Mohon tunggu...
Daffa Binapraja
Daffa Binapraja Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir pada 25 Februari 2000, Jakarta Utara

Seorang pemuda yang menyukai fiksi ilmiah, Alternate History, dan sejarah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Stagnasi

14 September 2019   10:00 Diperbarui: 14 September 2019   13:22 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Itu lelucon doang! Salah Reni, dong. Dia tak tahu dan tak membiasakan diri dengan respon kita, jadi kelakuannya mirip anak SD, cengeng!" Oposisi dadakan mulai muncul, itu tadi adalah Karta. "Tau! Dia saja bahkan tak tahu sopan santun!" Aji ikut mendukung Karta.

Cukup, sudah cukup siklus gila ini berulang. "BERISIK, BODOH!"

Semuanya melihatku, baik Aji dan Karta maupun Sultan memasang wajah heran.

"Eh, dengar baik-baik ya, kalian kumpulan bocah-bocah idiot nggak guna!" Kutatap seisi kelas penuh amarah, "Kalian sadar tidak, sih, kalau Reni hanya bertanya? Kalian sendiri bahkan tak peduli dengan SETIAP dosen di kelas! Terus saja siklus bodoh ini berulang!"

"Dari semester pertama sampai sekarang, kalian sadar tidak, kalau kita semua disebut kumpulan mahasiswa kurang ajar di seluruh angkatan dan bahkan di kampus?" Kulihat Karta yang jelas tak terima dengan keluhanku, "Kau bilang Reni cengeng? Kau anak yang paling apatis di sini!"

"Hah?" Aji mencoba membalas, "Kita semua yang duduk di belakang sini tengah menunjukkan pada kalian semua, ANAK-ANAK SOK ELITIS, kalau kelas kita di sini kurang bisa diajak bersosialisasi!" Beberapa detik kemudian, ternyata Ridho ikut mendukung oposisi Karta, "Dul, coba kau berpikir lebih panjang lagi, Karta dan Aji ada benarnya. Kelas kita dianggap 'bermasalah' seperti yang kau katakan karena sebagian dari kita terlalu membesarkan masalah,"

Karta ikut menambahkan, "Ridho dan Aji aja tahu, bagaimana bisa pendidikan Indonesia berkembang kalau kita terlalu membesarkan masalah? Bukannya Reni menyadari kesalahannya, dia malah kabur dan menangis di tempat. Kalau semuanya punya pikiran seperti Reni-"

"BUKAN BEGITU CARANYA!" Sultan marah lagi, "Bukan begitu caranya kita mendidik kemampuan sosial orang! Itu namanya merundung! Kalau kalian mau mendidik orang, kenapa tak mulai dari sekarang kalian belajar memperhatikan dosen ketika tengah mengajar?"

"Eh, Ketua. Memotong pembicaraan orang itu tak sopan tahu!" Sanggah Karta, "Kalau ada kritik, diterima dan ditampung, dong! Ketua macam apa kau, tak tahan dengan kritik?!"

"Semuanya, aku punya satu kesimpulan," Semua mata kali ini tertuju pada Saifuddin, "Kita semua ingin pendidikan Indonesia maju, kan?" Seisi kelas mengangguk, walau Karta dan Sultan memilih diam.

"Di satu sisi, Karta mau mencoba memperbaiki kemampuan bersosialisasi dengan membuat konsep 'tekanan sosial' sekaligus sering membuat lelucon dengan Aji. Bukan begitu, Karta?" Karta mengangguk, "Di sisi lain, Ridho memilih netral, 'kan?" Ridho juga mengangguk, "Ya, walaupun aku sendiri kurang suka dengan metodenya, namun Aji dan Karta ada benarnya,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun