Masjid ini terletak di Jl. Enggano Raya-Tanjung Priok, RT.6/RW.8, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu setiap hari Jumat kawasan Masjid Raya Al-Husna kerap dimanfaatkan sejumlah penjual untuk menjajakannya dagangannya.Â
Mulai dari pakaian, alat salat, jam tangan, hingga parfum dijajakan pedagang di kawasan tersebut. Masyarakat yang hendak menjalankan ibadah Salat Jumat pun sengaja mampir untuk sekedar melihat atau membeli berbagai barang.
Masjid Al Fudholah Koja
Masjid Al Fudholah dekat terminal peti kemas Koja Pelabuhan Tanjung Priok, tidak kalah bersejarahnya. Tempat ibadah yang merupakan bangunan satu-satunya yang tidak dibongkar saat pembangunan JITC (Jakarta Internasional Terminal Container).
Padahal di dekat masjid ini, dulunya ada Pasar Ular tempat barang impor dijajakan, juga obyek rekreasi Pantai Sampur dan permukiman warga yang tak luput dari penggusuran. Lokasinya juga berdekatan dengan Makam Mbah Priok.
Masjid Al Fudholah juga mencatat sejarah, dimana Panglima Kodam (Pangdam) Jaya ketika itu Try Sutrisno (mantan Wakil Presiden era Soeharto) berceramah dan meredam amarah masyarakat pasca peristiwa "Tragedi Berdarah Tanjung Priok" pada 12 September 1984.Â
Masjid Islamic Centre Kramtung
Masjid Islamic Centre Jakarta ini terletak di Jl. Kramat Jaya Raya No.1, RT.6/RW.1, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Sehari-hari jadi Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre). Uniknya lahan tempat berdirinya lembaga ini di bekasi Lokasi Resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak (Kramtung).
Lokres Kramat Tunggak adalah nama sebuah Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak, yang terletak di jalan Kramat Jaya RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara.Â
Areal tersebut tepatnya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT). Kramat Tunggak (kramtung), kemashurannya tidak saja terkenal di Indonesia, namun juga terkenal hingga ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat jajan terbesar bagi kaum hidung belang.Â
Pada awal pembukaannya tahun 1970-an, terdapat 300 orang WTS dengan 76 orang germo. Jumlah ini terus bertambah seiring bertambah bulan dan tahun. Menjelang akhir ditutupnya Lokres Kramtung tahun 1999, jumlahnya mencapai 1.615 orang WTS di bawah asuhan 258 orang germo/mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar.Â
Artinya, lokalisasi ini tumbuh dan berkembang dengan pesat yang akhirnya menimbulkan masalah baru pada masyarakat di lingkungan sekitarnya.