Mohon tunggu...
Daffa Pratama
Daffa Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa Fakultas Hukum yang tertarik akan isu-isu hukum yang sedang hangat di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menelisik Tanggung Jawab Rumah Sakit terhadap Malapraktik Medis

5 Juni 2022   13:40 Diperbarui: 5 Juni 2022   17:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum Kesehatan (Sumber Foto: pixabay.com) 

Malapraktik medis (medical malpractice) telah menjadi istilah yang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, kasus malapraktik medis di Indonesia kerap kali terjadi dan tidak jarang pula menelan korban jiwa. Di samping itu, maraknya kasus malapraktik di Indonesia tentunya juga akan berpengaruh terhadap kualitas rumah sakit dan para tenaga medis di mata masyarakat luas (Lajar, Dewi dan Widyantara, Interpretasi Hukum, 1, Agustus 2020: 7).

Secara etimologi, malapraktik berasal dari kata "malpractice" yang berarti cara mengobati yang salah atau tindakan yang salah (Syah, 2019: 1). Di sisi lain, malapraktik juga dapat diartikan sebagai praktik buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi. Sementara itu, dalam dunia medis para ahli memiliki pendapat yang berbeda terkait pengertian dari malapraktik medis itu sendiri.

Menurut Antonius P. S. Wibowo, malapraktik medis merupakan kesalahan dalam melaksanakan profesi medis yang didasarkan pada suatu standar profesi medis. 

Sedangkan, menurut Amri Amir, malapraktik medis merupakan tindakan salah seorang dokter pada saat menjalankan praktik yang menyebabkan kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien atau menggunakan keahlian kedokteran untuk kepentingan pribadi. 

Berbeda halnya menurut Stedman's Medical Dictionary yang mendefinisikan malapraktik medis sebagai cara mengobati suatu penyakit atau luka yang salah dikarenakan sikap yang tak acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi kriminal (Takdir, 2018: 77).


Secara teoritis, tindakan malapraktik medis mencakup tiga hal. Pertama, intentional professional misconduct, yaitu seorang tenaga medis atau tenaga kesehatan dinyatakan bersalah apabila dalam praktiknya ia melakukan pelanggaran terhadap standar-standar yang telah ada dengan sengaja. 

Kedua, negligence, yaitu ketika seorang tenaga medis atau tenaga kesehatan yang karena kelalaiannya (culpa) mengakibatkan cacat atau meninggalnya pasien. Ketiga, lack of skill, yaitu tenaga medis yang melakukan tindakan medis, tetapi di luar kompetensinya (Widjaja dan Aini, Cakrawal Ilmiah, 1, Februari 2022: 1393-1394).

Sebagaimana kasus yang terjadi pada tanggal 23 Februari 2022 lalu. Seorang ibu yang mengalami keguguran menuntut seorang dokter spesialis kandungan di RSIA Mitra Husada, Sidoarjo karena dianggap melakukan malapraktik. Dokter tersebut dianggap lamban dalam melakukan proses penanganan kedaruratan persalinan (Nurdiyanto, https://www.timesindonesia.co.id/read/news/399355/diduga-malpraktek-dokter-rsia-mitra-husada-sidoarjo-dilaporkan-ke-polda-jatim, diakses 1 April 2022).

Hal ini pula kemudian membuat masyarakat menjadi bertanya-tanya. Sebenarnya bagaimana tanggung jawab rumah sakit atas tindakan malapraktik yang dilakukan oleh para tenaga medis ataupun tenaga kesehatannya. Lalu, apakah ada regulasi yang mengatur terkait hal ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama kita harus menelaah kembali keseluruhan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam perspektif Hukum Perdata, malapraktik dapat digolongkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) (Amin, 2017: 136).

Dalam hal ini, rumah sakit yang mempekerjakan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan malapraktik dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata melalui Pasal 1367 KUHPer yang menyatakan bahwa seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya (Novianto, 2017: 74‑75).

Di sisi lain, kita dapat merujuk kepada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS), yang menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya.

Dalam praktiknya, Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) yang merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan menetapkan apakah suatu kasus malapraktik medis merupakan pelanggaran etika atau pelanggaran hukum (Putra, 2020: 123). 

Sedangkan IDI sebagai lembaga penegak etika kedokteran wajib berperan aktif dalam memajukan dan meningkatkan praktik kedokteran yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai etika kedokteran (Sofyan, 2015: 111).

Hal ini sudah sepatutnya dilaksanakan mengingat semua tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan merupakan tindakan yang mengatasnamakan rumah sakit tempat mereka bekerja (Tendean, Lex et Societas, 7, Agustus 2019: 24). 

Oleh karena itu, rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum apabila tenaga medis ataupun tenaga kesehatannya terbukti melakukan PMH dan karena kesalahannya menyebabkan kerugian bagi pasien.

Selain itu, tenaga medis yang melakukan malapraktik medis secara lalai dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 46 UU RS. Namun, rumah sakit hanya dapat dimintai pertanggungjawaban ketika tenaga medis ataupun tenaga kesehatan yang bersangkutan telah terbukti melakukan kelalaian, sebab tidak semua kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diberikan. Pertama, rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan kelalaian tenaga medis dan tenaga kesehatan di rumah sakit, yang menyebabkan kerugian pada seorang pasien berdasarkan Pasal 1365 KUHPer, 1367 KUHPer, Pasal 46 UU RS, serta standar profesi medis.

Kedua, rumah sakit bertanggung jawab apabila terjadi malapraktik medis secara lalai yang melibatkan tenaga medis ataupun tenaga kesehatanya. Namun, rumah sakit hanya dapat dimintai pertanggungjawaban apabila yang bersangkutan telah terbukti melakukan kelalaian, sebab tidak semua kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Ketiga, bahwa Pasal 46 UU RS memiliki implikasi terhadap rumah sakit, tenaga medis, dan pasien. Terkait rumah sakit, Pasal 46 UU RS berimplikasi pada kewajiban rumah sakit untuk melakukan pengawasan terhadap tenaga medis dan mengadakan rekam medis serta persetujuan tindakan medis secara jelas bagi pasien. 

Sedangkan implikasi ketentuan Pasal 46 UU RS bagi tenaga kesehatan, yaitu tenaga kesehatan dihimbau agar tidak gegabah dalam melakukan segala tindakan medis untuk menghindari terjadinya malapraktik. 

Di sisi lain, implikasi Pasal 46 UU RS bagi pasien adalah memberikan pemahaman pada pasien bahwa tidak semua tindakan kelalaian tenaga medis atauapun tenaga kesehatan merupakan tanggung jawab pihak rumah sakit, sehingga pasien tidak terlalu mudah untuk melakukan gugatan apabila mengalami kerugian akibat tindakan medis.

Referensi

Amin, Yanuar. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Cet. 1. [s.l].: [s.n.], 2017.

Lajar, Julius Roland, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi dan I Made Minggu Widyantara. "Akibat Hukum Malpraktik yang Dilakukan oleh Tenaga Medis." Interpretasi Hukum 1 (Agustus 2020). Hlm. 7-12.

Mulya, Rudi. "Diduga Malpraktek Dokter RSIA Mitra Husada Sidoarjo Dilaporkan ke Polda Jatim." https://www.timesindonesia.co.id/read/news/399355/diduga-malpraktek-dokter-rsia-mitra-husada-sidoarjo-dilaporkan-ke-polda-jatim. Diakses 1 April 2022.

Novianto, Widodo Tresno. Sengketa Medik Pergulatan Hukum dalam Menentukan Unsur Kelalaian Medik. Surakarta: UNS Press, 2017.

Putra, Gigih Sanjaya. "Implikasi Tanggungjawab Hukum atas Tindakan Malpraktik yang Dilakukan Oleh Tenaga Medis di Indonesia." Muhammadiyah Law Review 4 (Juli 2020). Hlm. 120-131.

Sofyan, Andi. Malpraktik Medis. Cet. 1. Makassar: Pustaka Penas Press, 2015.

Syah, Mudakir Iskandar. Tuntutan Hukum Malapraktik Medis. Cet. 1. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2019.

Takdir. Pengantar Hukum Kesehatan. Cet. 1. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018.

Tendean, Michael Eman. "Pertanggungjawaban Rumah Sakit terhadap Tindakan Dokter yang Melakukan Malpraktek." Lex Et Societatis 7 (Agustus 2019). Hlm. 21-26.

Widjaja, Gunawan dan M. Hafiz Aini. "Mediasi dalam Kasus Malpraktik Medis (Kedokteran)." Cakrawala Ilmiah 1 (Februari 2022). Hlm. 1393-1412.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun