1.300 mil (2.100 kilometer) di Kapuas dan harus kembali sekarang, hanya satu hari dari tujuan saya?

Saya sudah cukup lama bersama Rudi sehingga saya tahu kapan dia merasa gugup. Dia berdiri lebih tegak; dia menunjukkan rasa hormat dengan sopan. Saya merasa tidak enak karena perjalanan saya telah berubah menjadi begitu merepotkan bagi semua orang. Hilang dari wajah Rudi adalah kegembiraan dari perceraiannya baru-baru ini, digantikan dengan kegelisahan dan kelelahan.

Kami diberitahu bahwa kami tidak dapat berkemah di sepanjang Kapuas malam ini; sebagai gantinya, kami akan tinggal di hotel kota. Itu bukanlah sebuah pilihan. Kami segera menuju ke sana, dan resepsionis mengantar saya ke sebuah kamar berdinding kayu yang sejuk, beraroma bunga melati, seprai bersih dan putih. Saya duduk di tepi tempat tidur untuk menunggu sementara Rudi melapor ke polisi. Setelah beberapa saat, hawa sejuk membuat saya keluar, dan saya baru saja sampai di jalan ketika resepsionis mengejar saya sambil tersenyum dan mengatakan bahwa saya harus kembali ke kamar. Ketika saya melakukannya, saya menemukan seorang wanita yang tampak ramah duduk di kursi di luar pintu saya, tersenyum kepada saya. Sudah jelas saya tidak akan meninggalkan kamar saya lagi.

Saya mencoba untuk menerima kenyataan bahwa saya harus mengakhiri perjalanan saya di Sintang, ketika pihak berwenang setempat berubah pikiran: Mereka mengizinkan saya pergi ke laut. Kami melaju dengan perahu motor sebelum fajar menyingsing, kota ini lenyap ditelan kegelapan di belakang kami. Saat kami menyusuri beberapa mil terakhir dari sungai, matahari terbit sebagai cahaya kuning murni di atas rawa-rawa bakau dan hutan. Kami tiba di desa-desa di mana orang-orang berkerumun di sekitar saya, ingin tahu siapa saya dan dari mana saja saya berasal. Anak-anak membuka tangan mereka dengan penuh rasa syukur untuk menerima persembahan mainan dari saya.

Kami melakukan perjalanan lebih jauh hingga sungai tiba-tiba terbelah ke laut. Sinar matahari menyinari air yang tenang, termometer saya menunjukkan suhu 95F (35C)-hari terdingin dalam perjalanan saya. Kesejukannya menenangkan, seolah-olah beban langit biru akan terangkat. Kami melaju perlahan menuju sebuah daratan yang dimahkotai sebuah masjid berwarna hijau di kejauhan: Desa Teluk Melano. Desa terakhir di Kapuas.

Saat kami berlabuh di tepi pantai yang hitam, saya menukar pemandangan Kapuas dengan ombak biru kehijauan Laut Cina Selatan. Pohon-pohon kelapa bergoyang tertiup angin. Sampan-sampan menghiasi perairan, tempat para pria menyelam untuk mencari mutiara. Kerang adalah penghasil uang terbesar di Teluk Melano-cangkang kerang sepuluh kali lebih berharga daripada dagingnya; setiap karung seberat sepuluh pon (4,5 kilogram), yang dijual sebagai perhiasan kepada turis, bisa menghasilkan 120 dolar.

Semua orang yang saya temui di Teluk Melano-tua dan muda-mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat orang berkulit coklat. Dari rumah-rumah panggung mereka yang terbuat dari kayu, mereka turun untuk melihat saya. Mereka pernah melihat seorang wanita dari Australia beberapa kali, kata mereka, tapi tidak pernah ada yang mirip dengan saya.

Meskipun sebagian besar pesisir pantai Indonesia dilanda tsunami besar pada tahun 2004, penduduk Teluk Melano mengatakan kepada saya bahwa tsunami itu tidak merusak desa mereka. Seorang pria tua, dengan mata berbinar, menggambarkan ombak besar yang datang dan semua orang di Teluk Melano tetap tenang. "Tapi tidak ada yang meninggal," katanya. "Tuhan melindungi kami."

Ketika saya berjalan menyusuri desa, menyusuri daratan sempit yang benar-benar terbuka ke laut, saya merindukan keindahan berada di Kapuas, yang dengan kelembapan dan keragaman kehidupannya, terasa seperti tempat yang paling menakjubkan sepanjang perjalanan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun