Mohon tunggu...
Dadan Hidayat
Dadan Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Travel Journalism

Situs Web Berita & Wisata

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belajar dari Tragedi Gelombang Kedua Flu Spanyol

16 Mei 2020   08:21 Diperbarui: 16 Mei 2020   17:38 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Montana State Normal (Instagram/rockdoctor62)

Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization) memperingatkan negara-negara di dunia harus mempersiapkan kemungkinan gelombang kedua Covid-19 terjadi.

WHO melihat fakta dilapangan kemunculan kasus baru Covid-19, yang sebelumnya sempat menunjukan hasil nihil di sejumlah negara di Asia seperti Tiongkok, Korea Selatan, Singapura hingga Hongkong.

"Tetapi yang benar-benar penting adalah bahwa Tiongkok dan Korea Selatan. Tiongkok telah memiliki sistem untuk mengidentifikasi virus secara cepat. Mereka juga cepat melakukan pelacakan kontak orang yang terinfeksi," ujar Kepala Teknis Tim Tanggap Darurat Covid-19 WHO, Dr. Maria Van Kherkhove saat berbicara diskusi panel di salah satu media asing asal Amerika Serikat.

Kerkhove menambahkan, virus Suka mencari peluang untuk bangkit kembali dan terus meningkat. dan kita harus siap untuk potensi terjadi kemungkinan gelombang kedua itu.

Berbicara pandemik virus tak lepas dari sejarahnya, Flu Spanyol (Spanish Flu) sebagai cikal bakal virus terbesar yang pernah mewabah dunia, diperkirakan sekitar 100 juta orang terjangkit dan puluhan juta jiwa  tewas akibat virus mengerikan itu.


Serangan virus Flu Spanyol sangat dahsyat, saking dahsyatnya, ahli asal Amerika Serikat Jeffery Taubenberger menyebut Flu Spanyol sebagai "The Mother of All Pandemics".

Seorang ahli ilmu lingkungan dari Universitas Montana Western mengenang foto lawas di sekolah NORMAL (UMW), Rob Thomas pemilik akun instagram @rockdoctor62 menulis Flu Spanyol mewabah antara periode tahun 1918-1919. Virus itu terbagi jadi 2 gelombang.

"Pada hari ini saya mengenang foto sekolah pertama (UMW) ini diambil pada musim panas 1919. Pada tahun 1918, gelombang pertama pandemi flu menyerang pada musim semi dan umumnya ringan." tulisnya.

Pada gelombang pertama flu ini menyerang seperti flu biasa saja, namun pada gelombang kedua flu itu berevolusi.

"Gelombang kedua terjadi pada musim gugur tahun yang sama, tetapi virusnya telah berevolusi. Korban meninggal dalam beberapa jam atau beberapa hari karena gejala yang berkembang, kulit mereka membiru dan paru-paru mereka penuh dengan cairan, menyebabkan mereka mati lemas." tulis Rob.

Orang yang terinfeksi virus ini memiliki beberapa fase. Menurut BGD (Dinas Kesehatan Hindia Belanda), gejala Flu Spanyol layaknya flu biasa. Penderita merasakan pilek berat, batuk kering, bersin-bersin, dan sakit kepala akut di awal.

Dalam beberapa hari, otot terasa sakit dan disusul demam tinggi. Gejala umum lainnya, mimisan, muntah-muntah, menggigil, diare, dan herpes. Pada hari keempat atau kelima, virus telah menyebar hingga ke paru-paru.

Dalam banyak kasus, gejala itu berkembang menjadi pneumonia. Bila penderita sudah sampai pada tahapan ini, kecil kemungkinan bisa bertahan.

Pada tahun 1919 badai virus itu mulai mereda. Secara bertahap mereka mulai kehidupan yang baru.

"Pada 1919, kematian massal secara bertahap telah berakhir. Mulai kehidupan yang baru yang berbeda. Kenali wajah-wajah ini, mereka masih muda. Banyak ibu, ayah, saudara kandung, kakek nenek, dan teman yang wafat." tambahnya.

Menurut Rob, mereka mungkin melihat orang yamg mereka sayangi telah tiada karena wabah itu.

"Entah bagaimana mereka menemukan kekuatan untuk naik kereta dan kembali ke sekolah. Mereka terlihat lelah, tetapi mereka hidup, bergerak maju, dengan hati-hati, perlahan, tetapi bergerak maju, berbeda." tutup Rob.

Gelombang Kedua Flu Spanyol di Hindia Belanda

Flu Spanyol (Wikipedia)
Flu Spanyol (Wikipedia)
Penyebaran Flu Spanyol di Hindia terjadi dalam dua gelombang. Pertama, Juli 1918-September 1918, sekalipun di beberapa tempat, seperti Pangkatan (Sumatera Utara), virus ini sudah menyebar pada Juni 1918.Diduga kuat penyakit itu ditularkan penumpang dari Singapura. Sementara, kawasan timur, seperti Sulawesi dan Maluku, masih terbebas dari Flu Spanyol selama gelombang pertama.

Dalam hitungan minggu, virus menyebar secara masif ke Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Purworejo dan Kudus), dan Jawa Timur (Kertosono, Surabaya, dan Jatiroto).

Dari Jawa, virus menjangkiti Kalimantan (Banjarmasin dan Pulau Laut), sebelum mencapai Bali, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Memasuki Oktober 1918, virus telah mencapai pulau-pulau kecil di sekitar Kepulauan Sunda. Sebulan berselang, virus telah mencapai Papua dan Maluku, 10 dari 1000 orang meninggal akibat flu ini.

Menurut Oetoesan Hindia, lebih dari 10 persen populasi di Pulau Seram meninggal akibat keganasan virus ini. Sementara, 60 persen penduduk Makassar yang berjumlah sekitar 26.000 jiwa dilaporkan terjangkit virus ini dan 6 persen dari mereka tewas.

Gelombang kedua Flu Spanyol di Hindia Belanda terjadi pada Oktober-Desember 1918 meski di beberapa tempat, terutama di kawasan timur, berlangsung hingga akhir Januari 1919.

Laporan BGD tahun 1920 menyebutkan, "Seloeroeh desa di Hindia Olanda hampir tidak ada jang tidak terinfeksi oleh penjakit flu."

Akibatnya, menurut laporan itu, "Pintu rumah tertutup. Jalan-jalan begitu lengang. Anak-anak menangis di dalam rumah karena merasa lapar dan haus. Banyak binatang bahkan meninggal kelaparan. Hari-hari tersebut sangat penuh dengan kesengsaraan."

***

Sumber : CNN, tulisan di instagram, HistoriA

ikuti tulisan menarik saya yang lainnya www.travelingeverydays.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun