Hidup itu bagaikan sebuah perjalanan. Seperti perjalananku pada tanggal Empat April bersama suami tercinta. Selepas sarapan di hotel, kami bergerak menuju kampung budaya padi pandan wangi di Cianjur. Kami mengunjungi objek wisata milik pemerintah daerah setempat pada pagi hari.
Cuaca cerah dan keadaan disekitar masih terlihat sepi, kamilah pengunjung pertama. Kami berkeliling menikmati alam pedesaan dengan hamparan padi yang masih hijau dan keunikan rumah adat khas suku Sunda dari bambu. Rumah adat lama masih dilestarikan, tak kalah dengan rumah adat yang baru. Sayangnya, padi pandan wangi belum panen.
Kami melanjutkan perjalanan kami menuju tempat berziarah Lembah Karmel. Perjalanan tidak mudah karena hujan dan kemacetan. Kami mendaki gunung dan menuruni lembah dengan menaiki sepeda motor. Untungnya motor kami sehat-sehat selama dalam perjalanan.Â
Kami tiba di Lembah Karmel sudah menjelang sore dengan langit yang mendung. Wajah senyuman suster terlihat olehku. Kami berdoa dengan memasuki chapel di tengah taman.
Tepat di sebelah chapel ada gua maria, tempat dimana umat katolik berdoa dengan menaruh lilin. Suasana di lembah karmel amat sepi, tenang, teduh, dan jauh dari kebisingan.
Tak lama setelah kami berdoa, kami bertemu dengan tiga orang pemudik dari Lampung menuju Jakarta. Mereka menaiki m0tor. Mereka hendak berdoa.
Kami meneruskan kembali perjalanan menuju kebun raya Cibodas dengan rintik-rintik hujan yang mengguyur Cianjur. Kami masih bersemangat mencapai tujan wisata akhir.
Kali ini pemandangan kebun raya cibodas disesaki oleh banyak pengunjung yang berwisata dan berbagai penjual oleh-oleh.
Kami membeli tiket masuk area sebesar dua pulh tujuh ribu rupiah, melewati gerbang dan bertanya informasi kepada petugas mengenai wahana dan peogram kebun raya Cibodas, dll.
Tak kemudian kami berjalan menuju rumah kaca, rumah lumut, dan bunga bangkai yang sudah mati. Sore hari, kebun raya cibodas masih ramai oleh pengunjung. Tak perlu takut sendirian tertinggal di antara pepohonan tua.