Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"The Lancet", Prabowo dan Kekeliruan di Baliknya

26 Maret 2018   11:21 Diperbarui: 26 Maret 2018   11:39 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa kapal (foto: dailymail)

By the way, ada yang tahu sudah berapa kampung, desa, atau penjuru mata angin yang diblusuki Prabowo sejak lima tahun terakhir?

Setelah membaca pesan Ghost Fleet, kita tiba pada pertanyaan penting. Apakah yang harus dilalui untuk sampai ke kesimpulan agung?

Terus bertempur dengan bekal amunisi paradigmatik berbasis persepsi atau membuka pintu kenyataan dengan perkakas metodologis baru?

Peringatan Prabowo bisa benar, bisa keliru namun yang lebih penting adalah seberapa banyak data dan informasi yang dikemukakan sehingga hipotesanya bisa dijawab. Bukankah itu sudah pakem di mana-mana?

Di ranah ilmiah, muatan Ghost Fleet harusnya bisa menginspirasi kalangan cerdik cendekia untuk melakukan pemeriksaan, menyigi dan menilai apakah aramada Indonesia akan tiba di pelabuhan tujuan atau karam di tengah gelombang kepentingan (partisan).

Tak bermaksud mengulik bagaimana jalan pikiran Prabowo dikonstruksi oleh pengalamannya atau bukan, oleh pembisik atau sesiapapun, namun nampaknya kita perlu belajar bagaimana dugaan dan kesimpulan yang 'diberi panggung' bisa merangsang daya kritis dan daya solusi orang-orang yang kompeten.

Di tahun 1998, Andrew Wakefield merilis artikel riset yang menghubungkan vaksin dengan autism. Dia simpulkan bahwa vaksin gabungan campak, beguk dan rubella (MMR) berdampak pada adanya radang usus besar dan gangguan spektrum autisme.

Hal yang kemudian memicu jatuhnya minat dan angka vaksinasi di Britania Raya dan Irlandia. Akibatnya, jumlah kasus campak dan beguk naik menimpa banyak korban jiwa dan sakit permanen.

Kalangan medis tak diam, mereka melakukan penelitian susulan. Institusi seperti Centers for Disease Control and Prevention bersama institusi riset kesehatan termasuk Akademi Ilmu Pengetahuan Amerika dan Inggris menyimpulkan tidak ditemukan kaitan antara vaksin MMR dan autisme.

Wakefield kemudian didakwa memiliki banyak tipu muslihat, menyembunyikan dan memanipulasikan data. Dia telah menerabas sejumlah kode etik.

Butuh waktu 8 tahun untuk kemudian mencabut sebagian isi artikel di The Lancet hingga betul-betul dicabut sepenuhnya pada tahun 2010.

Wakefield dinyatakan bersalah oleh General Medical Council atas penyalahgunaan jabatan serius pada Mei 2010 dan dicoret dari Medical Register, artinya ia tidak diizinkan membuka praktik dokter di Britania Raya.

The Lancet adalah salah satu jurnal pengobatan paling dikenal dan tertua di dunia yang didirkan oleh Thomas Wakley di tahun 1823.

Salah satu jurnal pengobatan paling prestisius di dunia namun tidak luput dari kekeliruan terkait data.

Pentingnya detail

Yang menarik dari sisi pembuktian kasus The Lancet itu adalah bagaimana membaca proses pembuktian yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menguji dan memberikan sanksi bagi penulis artikel itu.

Cerita di atas adalah satu dari sekian banyak modus serupa di berbagai belahan dunia.

Ada yang dibetulkan, dibongkar hingga diperkarakan ke meja hijau tetapi tidak sedikit juga yang masih menjadi misteri atau tetap mempengaruhi kehidupan dan diterima oleh manusia saat ini.

Orang-orang dan institusi apapun harus berbenah di dunia yang serba cepat berubah ini sebab ada terlalu banyak nilai yang dipertaruhkan jika gejala dan simpulan tak bisa diverifikasi.

Mari kita lihat. Pada isu yang sering penulis temukan terkait perencanaan atau pembangunan masyarakat pesisir di Indonesia dan bagaimana persepsi, data, informasi campur baur namun lemah justifikasinya.

Si Fulan adalah pekerja LSM yang giat dalam mendorong pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Ketika berbicara kepada sekelompok besar donor potensial untuk organisasinya, ia menyatakan bahwa ada 10 juta orang (data) di pesisir dan laut Indonesia yang miskin (persepsi).

Kenyataannya, si Fulan tidak mengetahui jumlah pasti orang yang miskin di pesisir dan laut Indonesia karena dia tidak melakukan pendataan. Namun dia berpikir bahwa '10 juta' akan membuat aksinya, bicaranya, proposalnya menjadi lebih penting dan pasti dilirik donor untuk dibiayai (informasi).

Padahal jumlah orang yang miskin di pesisir dan laut ternyata tidak sampai 10 juta atau jauh di bawahnya. Ini kemudian mengarahkan kita bahwa informasi dasar sungguhlah penting, generalisasi dan kuantifikasi harus dilakukan secara proporsional.

Generalisasi tentang suatu keadaaan seperti kasus orang miskin 10 juta itu harus mempertimbangkan aspek ruang dan waktunya.

Yang menyedihkan, bukan hanya si Fulan yang terjebak dengan generalisasi dan kemalasan menyiapkan data faktual, para perencana, para akademisi, hingga pengambil kebijakan tak sungguh-sungguh melakukan observasi, melakukan wawancara sehingga kesulitan dalam melakukan analisis persoalan.

Si Fulan dan kita semua harusnya lebih rinci dan membatasi 'kasus'.

Kuantifikasi sangat penting dalam proposal sebab dengan itu input bisa disiapkan dengan baik dan tidak, akan ada yang ketinggalan atau tidak masuk dalam agenda perubahan di pesisir dan pulau-pulau seperti yang disampaikan oleh Fulan.

Bagaimana seorang ketua RT bisa melayani warganya jika dia tidak tahu berapa jumlah warganya? Bagaimana seorang Bupati, Gubernur, bahkan (calon) Presiden sekalipun tidak punya data jumlah orang sakit atau miskin di Papua, di pulau-pulau terluar misalnya?

Bagaimana seorang bisa memimpin Indonesia jika dia tidak tahu berapa pulau dan rakyat Indonesia yang harus dilayani?.

 Jika saya Prabowo

Prabowo mengutip Ghost Fleetse jatinya tidak bisa ditarik ke ranah santifik tetapi dia dapat menyadarkan kita tentang perlunya mengumpulkan fakta-fakta lapangan tentang realitas, isu atau gap yang dialami oleh Bangsa Indonesia, tentang apa yang dicita-citakan melalui janji kampanye, iming-iming dan apa realisasinya.

Sebelum benar-benar terlambat, jika saya Prabowo, saya tidak akan berparadigma belaka terhadap Indonesia tetapi menggerakkan mesin-mesin partai untuk mengumpulkan justifikasi sebanyak mungkin, sedalam dan selebar mungkin tentang Indonesia saat ini dan proyeksi masa depannya.

Saya adalah bos dari sebuah organisasi yang punya ideologi, sejatinya ilmiah, responsif dan metodologis. Dengan sekali perintah saya bisa menyigi dan memeriksa situasi dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Rote demi Indonesia yang saya cintai.

Saya akan menggerakkan mesin-mesin partai untuk melakukan pengecekan faktual realitas di desa-desa, di kecamatan-kecamatan, di kabupaten-kota, provinsi untuk menyusun hipotesa pembangunan, mengulik fakta lapangan dan merekonstruksi jalan perubahan. Baik oleh diri dan Partai-nya maupun oleh hasil kerja rezim.

Bukankah dia punya kapasitas untuk itu? Ketimbang merujuk ke Kapal Hantu, ada baiknya melakukan riset seperti itu terkait Poros Maritim, terkait Nawa Cita, terkait bagaimana kebijakan pembangunan infrastruktur di Kabinet saat ini berdampak pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

Jika saya Prabowo, sebelum terlambat, saya akan gerakkan sebuah wahana yang berfungsi seperti 'KataData' atau semacam 'Wiki-rindra'.

Yang bisa dibagikan ke dunia maya dan dunia nyata tentang data dan informasi yang dikumpulkan oleh Gerindra dan simpatisannya terkait efisiensi, efektifivitas dan dampak pembangunan nasional.

Tak perlu khawatir jika politisinya atau simpatisannya tidak punya tools memadai, masih banyak orang baik di negeri ini jika diajak untuk bicara realitas dan merefleksi masa depan. Tentang apa yang dialami dan bagaimana menempatkan hati dalam menilai Indonesia saat ini.

Jika saya Prabowo, saya akan melakukan silaturahmi ke titik paling pelosok Indonesia seperti yang tampak di iklan-iklan politik lima tahun lalu. Sembari membenahi bank data partai, lalu terus konsisten menolak KKN dan sungguh-sungguh mendidik rakyat untuk mencintai Indonesia.

Jika saya Prabowo, saya akan menghidupkan daya kiritis dari kampung-kampung hingga puncak kekuasaan, bukankah tujuan partai didirikan adalah sebagai pendidik rakyat agar mawas diri, punya kompetensi dan bangga ber-Indonesia. Sebagaimana aksi yang dilakukan para ilmuwan atas klaim banal 'pembangunan' ala Wakefield itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun