Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Sampai Tua, Harapan Wartawan Bangkotan

28 Mei 2021   00:18 Diperbarui: 28 Mei 2021   00:31 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis Sampai Tua, obsesi seorang wartawan bangkotan untuk tetap menulis dan berkarya (foto dok Nur Terbit)


BANYAK orang terutama di antaranya seniman dan pujangga, melahirkan karya-karya yang viral, hits, fenomenal dan melegenda karena berangkat dari gejolak kehidupan mereka.

Beberapa contoh di sini bisa disebutkan. Misalnya, bagaimana sejumlah tokoh berhasil menulis buku dan karya legendaris, justeru saat dia di dalam penjara.

Antara lain : Bung Karno (proklamator Soekarno) menulis karya besar saat di pengasingan, Pramudya Ananta Toer dengan sejumlah karyanya di dalam sel penjara. Atau pengacara senior OC Kaligis, produktif menulis buku-buku bertema hukum, justeru saat dia berada di balik jeruji besi "terungku" alias lembaga pemasyarakatan (lapas).

Begitu juga wartawan tiga jaman Muchtar Lubis dengan "Catatan Subversi-nya, Buya Hamka dengan buku tafsirnya, Arswendo Atmowiloto yang "Menghitung Hari" dan "Abal-Abal"-nya saat di Cipinang dan banyak lagi yang lain.

Bagi saya, situasi seperti apa pun, sebenarnya bisa membuat proses kreatif kita bisa muncul kemudian menjelma menjadi produktif dan kaya dengan gagasan. Entah itu di saat senang, sedih, patah hati, berlibur, atau malah ketika sedang tertekan. Semuanya bisa sebagai pemicu awal.

Sebagai orang yang berlatar belakang orang media (wartawan), maka menulis adalah salah satu cara melampiaskan  gejolak kehidupan yang saya alami itu dalam satu karya tulisan. Syukur-syukur menjadi buku, meskipun hanya sekedar kumpulan tulisan.

MENULIS SAMPAI TUA

Berusaha tetap menulis di Kompasiana (foto.dok Nur Terbit)
Berusaha tetap menulis di Kompasiana (foto.dok Nur Terbit)

Walaupun sudah jarang turun ke lapangan, saya usahakan tetap menulis. Menulis apa saja. Di mana saja. Nitip di media yang di kelola bersama teman. Terutama media online. Juga, di media meanstrem format digital. Honornya lumayan pengganti paket internet.

Belakangan di musim pandemi COVID-19 ini, mulai lebih bergairah lagi menulis. Maklum lebih banyak di rumah. Paling tidak, mengumpulkan tulisan lama yang berserak, dan menuliskannya kembali untuk dijadikan buku. Menjadi buku fisik, atau digital. Populer dengan sebutan e-Book.

Pokoknya tetap harus menulis. Minimal ya menulis di media sosial seperti blog, FB, atau berlatih membuat video reportase "ala-ala" jurnalis TV di YouTube. Biar kelihatan tetap eksis, meski usia sudah tuir, out off date.

Ini semuanya, sebenarnya selain agar tidak cepat pikun karena berhenti menulis, juga karena satu hal. Tak bisa melepaskan diri dari habibat dunia tulis menulis, terutama menulis reportase sebagai layaknya wartawan. Seperti dulu lagi.

Itu sebabnya, saya sempat panik, ketika divonis oleh dokter menderita penyakit mata katarak. Bagaimana bisa menulis (mengetik) kalau mata sudah buta? Benar. Buktinya mata kanan saya seolah melihat kabut, dan pandangan tertutup asap. 

Mata kanan pun dioperasi, minggu lalu, dan kini berdiam di rumah menikmati masa pemulihan pasca operasi. Harusnya sih istirahat, tapi tokh tangan terasa gatal. Tetap juga akhirnya menulis.

"Sudah sembuh Bang Nur?," tanya beberapa teman di WA. Saya jawab, "Alhamdulillah, agak mendingan".

Saya jadi teringat lagi, satu guyonan di tempat tongkrongan para pemburu berita. 

"Wartawan itu menulis". Kata teman. Kalau gak menulis? Ya, tetap juga namanya wartawan. Tapi cuma dianggap "wartawan" CNN. Apa itu CNN? 

Apakah yang dimaksud Cable News Network (CNN)? itu loh sebuah saluran berita kabel asal AS yang didirikan tahun 1980 oleh konglomerat media asal Amerika Serikat : Ted Turner.

Mirip-miriplah. Tapi ini CNN-nya parah. CNN = Cuma Nanya Nanya, Cuma Nyatat Nyatat, Cuma Numpang Nampang, cuma... hahahaha.....

Satu hal yang sering membuat kejutan bagi saya yang mencoha terus menulis sampai tua, yakni ketika setiap kali menerima pesan khusus melalui jaringan pribadi.

"Bang Nur Terbit, ISBN akan diusulkan hari ini ke Perpustakaan Nasional, email segera Judul Buku, Kata Pengatar, Daftar Isi dan Sinopsis, Salam Literasi," kata Pak Thamrin Dahlan, teman sesama penulis yang kini mengelola penerbitan buku.

Apa itu ISBN? Pengertian ISBN (International Standard Book Number) adalah kode pengidentifikasian buku yang bersifat unik. Informasi tentang judul, penerbit, dan kelompok penerbit tercakup dalam ISBN. 

ISBN terdiri dari deretan angka 13 digit, sebagai pemberi identifikasi terhadap satu judul buku yang diterbitkan oleh penerbit. 

Oleh karena itu satu nomor ISBN untuk satu buku akan berbeda dengan nomor ISBN untuk buku yang lain. Kode ISBN menempel di bagian cover belakang, juga di bagian isi buka di halaman pertama.

ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yan berkedudukan di London. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia. 

Perpustakaan Naasional RI mempunyai fungsi memberikan informasi, bimbingan dan penerapan pencantuman ISBN serta KDT (Katalog Dalam Terbitan). 

KDT sendiri merupakan deskripsi bibliografis yang dihasilkan dari pengolahan data yang diberikan penerbit untuk dicantumkan di halaman balik judul sebagai kelengkapan penerbit.

Adapun fungsi ISBN adalah antara lain : memberikan identitas terhadap satu judul buku yang diterbitkan oleh penerbit. 

Membantu memperlancar arus distribusi buku karena dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam pemesanan buku.

Sarana promosi bagi penerbit karena informasi pencantuman ISBN disebarkan oleh Badan Nasional ISBN Indonesia di Jakarta, maupun Badan Internasional yang berkedudukan di London.

Nah, itulah salah satu alasan yang mendorong, kenapa saya harus tetap menulis -- Insha Allah, sampai tua.

Kumpulan tulisan kemudian dijadikan buku, merupakan salah satu langkah mewujudkan karya sebagai penulis (foto dok Nur Terbit)
Kumpulan tulisan kemudian dijadikan buku, merupakan salah satu langkah mewujudkan karya sebagai penulis (foto dok Nur Terbit)
Alhamdulillah, sampai saat ini sudah ada 3 buku yang saya tulis berdasarkan gejolak kehidupan. Umumnya masih seputar kehidupan profesi yang digeluti selama ini sebagai wartawan.

Antara lain, buku "Lika-Liku Kehidupan Wartawan" (PWI Pusat, 2020), "Wartawan Bangkotan - Jurnalisme Investigatif" (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan/YPTD, 2020), "Mati Ketawa Ala Netizen" (YPTD, 2021) dan segera menyusul "Menulis Sampai Tua".

Nah, begitulah cara saya sebagai Kompasianer mengolah rasa sehingga menjadi karya. Tak ada ritual khusus. Semoga tulisan ini berguna kepada penulis lain, terutama yang pemula agar bisa melakukan hal serupa.

(Nur Terbit)

Narsis di kantor redaksi Kompasiana, Kompas Grup, suatu hari (foto dok Nur Terbit)
Narsis di kantor redaksi Kompasiana, Kompas Grup, suatu hari (foto dok Nur Terbit)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun