Mohon tunggu...
C Surtiwa
C Surtiwa Mohon Tunggu... -

Pensiunan di bidang Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.\r\n\r\nThink conceptually and solve problems conceptually too.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Obyektifitas Versus Subyektifitas - Dikotomikah?

3 Oktober 2012   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam ajang tukar pikiran atau diskusi sering kita mendengar ucapan ; " Ah kamu kurang objektif", " Kita disni harus objektif dong jangan subjektif". Kelihatannya suatu ucapan biasa dansederhana saja, tetapi sih apa sebenarnya arti dari kata "subyektif" dan "obyektif" secara esensinya?. Bagaimana sebenarnya proses manusia berfikir pada otaknya dengan membedakan dua istilah tersebut ?

Nah sekarang kalau kita perhatikan Orang Besar/Politikus/Ilmuwan/ suka mengeluarkan Pendapat atau Pernyataan yang Subyektif, tapi orang2 ini berhasil mendapatkan kedudukan social dan ekonomi yang baus dalam masyarakat. Sebaliknya kalau orang awam mengeluarkan pernyataan yang subyektif dianggap sok tahu atau sotoy.

Rene Descates tahun 1642 membagi Realitas menjadi dua bagian besar yaitu Material (obyektif) dan Mental (subyektif). Pembaian ini yang dikenal dengan nama Dualisme Cartesian oleh para Ilmuwan sekarang sudah ditinggalkan, karena katanya pembagian seperti ini sudah tidak sesuai/sinkron lagi dengan cara pemikiran otak manusia (mental process).

Dikotomi antara Subyektifitas dan Obyektifitas yang sekarang diartikan kurang tepat itu menimbulkan masalah untuk para pengikutnya yang disebut "tendensi subyektifitas semu" dan "tendensi obyektifitas semu'. Kedua hal ini sebenarnya tidak bisa dipraktekkan karena bertentangan dengan proses pemikiran otak manusia (mental proses tadi). Dualisme carrtesian ini jelas adalah produk cara pemikiran Kebudayaan Barat.

Di regional Asia paling tidak dalam ajaran Hindu, Budha dan Tao memakai prinsip Unifikasi bukan Dikotomi. Dalam penulisan Orang Asia sudah tidak aneh utuk memasukkan kata ganti oaring kesatu dengan ketiga, termasuk dalam penulisan ilmiah. Kata2 itu adalah kami, Kita, Mereka, Nya, dll.

Pembagian Cartesian yang telah mendikotomikan Subyektifitas dan Obyektifitas yang menganggap Subyektifitas hanya kebalikan dari obyektifitas, hal ini sebenarnya tidak sinkron dengan proses berikir yang ada di otak kita. Platform Cartesian ini utamanya dianut oeh Ilmuwan krisen Eropa jeung Kaum Militant dan Platform ini sangat ditentang olehPlatform Psikologi dan Platform Filosofi.

Karena itu timbul analisa baru yang lebih ilmiah dalam membahas Obyektifitas dan Subyektifitas dalam Platform Idealisme Metafisik. Dimana pada pokoknya tidak ada obyek realitas yang ada (exist), termasuk obyek fisik sekalipun, tapi hanya tergantung kepada hasil kerja otak saja. Menurut Platform ini mengatakan tidak ada Gajah, itu adanya hanya difikiran kita saja bahwa itu ada Gajah. "Physical things do not really exist at all. Nothing exists INDEPENDENTLY of our experiences, meaning nothing exists independently of our MINDS" (Sandy La Fave, West Valley College).

Penggunaan yang salah dalam memakai istilah Subyektif dan Obyektif bisa tidak cocok dengan pandangan Idealisme Metafisik atau pandangan yang terkandung dalam Epistemologi. Akibatnya kita bisa saja menyebut bahwa Moralitas, Realitas dan Kebenaran itu ada secara fisik. Karena itu menjadi penting untuk menelaah secara artikulasi Subyektifitas dan Obyektifitas dalam rangka memahami proses pemikiran otak manusia dimana pemakaian kedua istilah tadi harus sesuai dengan konteksnya.

Contoh bagaimana konsepsi Dikotomi ini tidak betul ; Kalau kita sakit kepala hanya kita yang , bisa merasakan bagaimana rasanya, tidak akan ada orang lain yang bisa merasakan sakit kepala sama dengan kita , jadi ini hal yang Subyektif. Menurut definisi tadi kalau sakit kepala ini Subyektif artinya ini PENDAPAT SENDIRI, bahwa saya sakit kepala. Jadi dalam konteks Berpendapat atau membuat Pernyataan hal ini tidak punya dasar karena katanya Subyektif tadi.

Jadi kalau kita ke Dokter dan mengaku sakit kepala, apa dasarnya ? Apa dasarnya Dokter harus percaya ? Kan itu SUBYEKTIF yaitu menurut kita, karena Dokter TIDAK BISA merasakan sakit kepala kita, Orang seharusny akan mengtakan ; "Ah itu sih pendapat anda saja", karena SUBYEKTIF tadi.

Jadi masalah sakit kepala tadi adalah TIDAK OBYEKTIF alias tidak nyata (REAL), hanya ada di pikiran si Pasien saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun