Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Penulis Bebas

Berimajinasi, menulis, dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kisah Thurgood Marshall, Pengacara Yang Mengubah Amerika

1 Oktober 2025   12:42 Diperbarui: 1 Oktober 2025   12:42 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan Marshall di lapangan penuh dengan ketegangan yang mencekam. Sebagai pengacara kulit hitam yang berani menantang supremasi kulit putih di Selatan yang rasis, setiap perjalanan yang ia lakukan adalah ancaman fisik yang nyata. 

Ia sering harus bepergian sendirian, berpindah-pindah rumah aman setiap malam, dan terkadang terpaksa menyamar demi menghindari massa yang marah atau serangan fisik. Hal ini adalah pertaruhan nyawa yang ia terima demi menjalankan sumpah profesinya.

Di ruang sidang, ketegangan terbesar datang dari keharusan untuk mempertahankan ketenangan dan kecerdasan di hadapan hakim dan juri yang terang-terangan berprasangka buruk. Marshall harus selalu bersikap tenang dan tajam. Ia tidak bisa menunjukkan kemarahan, hanya kecerdasan. 

Dalam kasus-kasus kriminal, seperti ketika ia membela Joseph Spell di Connecticut, ia harus berjuang dari luar batas formal persidangan, membimbing pengacara lokal melalui catatan karena ia belum terdaftar di bar setempat. 

Keberhasilan dalam kasus yang penuh intrik dan ancaman publik ini membuktikan bahwa ketepatan hukum, jika disampaikan dengan baik, dapat mengalahkan prasangka rasial yang mengakar.

Strategi Menyerang Inti Pemisahan Ras

Puncak dari strategi bertahap Marshall dan NAACP adalah kasus Brown v. Board of Education pada tahun 1954. Ia menyatukan lima kasus segregasi sekolah yang berbeda, menjadikannya satu gugatan kolektif di Mahkamah Agung. 

Maka, strateginya pun berubah total: dari sekadar menuntut kesetaraan fasilitas, ia kini menantang pemisahan ras itu sendiri sebagai hal yang melanggar hukum.

Tim hukum Marshall, yang terdiri dari para ahli hukum terkemuka dan didukung oleh ahli sosiologi dan psikologi, menyajikan bukti bahwa pemisahan berdasarkan ras, bahkan jika fasilitasnya sama, secara inheren menyebabkan ketidaksetaraan. 

Mereka berpendapat bahwa pemisahan ras secara psikologis merugikan anak-anak kulit hitam. Selain itu, mereka memasukkan kesaksian ilmiah yang mendukung argumen bahwa pemisahan tersebut menanamkan "perasaan inferioritas" pada anak-anak.

Saat berdiri di hadapan Mahkamah Agung, Marshall harus mengatasi perdebatan historis yang sensitif tentang maksud Amandemen Ke-14 Konstitusi AS. Dalam argumen penutupnya yang terkenal, ia menyampaikan pandangan yang diyakininya: "Satu-satunya hal yang bisa terjadi adalah sebuah determinasi tersembunyi bahwa orang-orang yang sebelumnya menjadi budak... harus dijaga sedekat mungkin dengan tahap itu," seperti tercatat dalam Arguments Before the Court in Brown v. Board of Education (Mahkamah Agung AS: 1952-1954). "Kini saatnya, kami berpendapat, bahwa Mahkamah ini harus memperjelas bahwa Konstitusi kita tidak mendukung hal itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun