Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Melawan Sindrom Pasca-Pensiun dengan Menulis

7 Agustus 2021   16:10 Diperbarui: 7 Agustus 2021   16:57 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jadi narasumber di acara pelatihan menulis di masa pensiun (foto dok Nur Terbit)

Kalau topik pertama yaitu "Wartawan Tanpa Suratkabar", jika disingkat akan menjadi WTS, atau wartawan Bodrex, wartawan abak-abal, menurut saya konotasinya bisa negatif. WTS, sudah "merk dagang" pihak lain. Yakni (maaf), singkatan dari Wanita Tuna Susila. Atau sebutan halusnya PSK, alias Pekerja Seks Komersial

Lagi pula di era digital ini, sudah tidak cocok menggunakan istilah wartawan tanpa suratkabar. Ataupun wartawan Bodrex yang meniru iklan obat sakit kepala itu. Kenapa? Ya, dunia surat kabar sendiri sudah mengalami senjakala. Sudah pada mati. 

Atau setidaknya, "hidup segan mati tak mau". Kalau pun masih ada koran beredar, kata teman yang wartawan senior, lebih banyak wartawannya dari pada oplah korannya. Jadi koran itu mencoba tetap eksis, tapi hanya sekedar bertahan demi gengsi, dan tentu pertimbangan faktor nilai sejarah dari media tersebut.

Mereka gak dibredel atau diberangus oleh penguasa. Tapi "memberanguskan diri" sendiri. Satu demi satu koran berguguran. Mereka beralih ke versi digital alias media online. Sudah banyak bukti "wassalam" yang bisa diambil sebagai contoh.

PENSIUN TAPI TETAP MENULIS

Agak repot memang untuk menggambarkan sosok seorang "pensiunan" wartawan, atau wartawan yang sudah menjalani masa pensiun. Gampangnya, ya contohnya saya sendiri deh. Sudah pensiun dalam arti tidak ke kantor dan ke lapangan lagi mengejar berita dan narsumber. Pensiun tapi tetap menulis. 


Memasuki masa pensiun, setiap orang mengalami banyak perubahan dalam hidup. Itu sudah pasti. Dari segi penurunan aktivitas, penghasilan, produktivitas, dan masih banyak lagi. Ini saya kutip dari pengantar TOPIK PILIHAN dari admin Kompasiana.

Bahkan, rasa sedih, kesepian dan kekhawatiran pun kerap menghantui. Jika tak dikelola dengan baik, dapat berakibat stres, tak bersemangat, dan putus asa. Lantas tubuh kian lemah dan mudah sakit.

Kalau sudah begini, apa yang harus kita perbuat?

Kalau saya sih, ya seperti yang saya ceritakan di atas. Mencari kesibukan.yang tidak jauh-jauh dari dunia saya sebelumnya. Yakni dunia tulis-menulis. Pensiun tapi tetap "sibuk" bekerja dengan menulis dan mengirimkan ke media.

Baca Juga : Cerita di Balik Penulisan Buku Wartawan Bangkotan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun