Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi
Muhammad Rifqi Mohon Tunggu... Ilustrator - Mahasiswa Biologi ITS

Seorang Mahasiswa ITS, yang mengambil Jurusan Biologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi Covid-19, Nasib Nelayan dan Pengelola Wisata Pesisir Juga Perlu Dipikirkan

13 April 2020   19:57 Diperbarui: 13 April 2020   19:58 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat Pelelangan Ikan Tasik Agung, Rembang, Jateng--dokpri

Wabah virus Sars-Cov2 sampai detik ini masih melanda dunia, tak terkecuali juga di Indonesia. Dampak masif dirasakan oleh berbagai daerah dan lapisan masyarakat. Tak terkecuali masyarakat yang menggantungkan pendapatan mereka pada sektor maritim dan pariwisata daerah pesisir. 

Imbas dari kebijakan publik yang diterapkan oleh dunia mempengaruhi kelompok masyarakat tersebut secara finansial. Tentunya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir ditengah pandemi virus tersebut harus dilakukan dengan baik dan tepat sasaran, sehingga kebutuhan pokok mereka terjamin secara finansial.

Sektor perikanan dan pariwisata merupakan yang paling terdampak, imbas dari penerapan kebijakan physical distancing dan pembatasan ekspor-impor bahan laut. Harga ikan tangkapan semakin loyo seiring dengan melemahnya aktivitas ekspor perikanan ke beberapa negara tujuan. Hal ini logis bahwa beberapa negara membatasi kegiatan ekspor-impor guna mengurangi penyebaran virus ini.

Dilansir dari mongabay.co.id, penurunan harga ikan rata-rata mencapai 50% dari harga biasanya. Hal ini tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan untuk melaut. Kerugian tersebut ditaksir lebih parah daripada musim angin kencang. Namun sebagian besar nelayan tidak mengurungkan niat untuk melaut lagi karena tidak ada pekerjaan lain. Kendati harga jual jatuh, para nelayan tetap menjual ikan dengan harga murah karena tidak ada pilihan lain.

Permasalahan lain adalah timbunan ikan yang terjadi di sebagian besar tempat pelelangan ikan. Mereka mengaku sebelum virus ini mewabah, hasil tangkapan selalu diangkut oleh truk untuk diolah di pabrik. Setelah adannya pandemi Covid-19, sebagian wilayah menerapkan kebijakan karantina wilayah yang menahan truk-truk pengangkut ikan untuk kembali. Mereka mengeluh tidak ada tempat lagi untuk menyimpan ikan.

Melemahnya permintaan terjadi karena sebagian besar hasil tangkapan diekspor ke negara-negara yang terkena dampak covid-19. Tiongkok sebagai salah satu negara tujuan ekspor hasil tangkapan ikan membatasi permintaan terhadap hasil olahan ikan. Disinyalir penerapan lockdown di wilayah tiongkok menyebabkan berbagai restoran diharuskan untuk tutup, mengikuti kebijakan yang diterapkan. Selain itu, kebijakan penutupan jalur penerbangan di berbagai bandara Tiongkok juga menjadi penyebab turunnya permintaan karena sebagian besar pengiriman melalui jalur udara.

Contoh data penurunan permintaan sebagaimana dilansir oleh situs paktanidigital.com, terjadi penurunan jumlah ekspor udang belalang. Rata-rata normal jumlah ekspor udang belalang ke negeri tirai bambu adalah sekitar 360.000 ekor per bulan. Angka tersebut turun sehingga pada bulan Januari 2020 angka jumlah ekspor menjadi 215.000 ekor. Seiring penerapan kebijakan lockdown di beberapa provinsi di Tiongkok pada pertengahan Januari 2020, jumlah permintaan udang belalang turun drastis mencapai angka 65.000 ekor saja pada bulan Februari 2020.

Dampak finansial sedemikian rupa yang diakibatkan oleh wabah ini, mengakibatkan nelayan kekurangan penghasilan. Kondisi seperti ini memaksa mereka memutar otak untuk tetap bisa melaut dengan minim risiko kerugian. Pengurangan jumlah hari melaut menjadi salah satu upaya para nelayan untuk tetap bisa melaut. Nalayan mingguan kini hanya bisa melaut sekitar 3-4 hari, kemudian menepi untuk menjual hasil tangkapan.

Selain sektor perikanan, dampak mewabahnya virus ini juga berimbas ke sepinya pengunjung yang datang. Hal ini disebabkan himbauan pemerintah untuk tidak mengadakan perkumpulan massa guna menghindari penularan Covid-19. Himbauan  ditujukan pula kepada para pedagang dan penyedia jasa pariwisata untuk menutup usahanya sementara waktu sampai pandemi covid-19 berakhir.

Dilansir dari nusabali.com, penerapan himbauan social distancing oleh pemerintah terlihat efektif. Di Kawasan pantai Sanur Bali misalnya, terlihat sepi tanpa kerumunan wisatawan. Hanya terlihat beberapa toko yang masih buka dan beberapa wisatawan asing yang diperkirakan masih bertahan di Bali. Imbas dari kondisi tersebut tentunya mengurangi penghasilan para pelaku bisnis di bidang pariwisata.

Tidak hanya di Bali saja, penutupan wisata pantai juga dilakukan serentak di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini mengacu pada maklumat kapolri tentang wabah covid-19, yang menghimbau untuk tidak melakukan hal yang mengundang berkumpulnya orang banyak. Hal ini merupakan langkah pencegahan meluasnya penularan covid-19 yang dirasa cukup efektif.

Kendati demikian, konsekuensi yang harus ditanggung bersama adalah hilang atau berkurangnya penghasilan bagi para nelayan dan pengelola jasa pariwisata selama masa darurat pandemi virus ini. Permasalahan utama adalah masalah finansial yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, seperti kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat pesisir yang merupakan salah satu aspek dari pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pesisir serta sebagai bagian dari rakyat indonesia harus terjamin secara finansial guna mencapai kondisi ideal dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pantai. Hal ini menuntut berbagai pihak terutama pemerintah untuk menjamin kebutuhan pokok dari masyarakat pesisir selama masa darurat pecegahan wabah covid-19.

Sampai saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan kebijakan yang meringankan beban dari para nelayan. Bantuan diberikan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), skenario pembelian langsung oleh pemerintah, serta penyaluran kebutuhan pokok. Selain itu, di sektor pariwisata, terdapat anggaran insentif bagi tempat-tempat wisata yang mengalami penutupan.

Namun, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah ketepatan penyaluran bantuan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Hal ini penting dikarenakan penyaluran yang tepat akan menjamin kebermanfaatan dari bantuan yang diberikan. Tentunya, agar terlaksana dengan baik, diperlukan data kependudukan mengenai persebaran matapencaharian dan jumlah penghasilan.

Masalah lain mengenai bantuan bagi pelaku bisnis di wilayah pesisir adalah kesesuaian jumlah bantuan yang diterima dengan kebutuhan dan masa darurat pencegahan covid-19, mengingat masa darurat covid-19 belum bisa dipastikan. Pendekatan yang bisa dijadikan patokan pemerintah untuk menentukan besaran penerimaan bantuan adalah dengan menggunakan data rancangan skenario pandemi yang dilakukan oleh institusi penelitian terpercaya. Namun, kemungkinan skenario terburuk perlu diakukan pengkajian guna meminimalisir kesalahan dalam penentuan jumlah bantuan berdasarkan skenario patokan.

Kerjasama terintegrasi antara masyarakat-pemerintah, dapat menjadi faktor keberhasilan dalam menanggulangi dampak buruk terhadap elemen masyarakat yang rentan terdampak penyakit Covid-19 ini. Sebagai masyarakat, seharusnya memiliki rasa empati untuk bergerak meringankan beban sesama. 

Ambil salah satu contoh, keterlibatan perwakilan masyarakat dalam memberikan data penerima bantuan misalnya. Sangat membantu pemerintah untuk menyalurkan bantuan secara tepat dan sesuai. Prosesnya dilakukan dengan transparan sehingga meminimalisir oknum yang tidak bertanggung jawab dan mempermudah tersampaikannya bantuan sesuai data yang dicocokkan antara masyarakat dengan pemerintah.

Pemerintah Indonesia dari sekarang hendaknya mulai merencanakan rencana pengembalian kestabilan ekonomi yang terdampak penyebaran virus ini. Penting diketahui bahwa wilayah pesisir dihuni oleh kelompok yang rentan terhadap efek pandemi ini secara ekonomi. Dan perlu dipertimbangkan pula masalah lingkungan yang ditimbulkan akibat dari pengelolaan yang macet imbas dari tidak adanya pemasukan dana, yang umumnya terjadi di wilayah pariwisata tepi pantai.

Tidak mudah memang usaha pemerintah dalam menanggulangi konsekuensi dari penerapan kebijakan social distancing. Diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak secara terintegrasi dari elemen masyarakat dan pemerintah untuk saling bahu-membahu melewati masa darurat pandemi covid-19 ini. 

Perlu diketahui bahwasannya peran serta masyarakat sangat membantu dalam pengelolaan bantuan di wilayah pesisir di masa sulit ini. Sedikit mengambil peran di masyarakat saat ini, sangat berarti bagi keberlangsungan kesejahteraan masyarakat pesisir, karena kesejahteraan mereka merupakan salah satu kunci dari terwujudnya konsep pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dan pantai. Stay safe and we can through this together

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun