Mohon tunggu...
Deni Lesmana
Deni Lesmana Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dar semesta

Belajar dari semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspadai, Bahasa Anak Didik Kita!

31 Mei 2016   14:02 Diperbarui: 31 Mei 2016   14:15 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

d.lesmana>> Ada ungkapan yang menyatakan kata-kata adalah gambaran hati. Setidaknya ungkapan tersebut berbanding lurus dengan apa yang diajarkan dalam ajaran Islam bahwa akhlak (didalamnya ucapan) adalah buah dari iman (hati). Semakin tinggi kualitas imannya dipastikan ia akan baik dalam ucapannya, dan sebaliknya jika kata-kata kasar dan kotor yang keluar dari lisannya maka diprediksi ada yang bermasalah dengan imannya.

Melihat fakta dalam dunia pendidikan dewasa ini khususnya di sekolah, sebagian kita mungkin mengeleng-geleng kepala karena kerap mendengar bahasa ada dari anak-anak didik kita yang tidak pantas ia ucapkan sebagai seorang anak yang terpelajar dan terdidik. Secara spontan mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan teman-temannya. Sedangkan sesuatu yang keluar dalam diri kita tanpa ada perencanaan, pemikiran terlebih dahulu bisa disebut akhlak atau karakter. Jika hal tersebut benar, kita sebenarnya ada dalam masalah yang serius dan penting.  Artinya, kita sebagai guru yang dituntut membantu mengembangakan kualitas akhlak baiknya dihadapkan kepada realita yang harus segera disadari dan diatasi.

Sebelumnya kita sadar pengaruh lingkungan memang menjadi hal utama akan perubahan yang terjadi kepada anak didik kita. Mungkin saja ketika ia disekolah atau ada dalam lembaga pendidikan ia bisa dikondisikan dengan baik, namun siapa yang bisa menjamin ketika ia keluar gerbang sekolah, beragam “virus” telah siap menyerang anak didik kita termasuk bahasa-bahasa kasar dan kotor. Dikhwatirkan secara perlahan akan  mempengaruhi dan merubahnya. Jika hal itu terjadi imbasnya adalah pengaruh-pengaruh tersebut akan ia ucapkan di sekolah dan secara tidak langsung akan mempenegaruhi teman-temannya.

Siapa yang salah? Tidak perlu mencari kambing hitam dalam masalah ini. Karena ada satu ungkapan bijak yang mengatakan bahwa perlu orang sekampung untuk bisa mendidik orang. Hal ini jelas, bahwa tugas pendidikan hakikatnya bukanlah tugas seorang guru disekolah, orangtua di rumah, namun dimana ia berdiri, lingkungannya pun harus bisa mendidiknya. Sehingga tidak perlu mencari siapa yang salah, yang perlu adalah kesadaran bersama untuk bersama-sama berperan mendidik anak didik kita.

Peperangan antara kebaikan dan keburukan memang akan selalu abadi dalam diri seseorang, karena hal tersebut meruapakan bagain dari potensi. Allah swt berfirman “maka dia yang mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaan” (QS. As-syam: 8), tugas kita hanyalah mengoptimalkan bagain positif yang ada dalam diri anak didik kita dan berupaya menjauhkan dan membentengi dari sulutan potensi buruknya yang bisa tersulut kapanpun.

Sebagai guru dalam menghadapi fakta tersebut, kita tentunya tidak bisa berpangku tangan, kita dituntut berperan dan mencari solusi dari permasalahan tersebut, sekecil apapun peran kita setidaknya akan ikut membantu mereka. secara teori ada beberapa cara dalam pelaksanaan pembelajaran karakter ini. Pertama, pengajaran. Pemberian konsep-konsep bisa membantu untuk terus mengingatkan mereka akan pentingnya berbahasa yang baik dan menjauhi perbuatan yang tidak baik. Kedua, pembiasaan, pengkondisian agar anak didik belajar mengendalikan diri dalam ucapan setidaknya memberikan pembiasaan untuk selalu berbahasa yang baik. Ketiga, peneladanan, adalah tugas kita memberikan contoh yang baik, karena bagaimanapun bagi mereka kita adalah figur yang layak dicontoh. Keempat,  pemberlakuan hadiah dan hukuman, ini pun perlu sebagai penekanan agar membantu memotivasi mereka untuk istiqomah dalam menjaga ucapannya, dan kelima,evalusi yang berkesinambungan, hal ini untuk melihat dan memberikan perbaikan jika dianggap perlu.  dan tentunya semua hal tersebut harus disertai dengan doa untuk anak didik kita.


Diakhir, minimal dengan kita mampu menkondisikan dan membiasakan anak didik kita agar berbahasa yang baik dan bermanfaat serta menghindari bahasa yang kasar. Anak didik kita kelak bisa menjadi anak yang sholeh/berakhlak karimah, penuh manfaat untuk agama, bangsa serta amanah dan membantu mengantarkan kepada kemaslahatan masyarakat. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun