Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Kasus Revina VT, Semangat Penumpas Pelecehan Seksual Saja Tidak Cukup

31 Mei 2021   18:22 Diperbarui: 31 Mei 2021   18:54 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalahnya resiko itu benar benar nyata. Kalau sampai mereka terpeleset dengan perilakunya sendiri, pertaruhannya sangat besar. Banyak public figure yang telah merasakan kejatuhan karir karena terlalu vokal dengan jalan yang mereka anggap benar. Dan itu pertaruhan yang setimpal kalau memang mereka menerima segala konsekuensinya.

Konsekuensi terkena satu kasus besar, bisa berakhir boikot, di putus kontrak oleh brand, kehilangan penggemar atau kemungkinan paling buruknya adalah nyawa jadi pertaruhannya. Apa Revina pernah memikirkan sejauh itu? Saya rasa tidak.

Revina cuma satu dari sekian banyak orang yang lantang suaranya, tapi tidak realistis dengan kondisi mereka sekarang. Sebagai anak muda, saya tahu Revina juga butuh memenuhi hidupnya dengan keuangan yang stabil.  Revina suka uang kan? Ya siapa juga manusia yang tidak suka uang?

Maksud saya, kalau mau membela kepentingan orang lain, pastikan juga isi perutnya terisi. Hidup ini perlu makan. Lebih dari itu kenyataannya hidup perlu memenuhi keinginan untuk menyenangkan diri sendiri.

Jadi kalau merasa belum stabil finansialnya, tidak punya tabungan, passive income, back up pengacara atau orang dalam, sebaiknya pikir-pikir dulu untuk bersuara lantang seperti itu. Karena resikonya bisa memutar roda ekonominya anjlok. Dan itu terjadi pada Revina sekarang.

Kalau pun Revina sangat mapan secara finansial, mau boikot, di benci, kehilangan pekerjaan atau di asingkan dari lingkungan sekalipun, dia masih bisa survive. Sayangnya pikiran Revina tidak sepanjang itu.

Tapi setelah semua ini terjadi, setelah Revina berkali-kali bilang dirinya bangkrut karena harus menanggung kerugian finansial yang sangat besar dari kesalahannya, setidaknya ada pelajaran yang bisa dia dapatkan.

Saya tidak merasa Revina perlu bungkam dengan isu-isu sensitif. Harapan saya dia bisa tetap vokal. Hanya saja caranya mungkin bisa dilakukan lebih santai, tidak grasa-grasu dan lebih cermat dalam mengambil isu yang mau dia suarakan.

Satu-satunya yang bisa saya apresiasi dari Revina adalah keberaniannya. Kalau saya jadi Revina saya tidak akan seberani itu. Ya, saya tahu, atas nama kebenaran dia bisa sangat bersemangat untuk mengungkap suatu ketidakadilan. Dan semangat itu memang seharusnya ada di diri semua anak muda. Hanya saja perlu di berhati-hati dan di pikir lebih jauh konsekuensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun