Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paham Feminis yang Saya Ketahui

16 September 2021   21:18 Diperbarui: 16 September 2021   21:22 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Ada beberapa argumentasi mengapa paham feminis akhirnya mendapatkan tempat dan membuat individu menyadari arti pentingnya paham tersebut. Pertama, perempuan masih mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan di jalanan yang lazim disebut "catcalling" atau "catcall", yaitu segala bentuk perilaku yang bertujuan atau memiliki tendensi seksual;  bersiul, berseru, kode-kode, menampilkan gestur, atau komentar.

Beberapa contoh catcalling yang kerap dialami oleh perempuan misalnya; siulan-siulan yang tidak jarang tampak seperti "pujian" ("Hai, cantik, mau ke mana, mau ditemani?"), ("Cewek, suit-suit? Sendirian saja, ngikut boleh dong?").

Laki-laki juga dapat menjadi korban catcalling. Namun saya juga percaya, perempuan cenderung lebih rentan mengalami perundungan di jalanan.

Saya juga meyakini bahwa perempuan hampir pasti pernah mengalami tindakan yang "ramah" ini karena biasanya pelaku catcalling menganggap bahwa yang dilakukannya sebagai hal yang lumrah atau boleh jadi karena tidak mengetahui bahwa tindakan tersebut termasuk bentuk pelecehan.

Atau sebaliknya, ada juga perempuan yang memilih tidak menanggapi ketika mengalami catcalling (terkadang ada yang tidak berdaya dan memilih mendiamkannya dengan harapan pelaku menyadari perbuatannya). 

Di sisi lain, ada juga pelaku yang tidak memedulikan protes perempuan korban. Terkadang ditertawakan, diejek, dihina, diacuhkan atau bahkan dirundung oleh catcallers. Akibatnya, pelecehan terhadap perempuan semakin meningkat.

Kedua, bahwa perempuan tampaknya lebih sering diajari bagaimana cara berpakaian "sopan" daripada mengajarkan laki-laki agar menghormati perempuan. Sejak usia dini, kerap kali kita ditanamkan dan ditampakkan bagaimana seharusnya perempuan berpakaian yang tidak mengundang "syahwat" dan sopan. Sebaliknya, laki-laki dibiarkan bebas memilih pakaian yang disukainya. 

Perempuan, juga memiliki kebebasan memilih dan menggunakan pakaian sesuai dengan kenyamanannya. Bukan didasarkan pada asumsi "menyenangkan" bagi orang lain yang melihatnya lantas memberikan standar "baku" terhadap jenis pakaian terhadap perempuan. Dalam beberapa kejadian tidak sedikit perempuan yang berpakaian rapat menutup aurat juga menjadi korban catcalling. 

Tampaknya, pendidikan terhadap laki-laki yang mengajarkan penghormatan terhadap perempuan tetap diperlukan sebagai upaya meredam aksi pelecehan di jalanan. Munculnya "begal" payudara di jalanan Yogyakarta beberapa waktu lalu dapat menjadi bukti bahwa dalam kondisi apapun perempuan sungguh rentan menjadi korban pelecehan.

Belajar memahami paham feminis

Menurut pandangan saya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika ingin merespon paham feminis. Pertama, memperbanyak literasi membaca atau bersedia berkenalan terlebih dahulu dengan paham feminis untuk menghindari komentar yang menjurus kepada perilaku menghakimi-menghujat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun