Sebagai orang kampung di Kampung  Caringin Desa Tunjung Teja di kabupaten Serang- Banten, Damar tumbuh dan berkembang dalam keluarga bearagama Islam dengan kultur NU yang mengedepankan segala peribadatannya berdasarkan kata kiyai atau kata orang tua. Saat mondok di Pesantren NU ritual keagamaannya pun tak jauh berbeda dengan yang dilakukan orang tuanya di kampung  halaman. Itu berjalan hingga Damar lulus MTs atau setingkat SMP. Melanjutkan SMA di Pandeglang  di MAN 1 tak pernah terpikirkan oleh Damar bahwa di luar keislaman yang dipahami dan dilaksanakannya ada keislaman yang dipahami ormas lain seperti  Muhamadiyah, PERSIS, Matla'ul Anwar dan seterusnya. Sehingga pernah terjadi ketegangan saat Guru Fiqih  dan Alquran Hadits menyampaikan hal-hal yang membatalkan Puasa dirinya berbeda pendapat. Menurut Damar bahwa orang yang berenang saat Puasa lalu buang angin, maka batal puasanya, sedangkan kata Pak guru tidak batal.
Sampai Pak guru meminta Damar untuk membawa kitab hadits, atau buku Fiqih yang menjelaskan bahwa jika sedang Puasa lalu berenang dan buang angin, maka batal puasanya supaya dihadirkan. Karena memang pengetahuan Damar pun didapat dari gurunya semasa MTs dan tak pegang buku tersebut maka Damar pun menyerah. Alah-alah dihargai karena berani mengungkapkan pendapat, yang terjadi malah sebaliknya. Damar diganjar nilai 6 pada raport di pelajaran Fiqih. Padahal  sebagai anak yang rajin belajar dan tak pernah keluar dari peringkat 3 besar, Damar selalu menyimpan hasil ulangannya. Baik ulangan harian, PTS maupun Semesteran. Tidak ada nilai dibawah 85 malah 90 ke atas.Â
Damar merasa kecewa dan didzalimi oleh Pak Guru Sarbini yang malah karena jelang semesteran guru Bahasa Indonesia pun cuti melahirkan maka beliau jadi Inval, dan sama nasib pelajaran Bahasa Indonesia Damar pun 6. Merasa tak terima maka Damar menghadap Pak Sarbini sambil membawa bukti hasil ulangan harian, PTS dan Semesteran, lalu bertanya : "Pak guru maaf, saya mau konfirmasi apakah nilai saya benar 6 pada pelajaran Fiqih dan B. Indonesia?. Bukan dapat jawaban yang elegan, malah Pak Guru Sarbini  menjawab : " Masalah nilai itu hak guru, berapapun murid tak bisa protes ".
Dugh... rasanya seperti ditinju ulu hati Damar, dia merasa tak berguna melanjutkan pembicaraan. Sambil jalan Damar pamitan, ya sudah Pak saya pamit saja. Setelah dijemput Bunda dan pulang kampung ke Serang, Damar cerita bahwa rapornya ada 2 nilai 6 padahal seharusnya di atas 90. Damar menjelaskan bahwa sudah bertanya namun tak mendapatkan jawaban yang memuaskan malah menyakitkan. Lalu ia tak bersedia melanjutkan sekolah di MAN 1 Pandeglang yang terdapat sosok guru yang tak professional dalam penilaian. Alah- alah bersikap objektif yang ada malah sangat subjektif dan sentiment pribadi. Karena tak bisa di mediasi, maka Damar pun dipindahkan ke MAN 2 Serang dan diterima di jurusan IPA Fisika kelas Unggulan. Ada 30 murid di kelas tersebut, terdiri dari 10 orang para rangking 1 dan 20 lainnya yang punya nilai Matematika minimal 80. Rupanya karena tahu bahwa persaingan di Sekolah barunya begitu ketat, Damar pun gaspool belajar  penuh semangat. Buahnya alhamdulillah masuk peringkat 5 besar.  Dan membuat Damar makin bersemangat hingga di kelas 3 atau kelas XII masuk peringkat 3 besar.
Meski anak pindahan, Damar di MAN 2 cukup bisa bergaul dan beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan para guru pun akrab demikian dengan rekan sekelas serta kelas lainnya. Di MAN 2 Serang tahun 1995 ada 10 kelas tiap levelnya. Saat akan lulusan atau wisuda, pada semester 2 sudah dijaring siswa yang akan diajukan kuliah di PTN jalur PMDK atau undangan Rektor. Damar ikut serta daftar IPB dan IKIP  Jakarta, rupanya  takdir Allah menentukan diterima di IKIP Jakarta yang sekarang namanya menjadi UNJ di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Ada 11 orang yang diajukan rupanya karena MAN 2 Serang adalah sekolah peralihan dari PGA ke MAN maka yang diambil yang grafik nilainya menaik, dan qodarullah itu  Damar.
Untung saja setelah di rekap selama semester 1-5 kelas  X sampai  kelas XII  nilai rata-rata Damar di atas 86 termasuk Fiqih dan B. Indonesia. Karena di MAN 2 nilainya sesuai data dan ditulis nilai pelajaran Damar untuk pelajaran  tersebut 97 dann 98. Rupanya terbalik  kaki sewaktu di MAN 1 Pandeglang ke atas, dan setelah di MAN 2 Serang kakinya ke bawah. Pesan yang ingin disampaikan adalah berikanlah nilai kepada murid sesuai apa adanya, bahkan bantu Murid yang masih kurang, nilailah sisi kerajinan dan tanggung jawabnya, bukan sekedar yang tertera pada lembar jawaban. Ingat kesuksesan siswa bukan pada angka di raport tapi skill dan attitude serta sosial kapitalnya. Banyak anak pintar namun gagal di masa dewasanya, dan tak sedikit anak yang standar bahkan biasa di  buly di kelasnya  setelah dewasa mereka malah sukses baik sebagai karyawan, pengusaha , PNS dan professional.
Untung saja Damar ditempa di lingkungan Pesantren dan keluarga taat agama yang menekankan pada akhlaq mulia. Bahwa tak boleh dendam, jika dicubit itu sakit, maka jangan mencubit. Jika disakiti tak enak, maka jangan menyakit. Sehingga saat Damar menjadi guru, ia tak balas dendam. Malah yang ia lakukan ia memperlakukan semua murid laksana anaknya. Diberikan perhatian kepada semuanya secara adil dan memberikan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara intektual, sosial dan spiritual.
Meski Damar menjadi Guru kelas di SD tempat ia mengabdi, padahal ia lulusan Bahasa Arab, namun ia berusaha beadaptasi cepat bagaimana cara menjadi guru bagi anak usia 6-12 tahun. Yang ia lakukan adalah ia berusaha masuk ke dunia anak-anak dan enjoy dengan kehidupan mereka, apa yang dipikirkan mereka serta mencoba berteman. Setelah kedekatan emosional dengan murid terjalin dan saling percaya, maka Pak Damar membuat aturan tentang tata terbib belajar di kelas. Alhamdulillah selama mengajar 12 tahun di SD Islam Al Azhar 10 Serang, Pak Damar mengenal dan dikenal oleh murid kelas 1 hingga kelas 6 yang sering ikut lomba karena menjabat sebagai Koordinator lombadi Sekolah selama 8 tahun. Memang pengalaman mengajar Pak Damar sebelumnya pernah mengajar Mahasiswa di STAI Laa Raiba Bogor, siswa SMAN Petir dan SMP Nur El El Falah Kubang Petir.
Untuk dapat diterima oleh anak SD, Pak Damar perlu  menurunkan tensi intelektualnya dan harus bisa berbicara pada maqomnya. Memang  pada tahun pertama mengajar beberapa murid sering kebingungan dengan istilah ilmiah yang biasa disampaikan, rupaya masih terbawa kebasaan mengajar di Mahasiswa dan remaja ke dunia anak-anak. Kesimpulan dari pengalaman megajar dari  mengajar mahasiswa hingga siswa SD, Ia baru sadar bahwa lebih mudah mengajar anak SMA dan mahasiswa daripada anak SD. Maka Pak damar pun sangat hormat dan kagum pada temannya yang ngajar di kelas rendah atau kelas 1,2 dan 3. Selama di SD tempat ia bertugas, Pak Damar selalu mendapatkan Amanah mengajar di kelas atas, atau kelas 4, 5 dan 6. Allah SWT maha tahu, bahwa sifat Pak Damar yang kurang sabaran dan menganggap bahwa semua orang itu pintar, bagi anak SD rupanya tak berlaku. Yang ada mereka semua anak istimewa yang butuh perhatian dan kasih sayang  serta mau belajar dengan syarat kitanya harus bisa mencuri perhatian mereka terlebih dahulu. Bisa dengan cara mengajak mereka bermain, bernyanyi, sholawatan, bercerita atau apa saja. Saat mereka sudah enjoy barulah kita masuk ke pelajaran, tanpa sadar mereka sadari meeka telah belajar, tahu-tahu mereka telah meneriam pelajaran hari ini.
BIONARASI PENULIS
Â