Sebab, di sini kebun teh tidak ada. Kalau kopi, ya banyak. Maka, pilihan pun jatuh pada teh-teh yang beredar di pasaran, tapi punya tempat tersendiri di hati karena rasa dan kebiasaannya.
Dari Serbuk ke Celup: Dua Wajah Teh Favorit
Salah satu teh yang menjadi andalan keluarga kami adalah Teh Bendera, teh serbuk legendaris yang aroma dan warnanya khas. Hanya dengan setengah sendok teh saja, warnanya sudah kuning keemasan dan wanginya menenangkan. Tapi karena bentuknya masih serbuk halus, tentu harus disaring dulu sebelum diminum.
Teh ini tidak sekadar minuman, ia adalah simbol kesederhanaan rumah tangga Indonesia. Bayangkan, satu kotak Teh Bendera bisa menghasilkan puluhan cangkir teh atau bahkan empat hingga lima teko besar jika diseduh bersama keluarga.Â
Sedangkan di rumah, teh ini kerap hadir saat pagi hari sebelum aktivitas dimulai, atau ketika sore menjelang, menemani camilan singkong goreng atau pisang rebus.
Rasanya mungkin tak semewah teh impor, tapi justru di situlah letak keindahannya. Ia mengingatkan bahwa kehangatan tidak selalu harus mahal. Kadang, yang kita butuhkan hanyalah air panas, gula sedikit, dan seseorang untuk diajak berbagi cerita.
Berbeda dengan Teh Bendera yang masih harus disaring, Sariwangi datang membawa kemudahan baru. Teh celup pertama yang populer di Indonesia ini jadi bukti bahwa tradisi dan kemajuan bisa berjalan beriringan. Tak perlu lagi saringan atau repot mencuci ampas, tinggal celup, aduk, dan nikmati.
Meski sederhana, aroma dan rasanya tetap kuat. Sariwangi seperti menghadirkan keseimbangan: wangi yang menenangkan, rasa yang ringan, tapi cukup untuk menenangkan hati yang lelah. Banyak orang menjadikannya teman membaca, bekerja, atau sekadar menikmati waktu sendiri di sore hari.
Bagi penikmat teh yang tidak suka manis (seperti saya), teh ini terasa pas. Cukup dengan setengah sendok gula, atau bahkan tanpa gula sama sekali, rasa teh tetap bisa dinikmati dengan lembut.