Dulu saat masih tinggal di Bogor, Jawa Barat, saya bertetangga dengan salah satu ibu-ibu yang suka berbicara ceplas-ceplos.Â
Orangnya sebenarnya cukup menyenangkan. Baik pula. Hanya saja, apa yang ia pikirkan saat itu, suka ia langsung kemukakan. Tak peduli situasi dan kondisi.
Nah, sore itu, saat beberapa ibu-ibu sedang berkumpul di salah satu warung dekat rumah, lewat salah satu tetangga perempuan yang masih duduk di kelas tiga SMA.Â
Saat anak itu lewat, ditengah obrolan ibu-ibu yang lumayan seru, si ibu-ibu yang suka ceplas-ceplos itu tiba-tiba langsung berteriak, "Lihat deh si xxx, perutnya buncit ya? Mirip orang hamil. Kayaknya beneran hamil deh!"
Sontak celetukan tersebut membuat semua ibu-ibu langsung memperhatikan si anak SMA itu. Beberapa ada yang membenarkan dugaan si ibu-ibu itu.Â
Badan si anak SMA itu bila diperhatikan memang lebih berisi. Gemuknya beda katanya, seperti orang hamil. Namun, beberapa ada yang membantah. Pertimbangannya, anak tersebut masih SMA. Masa hamil? Walaupun saat itu sudah menjelang kelulusan.
Dilabrak Ibu Si Anak
Rumpian tersebut ternyata berbuntut panjang. Esok harinya si ibu yang suka ceplas-ceplos itu dilabrak si ibu anak SMA yang dinyinyiri. Ia tidak terima anaknya dituduh hamil. Apalagi anaknya jelas-jelas masih sekolah dan belum menikah. Peristiwa pelabrakan tersebut heboh menjadi gosip antar tetangga.
Namun, alih-alih meminta maaf, saat dilabrak, si ibu yang suka ceplas-ceplos itu malah semakin kukuh dengan tuduhannya. Ia bilang, coba tanya anaknya baik-baik. Minta anaknya mengaku bahwa ia hamil.
Entah mengapa si ibu tersebut sangat yakin kalau si anak SMA itu betul-betul hamil. Alhasil, si ibu yang anaknya masih SMA itu semakin mangkel. Semakin kesal.
Saya tidak tahu pasti bagaimana kelanjutan perseteruan mereka. Namun, satu bulan kemudian, tiba-tiba ada undangan pernikahan. Ternyata itu undangan pernikahan si anak SMA yang digosipkan hamil. Saat undangan tersebut dikirim, ia sudah lulus secara resmi dari salah satu sekolah di Bogor.