Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bung Hatta Vs. Wakil Presiden Saat Ini: Sebuah Kritik Historis atas Degradasi Etika & Kenegarawanan

24 Mei 2025   20:27 Diperbarui: 24 Mei 2025   20:34 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sjahrir, Sukarno, dan Hatta di Pegangsaan 56, 1945. Tenang di tengah krisis awal kemerdekaan. (Sumber: @potretlawas via X)

Tulisan ini disusun untuk menganalisis kembali keunggulan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia dengan meninjau integritas pribadi, kontribusi intelektual, dan prinsip-prinsip kenegaraan yang ia perjuangkan. Saya tergugah untuk menulis ini akibat pernyataan salah satu politisi Partai Solidaritas Indonesia, Bung AA, yang menyatakan bahwa wapres saat ini adalah wapres terbaik. Bahkan, di salah satu video telewicaranya dengan Kompas ia menyatakan bahwa Wapres Hatta tidak sebanding dengan wapres saat ini, sebab Wapres Hatta tidak memiliki peran secara ketatanegaraan.

Melalui pendekatan historis dan perbandingan kontekstual, saya berupaya untuk menyoroti relevansi pemikiran Hatta dengan kondisi krisis etika politik saat ini dan degradasi dari peran kenegaraan wakil presiden di era kontemporer. Argumentasi utama menyatakan bahwa Drs. Mohammad Hatta, dengan keteladanan moral dan komitmennya terhadap demokrasi serta keadilan sosial, merupakan model kepemimpinan yang melampaui figur wakil presiden kontemporer yang kerap kehilangan pijakan prinsipielnya dalam percaturan kekuasaan.

Integritas dan Kepemimpinan yang Melampaui Zaman

Mohammad Hatta bukanlah sekadar pendamping Ir. Soekarno dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hatta juga menjadi seorang negarawan yang melihat kekuasaan sebagai alat bagi pengabdiannya, bukan sarana akumulasi privilese.

Ia memiliki integritas yang tinggi, tercermin dari kesanggupannya untuk mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956 ketika idealismenya tidak lagi selaras dengan arah pemerintahan Presiden Soekarno. Keputusan tersebut bukan semata politis seperti politisi kontemporer, melainkan berlandaskan pada prinsip etis: bentuk pertanggungjawaban terhadap nurani dan prinsip yang tak dapat ditawar.

Secara historis pun, posisi wakil presiden telah dipegang oleh tokoh-tokoh yang instrumental dalam membentuk lintasan bangsa. Mohammad Hatta salah satunya, sebagai Wakil Presiden pertama, ia betul-betul meletakkan prinsip-prinsip dasar bagi Republik yang baru berdiri, dengan memainkan peranan penting dalam pembentukan dan konsolidasinya. Beliau bahkan dikenal sebagai "Proklamator" sekaligus "man of substance" , yang menunjukkan kedalaman pemikiran dan kontribusinya yang substansial pada masa awal kemerdekaan.

Dalam konteks ini, sangat kontras dengan figur wakil presiden saat ini --- yang dalam praktik politik kontemporer, lebih sering tampil hanya sebagai pelengkap simbolik untuk kemenangan elektoral alih-alih sebagai aktor substantif dalam tata kelola pemerintahan yang bersih. Ketiadaan posisi tegas terhadap isu-isu kenegaraan, diam seribu bahasa dalam menghadapi pelanggaran demokrasi, serta minimnya narasi-narasi intelektual yang nyata, menunjukkan betapa jabatan wakil presiden saat ini telah mengalami degradasi signifikan dari era Hatta ke era kekinian.

Di sisi lain, wakil presiden saat ini (2024-2029) memang menjabat sebagai Wakil Presiden termuda di tengah dinamika demokrasi yang terus berkembang dan pengawasan publik yang signifikan. Kenaikannya yang cepat, terutama sebagai putra dari presiden petahana, menandai lintasan politik yang berbeda.

Signifikansi historis jabatan Wakil Presiden, sebagaimana diwujudkan oleh Hatta, sangat kontras dengan dinamika politik kontemporer seputar kualifikasi wapres saat ini. Perbedaan ini menunjukkan adanya pergeseran potensial dalam kualifikasi yang diderita Rakyat dan standardisasi etika untuk memegang jabatan tinggi tersebut, di mana berpindah dari prinsip kenegarawanan yang bersifat fundamental menuju pertimbangan politik elektoral yang lebih pragmatis atau bersifat kedinastian.

Sjahrir, Sukarno, dan Hatta di Pegangsaan 56, 1945. Tenang di tengah krisis awal kemerdekaan. (Sumber: @potretlawas via X)
Sjahrir, Sukarno, dan Hatta di Pegangsaan 56, 1945. Tenang di tengah krisis awal kemerdekaan. (Sumber: @potretlawas via X)
Bung Hatta hidup dengan nilai-nilai inti dan institusi kebangsaan (demokrasi konstitusional, prinsip-prinsip ekonomi) yang dibangun dan diterapkan olehnya dari awal. Semua ini menuntut visi pemikiran yang mendalam dan komitmen yang tak tergoyahkan.

Sebaliknya, era wapres saat ini ditandai oleh kontroversi yang berkaitan dengan integritas institusi-institusi tersebut (putusan Mahkamah Konstitusi, pelanggaran etika KPU). Kontras ini kemudian menyoroti adanya penurunan atau tantangan terhadap prinsip-prinsip etika dan meritokrasi fundamental dari jabatan seorang Wakil Presiden. 

Hal ini menunjukkan pergeseran dari kepemimpinan yang didefinisikan oleh kenegarawanan dan pembangunan bangsa (Hatta) menjadi kepemimpinan yang dipengaruhi oleh kepentingan politik dan pertimbangan elektoral semata (wapres saat ini). Konteks ini sangat penting untuk memahami argumentasi utama mengenai keunggulan Hatta.

Pondasi Demokrasi dan Etika Politik Mohammad Hatta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun