Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Adu Penalti Hanya untuk Para Pemberani

8 Juli 2018   20:02 Diperbarui: 18 September 2018   19:13 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika awal-awal suka sepak bola, saya senang jika pertandingan sepak bola harus diselesaikan melalui adu penalti. Seru, menegangkan, jantung rasanya mau copot.

Barangkali semifinal Piala Eropa 1992, antara Belanda vs Denmark, merupakan pertama kali, saya merasakan tegangnya proses adu penalti di pertandingan yang sangat penting.

Waktu itu Belanda sangat diunggulkan, ternyata ditahan imbang 2-2 oleh tim dinamit Denmark, sehingga harus dilaksanakan adu penalti. Striker utama Belanda, sekaligus pesepakbola terbaik dunia, Marco van Basten, harus menjadi pesakitan. Tendangan 'angsa putih" dapat diblok oleh kiper Denmark, Peter Schmeichel. Denmark ke final dan menjadi Juara Eropa setelah mengalahkan Jerman.

Momen ini yang meyakinkan saya, bahwa Peter Schmeichel merupakan kiper terbaik dunia. Apalagi setelah melihat betapa berpengaruh peran Schemeichel dari bagian dominasi Manchester United di Liga Inggris setelah musim 1993. Biarpun kiper-kiper sebelum dan sesudah era Schmeichel juga dianggap terhebat, seperti Dino Zoff, Lev Yashin, Gordon Strachan, Gianluigi Buffon, Iker Cassilas, Manuel Neuer, dan sebagainya. Bagi saya, tak ada setangguh Schmeichel di bawah mistar gawang.

Sejak saat itu saya dapat mengingat hampir setiap turnamen akbar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, pasti ada pertandingan fase gugur, pemenangnya harus ditentukan melalui adu penalti.

Ada beberapa masih membekas. Kesatu, final Piala Dunia 1994 antara Brasil dan Italia, yang dimenangkan Brasil, karena tiga algojo Italia gagal menceploskan bola, termasuk bintang utama, Roberto Baggio. Orang-orang pun lebih mengenang Baggio dengan tendangan penalti yang gagal dibandingkan deretan prestasi hebatnya sebelum sepakan melambung di Pasadena.

Kedua, adu penalti semifinal Piala Eropa 1996, antara Inggris melawan Jerman, juga masih terkenang. Inggris yang tampil apik sepanjang turnamen, berstatus tuan rumah, akhirnya tumbang karena Gareth Southgate, yang kini Manager Inggris, gagal menaklukkan Andreas Kopke, kiper Jerman. Airmata Southgate, jatuh di stadion Wembley mengingatkan air mata Paul Gascoingne, di Turin 1990, di hadapan musuh yang sama.

Ketiga, semifinal Euro 2000 saat tuan rumah Belanda tumbang oleh Italia melalui adu penalti, juga yang paling tragis, yang bisa saya ingat. Bayangkan saja, Belanda harusnya bisa memenangkan pertandingan tanpa adu penalti, karena di waktu normal, Oranye punya dua hadiah penalti dan puluhan kans, namun semuanya tak mau masuk ke gawang Francesco Toldo, kiper Italia.

Saat adu penalti, tiga pemain Belanda pun gagal dari titik penalti. Satu diantaranya adalah sepakan penalti bek Jaap Stam yang melambung sangat tinggi di atas mistar gawang. Itu mungkin tendangan penalti paling kacau yang pernah saya saksikan. Sedangkan pemain Italia, Francesco Totti melakukan sepakan penalti berkelas, gaya Panenka, mencip bola ke tengah gawang mengecoh kiper Van der Sar.

****

Setelah babak perempat final Piala Dunia 2018 selesai, sudah ada empat laga yang harus diakhiri dengan adu penalti. Rusia sukses menang atas Spanyol yang di Piala Dunia ini tampil sangat mengecewakan setelah dihantam badai kepelatihan Julen Lupetugoei.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun