Mohon tunggu...
Dadang Darmansyah
Dadang Darmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Badan Pusat Statistik

Lahir di kaki Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, saat ini ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, penyuka olahraga dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II, Potensi Ancaman Resesi

7 Agustus 2020   14:59 Diperbarui: 8 Agustus 2020   08:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi resesi ekonomi mengancam indonesia (sumber: Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Pemerintah Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan Ekonomi Indonesia kuartal II (April-Juni) tahun 2020. BPS menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau pertumbuhan minus 5,32 persen.

Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan tertinggi sebesar 30,84 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa serta Impor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan masing-masing sebesar 11,66 persen dan 16,96 persen.

Pertumbuhan minus ini merupakan kali pertama sejak krisis ekonomi tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan perlambatan sejak kuartal I (Januari-Maret) tahun 2020. 

Saat itu pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 2,97 persen. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan tren pertumbuhan negatif ini sebagai dampak pandemi covid-19. Pemberlakuan PSBB menurunkan tingkat konsumsi dan investasi ekonomi.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan berbagai pihak di negeri ini. Tidak hanya para pelaku ekonomi juga seluruh masyarakat mengalami kekhawatiran yang sama. Apakah kondisi ini menjadi potensi resesi ekonomi yang akan dialami Indonesia?

Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa resesi ekonomi terjadi apabila pendapatan nasional suatu negara mengalami kemerosotan selama enam bulan berturut-turut, dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi ini mengacu pada pendapatan nasional (PDB/GDP) yang merupakan jumlah total dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor (dikurangi nilai impor).

Sejauh mana potensi resesi ekonomi ini dapat terjadi? Ada beberapa indikator yang dapat menyebabkan suatu negara mengalami resesi ekonomi. Selain indikator pertumbuhan ekonomi, ada indikator  penunjang lainnya. Di antaranya terjadinya inflasi/deflasi yang tinggi.

Inflasi yang tinggi dapat menekan daya beli masyarakat. Deflasi yang tinggi juga dapat merugikan pelaku ekonomi karena tidak dapat menutupi biaya produksinya.

Indikator lainnya adalah nilai impor lebih tinggi dari ekspor. Ketimpangan ekspor impor ini berdampak kepada defisit anggaran sehingga pendapatan nasional menurun. Indikator terakhir  terjadinya tingkat pengangguran yang tinggi.

Inflasi nasional sepanjang tahun relatif stabil dan masuk kategori rendah. BPS dalam berita resmi statistiknya menyatakan inflasi “yoy” pada bulan Juni 2020 mencapai 1,96 persen. Stabilnya tingkat inflasi lebih diakibatkan karena menurunnya tingkat konsumsi akibat pandemi covid-19. 

BPS menyatakan sumber konstraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 (y-on-y) berasal dari komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar minus 2,96 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar minus 2,73 persen. Sisanya berasal dari komponen pengeluaran lainnya.

Neraca perdagangan Indonesia sampai bulan Juni masih mencatatkan surplus USD 1,27 miliar. Nilai ekspor mencapai USD 12,03 Miliar dan impor USD 10,76 miliar. Meski demikian, komponen ekspor dan impor mengalami penurunan yang cukup dalam pada kuartal kedua tahun ini. 

Badan Pusat Statistik pada Rabu (5/8/2020) melaporkan kedua komponen tersebut mencatatkan pertumbuhan terendah dari seluruh komponen Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran. Ekspor barang dan jasa pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi 11,66 persen secara year-on-year (yoy). Sementara impor barang dan jasa mengalami kontraksi paling dalam, yaitu -16,96 persen.

Sebelum pandemi covid-19, BPS mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2020 sebesar 4,99 persen. Angka ini lebih rendah dari dua tahun terakhir, yaitu 5,13 persen pada Februari 2018 dan 5,01 persen pada Februari 2019. Sebagai dampak pandemi covid-19 pertambahan jumlah pengangguran diperkirakan akan berasal dari sektor UMKM.

Jumlah UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai 60 juta. Survey Asian Development Bank (ADB) menyatakan 48,6% UMKM di Indonesia menutup sementara usahanya akibat pandemi covid-19. "Survey ADB (Asian Development Bank) baru keluar bulan Juli kemarin, cukup up to date. Mereka mengatakan bahwa hampir 50% dari total UMKM sudah menutup usahanya. Kemudian 30% mengalami gangguan permintaan domestik, hampir 20% mengalami gangguan produksi, dan 14,1% mengalami pembatalan kontrak," ungkap Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani dalam webinar KTT Indef, Selasa (28/7/2020).

Melihat perkembangan indikator-indikator di atas potensi ancaman ke arah resesi memang ada. Namun  para ekonom berpendapat Indonesia masih belum masuk kategori resesi ekonomi.

Meskipun demikian kekhawatiran terjadinya resesi ekonomi akan menjadi kenyataan saat pemerintah tidak dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kwartal-kwartal berikutnya agar bisa tumbuh positif.

Sebagai masyarakat tentunya kita tetap optimis menghadapi kondisi ini. Berharap pemerintah segera melakukan langkah-langkah strategis untuk menghindarkan negara pada kondisi yang lebih buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun