Mohon tunggu...
Karyati
Karyati Mohon Tunggu... Belajar menjadi pembaca terbijak

ok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ar Ruhul Jadid

5 Juni 2018   06:34 Diperbarui: 5 Juni 2018   08:46 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ucapanku tidak terhenti sampai disitu. Akupun tidak melupakan Bulan sahabat karibku begitu saja.

"Dan kau Bulan. Ikutlah denganku ke masjid??" tegasku

"A..kuu..aku..ehmm"

Mulutnya terasa kaku untuk menjawab pertanyaan. Aku yang menyadari akan hal ini dengan tega meninggalkan Bulan tanpa mendengar alasan kebohongannya yang sering kali diungkapkan. Demi menjaga pandangan dari kaum adam aku segera membelokan tubuh ini selesai mengutarakan kata pada Bulan dan anak-anak teater. Hentakan langkah kaki terasa ringan menuju panggilan Allah. Gantungan kunci dari kain fanel  bertulis "KAMMI UMP" yang menghiasi tas punggung kian bergoyang-goyang. Serapah tak terima pun sempat terlontar mengiringi langkah kaki menuju anak tangga.

"Blagu banget sayang temanmu" lontar  kata mesra Arjuna pada Bulan yang kemudian diikuti celotehan kata pedas dari anak-anak teater lainnya. Bulan yang mendengar sahabatnya dicaci maki hanya  bisa menundukan kepala dengan diam.

"Sembayangan tinggal sembayang koh  ribut. Tidak sembayangan saja kita masih bisa makan"

"Sok berjilbab pula. Padahal sama saja dengan perempuan lainnya. Sama-sama binal"

"Terlalu munafik itu lan temanmu. Jika mengetahui nikmatnya dunia pasti bakal ketagihan." Ha ha ha ha. Tawa dari seorang anak teater.

Aku tak hiraukan cercaan dan tawa-tawa gila dari anak-anak teater yang selalu bikin onar. Aku bungkam semuanya dengan ketegaran hati sebagai langkah awal seorang pejuang yang telah berani mengingatkan.

Pada perenungan dzikir yang terus menerus aku lakukan usai menuaikan sholat wajib dan menjalankan sunah. Terlintas bayangan Bulan yang kian memprihatinkan. Ternyata selama ini aku belum bisa menjadikan dia seperti ibundanya yang muslimah. Lagi-lagi batin ini meneteskan kepedihan. Bayangan Bulan disela-sela dzikir seketika pecah oleh suara seorang dibelakangku pada perkumpulan semacam mentoring sedang menjelaskan sosok Ar Ruhul Jadid. 

Mendengar makna dari sosok Ar Ruhul Jadid yang berarti "Semangat Baru". Tiba-tiba saja kepala ini tersungkur di lantai. Tersentak kerongkongan ini terasa kering dengan hiasan raga yang semakin penuh Rahmat dari Allah. Air mata jatuh begitu mudahnya. Desakan nafas pun kian terdengar oleh manusia yang sedang berikhtikaf di masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun