Daendels juga memperkenalkan berbagai reformasi administratif yang jauh lebih revolusioner dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Dalam hal pembagian wilayah, ia membagi Pulau Jawa menjadi sembilan prefektur (provinsi) yang mengikuti model administrasi yang diterapkan Napoleon di Prancis.Â
Sebagai bagian dari upaya memodernisasikan administrasi negara, Daendels menanggalkan sistem feodal yang ada di beberapa daerah, seperti yang terjadi di Cirebon dan Banten dengan menghancurkan kekuasaan bangsawan lokal yang masih berpengaruh.
Dalam hal ini, Daendels berusaha menghapuskan sisa-sisa sistem yang menghambat kemajuan dan mengonsolidasikan kekuasaan Belanda secara lebih efisien.
Reformasi lainnya adalah dalam bidang pendidikan. Daendels memandang pendidikan sebagai bagian penting dari transformasi masyarakat dan mencanangkan kebijakan untuk membangun sekolah-sekolah untuk anak-anak Jawa, sebuah langkah yang sangat progresif mengingat konteks kolonial pada saat itu sangat buruk.
Selain itu, Daendels juga memperkenalkan reformasi dalam bidang pertanian, kehutanan, dan pengelolaan air, yang melibatkan pengawasan yang lebih ketat terhadap perkebunan kopi yang menjadi sumber utama pendapatan kolonial.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian yang lebih terstruktur dan terkontrol serta memastikan pasokan bahan baku yang stabil untuk perdagangan Belanda.
Pengaruh Daendels terhadap Bangsawan dan Pusat Kekuasaan Lokal
Salah satu perubahan yang paling mencolok yang dibawa oleh Daendels adalah pemusnahan kekuasaan para sultan dan bangsawan lokal, yang selama ini mendapatkan berbagai keuntungan dari hubungan dengan VOC.Â
Sebagai contoh, Daendels mencabut kekuasaan "resmi" dari Sultan Yogyakarta dan mengalihkan beberapa distrik ke kontrol Belanda.