Saya Daffa Aulia Rahmadan, masih mengingat dengan jelas momen ketika pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi diumumkan. Ada rasa haru, bangga dan lega ketika mengetahui bahwa saya diterima di salah satu kampus terbaik di Indonesia, Institut Pertanian Bogor (IPB) University. Namun kebahagian itu bercampur dengan rasa khawatir ketika menyadari bahwa saya ditempatkan di Program Studi Analis Kimia.Â
Di pikiran saya saat itu, jurusan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Bayangan tentang rumus kimia yang rumit, praktikum laboratorium yang penuh prosedur detail, serta laporan yang menumpuk membuat hati saya diliputi rasa takut. Saya sempat bertanya pada diri sendiri "Apakah saya mampu bertahan di jurusan ini ? Apakah saya bisa melewati semua tantangan yang menunggu?"
Tantangan Awal: Praktikum dan Kurang Tidur
Keraguan itu semakin terasa nyata ketika perkuliahan dimulai. Mata kuliah teori yang padat dipadukan dengan praktikum hampir setiap minggu. Tidak jarang, laporan praktikum harus diselesaikan dalam waktu singkat dengan format yang ketat. Saya pernah mengalami malam-malam panjang dimana waktu tidur hanya tersisa 30 menit atau 1 jam karena laporan harus segera dikumpulkan keesokan harinya.
Tubuh terasa lelah, konsentrasi menurun, dan pikiran terasa penuh. Namun, dibalik semua kelelahan itu, saya mulai menyadari bahwa inilah bagian dari proses pembentukan karakter akademik. Menyusun laporan yang detail, menganalisis data dengan teliti, serta menghadapi teguran asisten praktikum adalah pengalaman yang melatih disiplin, tanggung jawab, dan daya tahan mental.
Keadaan ini juga sejalan dengan temuan Hershner dan Chervin (2014), yang menjelaskan bahwa kurang tidur pada mahasiswa merupakan masalah umum dan dapat berdampak pada konsentrasi, memori, hingga prestasi akademik. Namun, mereka menekankan bahwa strategi manajemen waktu, pembiasaan belajar yang teratur, serta dukungan lingkungan sosial dapat membantu mahasiswa tetap bertahan.
Dukungan Sosial Sebagai Penopang
Di tengah kelelahan itu, saya menemukan bahwa dukungan keluarga dan teman sangat berarti. Keluarga selalu memberikan motivasi agar saya tidak mudah menyerah. Teman-teman satu jurusan pun sering menjadi "penyelamat" ketika laporan terasa berat. Sekadar menemani begadang menjelang deadline. Dukungan sosial seperti ini terbukti berperan besar  dalam membantu  saya menyesesuaikan diri terhadap tekanan akademik., sebagaimana dikemukakan oleh Crede dan Niehorster (2012) yang menekankan pentingnya adaptasi sosial dan emosional bagi keberhasilan studi di perguruan tinggi . Pengalaman ini menunjukkan bahwa bertahan di jurusan yang menantang bukan hanya tentang kemampuan individu, tetapi juga tentang kekuatan kolektif. Rasa kebersamaan membuat beban terasa lebih ringan.Â
Dari ketakutan Menjadi MotivasiÂ
Seiring berjalannya waktu, saya mulai belajar mengubah cara pandang. Ketakutan yang awalnya membuat saya ragu perlahan saya ubah menjadi motivasi. Saya sadar bahwa setiap tantangan yang saya hadapi adalah bagian dari proses pengembangan diri. Hal ini diperkuat oleh pandangan Zimmerman (2002) yang menekankan konsep self-regulated learning. Mahasiswa yang mampu mengatur waktu, mengendalikan motivasi, dan memilih strategi belajar yang tepat akan lebih siap menghadapi tekanan akademik. Dengan kata lain, keberhasilan di perguruan tinggi tidakn hanya ditentukan oleh kecerdasan semata, tetapi juga oleh kemampuan untuk mengatur diri.
Refleksi dan Harapan
Kini, menjelang akhir masa kuliah, saya menengok kembali perjalanan ini dengan rasa syukur. Dari seorang mahasiswa baru yang penuh ketakutan, saya belajar bertahan, bangkit dari kegagalan, dan perlahan menemukan kepercayaan diri. Jurusan Analisis Kimia di Sekolah Vokasi IPB University, yang awalnya saya ragukan ternyata menjadi ruang belajar yang luar biasa, bukan hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi juga untuk menempa mental.Â
Bagi saya pengalaman ini adalah bukti nyata bahwa ketakutan diawal bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari rasa takut itulah saya belajar arti tanggung jawab, ketekunan, dan keberanian. Pengembangan diri dibangku kuliah bukan hanya soal akademik, tetapi juga soal bagaimana kita melatih diri menghadapi kenyataan yang penuh tekanan. Maka, dari perjalanan ini saya belajar bahwa bertahan bukan berarti tidak pernah jatuh, tetapi selalu mau bangkit kembali.
ReferensiÂ
Zimmerman  BJ. (2002). Becoming a Self-Regulated Learner: An Overview. Theory Into Practice. 41(2): 64-70.Â
Hershner SD, dan Chervin RD. (2014). Causes and Consequences of Sleepiness Among College Students. Nature and Science of Sleep. 6: 73--84.
-
Crede M dan Niehorster S. (2012). Adjustment to College as Measured by the Student Adaptation to College Questionnaire: A Quantitative Review of its Structure and Relationships with Correlates and Consequences. Educational Psychology Review. 24: 133--165.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI