Mohon tunggu...
Muhammad Dadang Kurnia
Muhammad Dadang Kurnia Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Nomad & Marketer

A Digital Nomad who passionate in Marketing and Writing.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kembali ke Jakarta, Hidup Idealis dan Berharap Keajaiban Datang

25 Desember 2019   14:51 Diperbarui: 25 Desember 2019   14:58 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gue sengaja pulang lebih awal di Ramadhan agar dapet tiket lebih murah, dan secepatnya balik kerumah, agar bisa makan gratis serta berhemat. Lebaran 2017 gw ini juga penuh petualangan karena kami sekeluarga pulang ke kampung halaman Mama di Lintau Sumatra Barat, silaturahmi ketemu Nenek. Tak lupa juga kami sekeluarga explore Sumbar.

Foto Keluarga di Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru | dokpri
Foto Keluarga di Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru | dokpri
Lomba Nagari di Lintau Buo | dokpri
Lomba Nagari di Lintau Buo | dokpri
Danau Singkarak Ombilin Sumbar | dokpri
Danau Singkarak Ombilin Sumbar | dokpri
Kebun Teh Alahan Panjang Solok | dokpri
Kebun Teh Alahan Panjang Solok | dokpri
Puncak Pato Lintau Buo | dokpri
Puncak Pato Lintau Buo | dokpri
Manisnya Senja Pantai Air Mains Padang | dokpri
Manisnya Senja Pantai Air Mains Padang | dokpri
Setelah usai masa lebaran, gue kembali memutuskan untuk berkelana, kembali ke Jakarta, meneruskan petualangan hidup.  Sebetulnya sih, gue sempat terjebak di zona nyaman ketika berada di Dumai, apalagi itu memang tempat gue dilahirkan, dibesarkan, dan keluarga serta sahabat banyak yang disana. Gue juga sempat berpikir untuk menjalani kehidupan normal di kampung halaman, mencari kerja, nikah, serta membangun rumah tangga yang sederhana. Duuh indahnya...

Tapii itu hanya sempat terlintas sesaat di pikiran, karena apa yang gue lihat realitanya, berdasarkan orang-orang seumuran gue disekeliling, gue akan bekerja sebagai pegawai honorer ataupun pekerja pabrik dikarenakan Dumai memiliki kawasan industri yang sangat besar, sesuatu yang bukan gue bangeett. Ada sih satu slot ditempat kerja Papa, tapi gue nggak mau pasrah sama nasib untuk bekerja nyaman dan mendapatkan warisan dari orang tua, nggak gue banget juga.

Karena yang ada di pikiran gue, gue harus mandiri secepat mungkin, berusaha sekeras mungkin, nggak gampang nyerah, serta merantau merubah nasib. Orang Minang dari garis ibu ini genk!!

Akhirnya gue putuskan untuk balik ke Jakarta, dengan modal seadanya. Gue beruntung karena bisa menghemat ongkos travel Dumai-Pekanbaru karena keluarga mengantar gue ke Pekanbaru, sekalian melepas adik gue juga yang balik kuliah ke Jogja.

Sesampainya di Pekanbaru, gue nebeng beberapa hari di kostan teman, berharap keajaiban. Terus terang gue ga tau gimana caranya balik ke Jakarta, karena uang pegangan gue gak cukup untuk membeli tiket pesawat kesana. Mulailah beberapa keajaiban dalam hidup gue.

Entah kenapa, tiba-tiba, orang tempat gue bekerja yang lama, butuh anggota, untuk visit beberapa spot yang ada di Medan. Hingga akhirnya gue dapet sedikit project ke Medan, lumayaan uangnya ditabung buat pegangan. Begitu kelar kerjaan di Medan, gue balik lagi ke Pekanbaru karena tiketnya sudah dipesan pp.

Istana Maimun Medan | dokpri
Istana Maimun Medan | dokpri
Salah satu Kuil di Medan, gw lupa namanya | dokpri
Salah satu Kuil di Medan, gw lupa namanya | dokpri
Setelah sehari di Pekanbaru, akhirnya gue pesan tiket ke Jakarta, uang hasil project dari Medan sebelumnya. Flight malam dari Pekanbaru itu, merupakan salah satu flight yang bakal gue ingat.

Dikarenakan gue pada saat itu sedang puasa syawal, sehabis berbuka seadanya, perut gue kembali lapar, beruntung gw ketemu temen lama yang kebetulan satu flight sama dia ke Jakarta. Gue sedikit ngiler ngeliat dia makan Roti O, dan ternyata dia ngeh kalo gue ngiler, dengan penuh empati dia langsung gercep membeli Roti O satu lagi, karena mungkin dia bisa baca dari raut wajah gue yang lagi kismin. Thanks bang, kebaikan lo bakal selalu gue inget, gumam gue dalam hati.

Begitu landing di Jakarta, fix pegangan gue Cuma 150 ribu saja!! Tidak lebih baik dari pertama kali gue merantau ke Jakarta, dengan pegangan 200 ribu dikantong.

Gue mulai bingung, apa yang harus gue lakuin. Akhirnya gue memutuskan untuk naik damri balik ke kost,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun