Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) harus memiliki sifat kekal. Jika Keberadaan Yang Mutlak Ada ini tidak kekal, maka ia akan membutuhkan suatu sebab untuk menciptakannya. Hal ini akan mengimplikasikan bahwa wujud tersebut adalah makhluk yang kontingen (tergantung pada sesuatu), yang bertentangan dengan definisi Keberadaan Yang Mutlak Ada. Oleh karena itu, wujud Necessary Being haruslah kekal tanpa permulaan dan tanpa akhir.
Setiap entitas yang didahului oleh ketiadaan memerlukan suatu sebab untuk memberikan eksistensi pada dirinya. Jika wujud Necessary Being tidak bersifat mandiri, maka ia akan membutuhkan sumber lain untuk eksistensinya. Namun, hal ini akan mengingkari definisi wujud Necessary Being yang secara esensial mandiri dan tidak bergantung pada apa pun. Oleh karena itu, keberadaan wujud Necessary Being tidak bergantung pada faktor eksternal.
Dalam tulisan Muhammad Abduh yang disampaikan di atas, beliau menjelaskan konsep Keberadaan Yang Mutlak Ada atau Necessary Being yang memiliki sifat kekal (eternity), abadi (perpetuity), dan sempurna (perfection). Ketiga sifat ini menjadi landasan esensial yang menjelaskan keberadaan wujud tersebut sebagai Entitas yang mandiri dan tidak tergantung pada apa pun di luar dirinya.
Kekekalan (Eternity)
Muhammad Abduh menegaskan bahwa Necessary Being harus bersifat kekal (eternal) sejak masa lalu. Jika wujud ini tidak kekal, maka ia akan memiliki awal mula keberadaan, yang berarti bahwa sebelum ada, ia adalah ketiadaan. Ini mengindikasikan bahwa ia memerlukan suatu sebab untuk keluar dari ketiadaannya menjadi ada. Namun, konsep ini bertentangan dengan definisi dasar dari Necessary Being, yaitu eksistensi yang tidak memerlukan penyebab atau kondisi eksternal untuk hadir. Wujud yang kekal ini tidak mengalami perubahan dari tidak ada menjadi ada, sehingga tidak ada waktu atau keadaan ketika ia tidak ada.
Hal ini menunjukkan bahwa jika Necessary Being memiliki awal, maka ada waktu ketika ia belum ada dan ia menjadi ada adalah melalui proses penciptaan. Setiap sesuatu yang diciptakan dari ketiadaan, pastilah membutuhkan penyebab eksternal yang memberikan keberadaan padanya. Ini bertentangan dengan definisi dari Necessary Being yang seharusnya tidak membutuhkan penyebab eksternal.
Keabadian dan Ketakterhancuran (Perpetuity)
Selain kekekalan, Necessary Being juga bersifat abadi (perpetual), yang berarti bahwa ia tidak dapat berhenti ada atau hancur. Keberadaannya tidak memiliki akhir. Jika Necessary Being dapat mengalami ketiadaan, maka ia tidak akan sesuai dengan definisi sebagai Keberadaan Yang Mutlak Ada. Pemikiran tentang kemungkinan Necessary Being mengalami ketiadaan akan berarti bahwa wujud tersebut tidak sepenuhnya mandiri dan bergantung pada faktor lain untuk terus ada. Ini adalah sesuatu yang mustahil bagi Necessary Being, karena keberadaannya adalah suatu kemutlakan, bukan kemungkinan.
Keberadaan Yang Mutlak Ada, sebagai sumber dari segala eksistensi, harus bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan dan keteraturan alam semesta. Jika Keberadaan Yang Mutlak Ada dapat hancur atau tidak ada, maka seluruh tatanan dan keberadaan alam semesta akan terganggu atau musnah, karena Keberadaan Yang Mutlak Ada adalah Sumber Utama dari segala keberadaan. Dengan kata lain, keabadian dari Keberadaan Yang Mutlak Ada adalah fondasi dari kestabilan dan keberlangsungan eksistensi segala sesuatu yang ada.
Keutuhan Esensial (Essential Wholeness) dan Kesempurnaan (Perfection)
Muhammad Abduh juga membahas bahwa Necessary Being memiliki esensi yang utuh (essential wholeness) dan tidak terbagi. Artinya, wujud ini tidak tersusun dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang berbeda. Jika Necessary Being terdiri dari bagian-bagian, maka bagian-bagian ini harus ada lebih dahulu sebelum keseluruhan wujud tersebut. Hal ini akan menyebabkan Keberadaan Yang Mutlak Ada bergantung pada bagian-bagian penyusunnya, yang berarti ia tidak mandiri dan tidak sempurna. Namun, Necessary Being adalah entitas yang sepenuhnya sempurna (perfect) dan tidak dapat dibagi-bagi. Kesempurnaan ini tercermin dari keberadaannya yang tidak memerlukan penyebab eksternal dan tidak memiliki ketergantungan pada unsur-unsur lain.
Kesempurnaan (perfection) dari Keberadaan Yang Mutlak Ada terkait erat dengan keutuhan esensialnya. Sebagai entitas yang tidak memiliki bagian-bagian, Keberadaan Yang Mutlak Ada adalah sempurna dalam esensinya, tanpa ada aspek yang lebih rendah atau lebih tinggi dari bagian lainnya. Kesempurnaan ini berarti bahwa tidak ada kekurangan atau potensi untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.
Dalam pandangan Abduh ini, kesempurnaan wujud wajib dijelaskan sebagai “the necessary being is the most supreme and perfect of existents,” yang berarti wujud ini adalah bentuk keberadaan yang paling tinggi dan sempurna dibandingkan dengan semua keberadaan yang lain.