Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menjelang Liverpool Vs Manchester United

17 Januari 2020   18:15 Diperbarui: 17 Januari 2020   21:27 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.standard.co.uk/

Gelar juara Liga Inggris musim kompetisi 2019/2020 rasanya sudah terkunci. Saya tak lagi berdebar-debar menunggu bulan Mei 2020 untuk memastikan bahwa Liverpool pada akhirnya bisa mengangkat trofi silver prestise tersebut. Untuk pertama kali sejak 1990.

Sejak awal kompetisi pada Agustus 2019, Jordan Henderson dan kawan-kawan berlari kencang seperti kesetanan. The Kopp seolah tak memiliki pesaing kuat. Kampiun dua musim beruntun, Manchester City, sudah kehabisan napas dan Guardiola nampaknya menyerah mengejar hatrick. 61 poin yang diborong pasukan Jurgenn Klopp dari 63 kemungkinan, membuktikan bahwa kualitas mereka berada di level berbeda. Media di Inggris menilai apa yang ditampilkan The Reds telah menciptakan level baru yang sangat tinggi daripada sebelumnya, hampir sempurna.

Saya tak hendak menganalis soal teknis dan peluang besar Liverpool tersebut di sini. Jauh lebih menarik bagi saya adalah kisah-kisah yang melatar belakangi pertemuan klasik antara Liverpool melawan Manchester United, di matchday-23 pada Minggu malam 19 Januari 2020, di Anfield Stadium. Banyak sisi menarik yang layak dikupas dari laga epik sepak bola bermutu tinggi ini.

****

Saya tumbuh menjadi penggemar Premier League pada pertengahan era 1990-an dimana kita sama-sama menikmati rivalitas hebat antara MU dengan Arsenal; dan  Alex Ferguson versus Arsene Wenger, dua jenius sepak bola. Ternyata rivalitas klasik dan tersengit dalam Liga Inggris tetaplah antar MU dengan Liverpool. Tidak pernah bisa pudar, sudah begitu meresap. Alex Ferguson dalam buku autobiorafinya menulis, ia selalu dapat merasakan embusan napas Liverpool di tengkuknya.

Jika melihat posisi klasemen, jarak Liverpool dengan MU yang berada di peringkat lima terpaut 27 poin, bak langit dan bumi. Namun sekali lagi bukan itu unsur pentingnya. Pertarungan Liverpool dengan MU itu penuh ambisi, kebanggaan, prestise, dan mungkin saja dendam.

Publik sepakbola paham belaka, pertarungan mereka tidak hanya di atas lapangan stadion Anfield dan Old Trafford saja. Namun dilandasi pertaruhan segala aspek kedua kota (Liverpool-Manchester) yang hanya berjarak 387 kilometer ini. Gengsi, prestise, dan harga diri senantiasa menjadi pertaruhannya. Kita tak pernah bisa menggambarkan secara sederhana ketika dua klub ini bentrok.

Kebencian yang mengatasnamakan sepak bola sudah membalut jiwa dan raga kedua kubu hingga akar-akarnya. Rivalitas sudah sampai pada ideologi yang tidak masuk nalar sehat. Nada sinis, mengejek-ejek, saling menghina, dan segala bentuk skeptis menyudutkan masih acap ditonjolkan keduanya. Dan media memanfaatkan itu dengan mengumbar semua aspek dari keduanya.

Fans MU selalu mengolok-olok musuhnya dengan "Neraka Brussel 1985" dan "Hillsborough 1989", yang harus menumbal ratusan jiwa Liverpudlian. The Reds juga membalas dengan nyanyian-nyanyian menghina tak empati atas kecelakaan pesawat di Munchen pada 1958, yang menewaskan rombongan skuad Setan Merah. Ada perasaan sedih dan menyakitkan melihat kenyataan rivalitas kedua kubu tak hanya menyerang suporter yang masih hidup, namun juga yang sudah meninggal.

Pada Minggu nanti, atmosfer di Anfield tetap membara, penuh emosi menyambut musuh abadinya. Kemenangan atas MU bukan sekadar  meraih tiga angka dan mengukuhkan kualitas mereka. Sedangkan bagi MU, ada kepentingan berbeda dari sekadar tiga poin istimewa. Kemenangan atau setidaknya memaksa hasil imbang akan menaikkan rasa percaya diri anak buah Ole Gunnar Solkjaers untuk menatap posisi keempat. Dan yang lebih berharga bahwa punggawa MU bisa membuat noktah hitam bagi anak asuh Jurgen Klopp. Mereka tak ingin menderita dengan membiarkan pemain Liverpool berpesta langsung di depan wajah mereka. Itu sangat menyakitkan bagi klub sebesar MU.

Sepertinya semua dunia dan isinya akan sejenak berhenti untuk menikmati duel klasik ini. Begitulah England Derby, persaingan Liverpool dengan Manchester United yang sarat sejarah.

Semakin kita paham sepak bola bukan sekadar di atas lapangan saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun