Pandemi Covid19 yang tiba di negeri Indonesia ini, seperti juga di negara lain, telah memporak-porandakan sendi-sendi dan segala kehidupan masyarakat. Â Salah satunya adalah dalam hal pengguna moda transportasi kereta api.
Di tengah virus yang merajalela ini, masyarakat pengguna angkutan umum terutama kereta api Commuterlane Jabodetabek, harus sadar dan patuh dengan sejumlah aturan pemerintah mengikuti protokol kesehatan (Prokes).
Sebagai pengguna commuterlane yang setiap hari harus bolak-balik dari Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) masuk Jakarta, berbagai aturan harus diikuti selama masa Pemberlakuan Pembatasa Kegaiatan Masyarakat atau PPKM Darurat yang sudah diperpanjang itu.
Berikut video saya Naik Kereta Commuterline Saat PPKM Darurat :
Naik kereta KRL sekarang ini, rasanya seolah sudah terpasung. Kebebasan berbicara dibatasi. Bahkan, dilarang sama sekali. Buktinya, selama saya naik kereta Commuter Line Jabodetabek, jalur Bekasi - Jakarta, penumpang dilarang atau gak boleh bicara di kereta.Â
Duduk atau berdiri di kereta, juga harus jaga jarak. Satu bangku yang semula diduduki 8 orang, hanya bisa 4 orang. Atau kursi 3 orang, hanya boleh 2 orang. Secara keseluruhan, kapasitas di tiap gerbong hanya boleh diisi 50-60 persen penumpang.
Soal  berbicara di atas kereta, juga diperketat. Baik berbicara secara langsung (verbal), maupun berbicara melalui handphone. Bahkan, pada Jumat 30 Juli 2021 misalnya, ada dua penumpang di depan saya sedang asyik "ngerumpi", tiba-tiba sudah didatangi satpam kereta. Dan, disuruh diam, atau sekalian tidur sampai stasiun tujuan.
DILARANG NGOBROL ATAU MENELPON
Apa sebenarnya alasan yang membuat penumpang kereta dilarang berbicara atau menelpon dan menerima sambungan telepon? Ternyata, setidaknya ada dua alasan :
Pertama, bicara dengan sesama penumpang, dilarang dengan alasan dikhawatirkan air liur keduanya "muncrat" saat berbicara. (ya, mungkin ada yang mengandung virus Corona?). Tapi kenapa pula semua penumpang, tanpa terkecuali termasuk satpam dan masinis kereta, harus memakai masker? Harus berlapis dua pula?
Kedua, dilarang berbicara atau menerima panggilan melalui handphone, dengan alasan dikhawatirkan bisa mengganggu sinyal kereta api? Ini bisa diterima, namanya juga KRL. Anggap saja naik pesawat terbang, yang juga dilarang menggunakan peralatan elektronik.
Baca Juga : Kertas STRP Ini Wajib Dibawa Jika Naik Kereta Commuterlane
Nah, kedua larangan di atas -- bicara dengan sesama penumpang, atau bicara melalui handphone -- belakangan baru saya tahu ternyata, "dua hal" yang berbeda. Bahkan, ini akan menjadi "empat hal" yang berbeda, jika ditambah dengan aturan baru naik kereta (STRP) dan "kartu plastik" (e-Ticketing) berbayar sebagai kewajiban penumpang kereta.
Berikut video saya Penggunaan STRP di Kereta Commuterline Saat PPKM Darurat :
Dua hal tambahan tersebut di atas, khusus untuk STRP, akan seperti ini jalur ceritanya. Selama PPKM, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, maka setiap penumpang kereta harus dikengkapi secarik kertas : STRP, yakni surat tanda registrasi pekerja, dari pimpinan kantor.Â
Kantornya juga gak boleh sembarangan. Hanya khusus kantor yang masuk kategori "esensial" dan "kritikal". Apa pula arti dari kedua istilah ini?Â
Ya, gampangnya adalah kantor yang melayani kepentingan orang banyak. Seperti pelayanan kesehatan, pelayanan publik, termasuk kantor pengacara.
HARUS BERPRANGKA BAIK DEMI KEBAIKAN BERSAMA
Tapi, Alhamdulillah, kita tentu semua tidak bermaksud "zuudzon" dengan upaya pemerintah yang sudah berusaha keras mencoba "mengelola" penanganan Covid19 ini. Terlepas ada kekurangan di sana-sana.
Berburuk sangka atau suudzon, dari sisi agama, adalah perilaku yang tidak boleh dilakukan kepada sesama Muslim. Umumnya sih, siapa pun sebaiknya menghindari untuk berburuk sangka karena inilah penyebab timbulnya iri hati. Allah SWT sangat melarang umat-Nya untuk berperilaku seperti itu.
Sebaliknya, kita perlu berperasangka baik (husnudzon). Secara bahasa, husnudzon berarti prasangka yang baik. Sedangkan husnudzon secara istilah, adalah sikap mental dan cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu dari sisi yang positif.
Sebagai penutup terkait tulisan di atas jika naik kereta KRL (commuter line Jabodetabek), ada aturan lainnya kalau mau naik kereta, yakni harus punya duit untuk beli "karcis" kereta berbentuk e-Ticketing, tiket plastik khusus dikeluarkan PT. KAI -- yang harus di-topup jika saldonya sudah berkurang.
Nah, itu saja cerita "pepesan kosong" saya hari ini. Beberapa hal aturan yang harus diperhatikan dan diikuti jika naik kereta api Commuterlane Jabodetabek.
Salam Nur Terbit