Mohon tunggu...
Firrman Taqur
Firrman Taqur Mohon Tunggu... Custoslogos

Menolak tua, penikmat kopi, dan penumpang setia kereta api ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahsyar (Keping 3)

1 Oktober 2025   08:35 Diperbarui: 2 Oktober 2025   08:40 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu sebulan lalu, bukan? Di antara gelas-gelas koktail dan tawa yang meluruh dalam kelelahan. Aku ingat. Aku masih ingat namanya. Irma. Malam itu panjang. Terlalu panjang. Di antara kebun teh Lembang yang dingin dan jalanan yang berkelok sunyi, Nyonya Irma membawaku ke tempat yang lebih hangat.

Di keesokan harinya, aku terbangun dalam keheningan yang mengambang di antara dinding-dinding mahal. Kepala berat, tubuh remuk, tenggorokan kering. Dan dia? Dia sudah pergi, hanya meninggalkan lembaran-lembaran tebal di atas bantal.

Aku menelan ludah. Malu. Teramat malu di hadapan dua sosok yang berdiri di dekatku, tanpa bicara, tanpa ekspresi. Tapi layar itu tak peduli. Layar itu terus menayangkan segalanya. Layar itu tidak mengenal belas kasihan.

Adegan berganti. Kali ini, aku melihat diriku larut dalam gelak tawa di antara kawan-kawan sebaya. Kami, para pria dan perempuan muda bertelanjang dada berselimut asap mariyuana, meliuk lampai menari di udara.

Oh, aku tahu adegan itu. Malam perjumpaan usiaku. Malam pesta pora yang gila, malam enigma, ketika dua tubuh berpeluh dalam pelukan.

Lalu dua bulan kemudian, dia datang. Wajahnya pias, suaranya gemetar.

"Aku telat datang bulan."

Sialan.

Dunia seakan berhenti berputar. Aku takut, pikiranku kalut. Menikah? Aku belum siap. Aku belum ingin bertanggung jawab. Aku masih ingin bersenang-senang, masih ingin bercinta dengan siapa saja.

Dalam kepanikan, kami mencari cara untuk meniadakan, dan lima ratus ribu pun berpindah tangan. Ruangan pengap, aroma jamu pahit, suara rintihan yang tertahan. Lalu, segumpal darah keluar dari rahimnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun